Beranda / Thriller / POLIGRAF / (Masih) Di Halaman Rumah Makan

Share

(Masih) Di Halaman Rumah Makan

Penulis: Biru Gerimis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-03 22:09:28

Kila dan Ibad tidak menunggu Profesor Gani terlalu jauh dengan sanderanya ketika mereka memutuskan menyusulnya. Baru beberapa langkah berjalan, kaki Kila menginjak benda berbentuk gantungan kunci yang terkapar di lantai dalam keadaan yang nyaris hancur. Kila memungut dan mengamatinya, matanya melotot begitu tahu benda yang terlihat jelas telah diinjak oleh banyak kaki dengan kabel yang mencuat di beberapa tempat itu adalah alat penyadap. Tapi, bukannya Neta telah mengubur alat penyadap yang ditemukannya di pot tanaman peace lily?

Ia melempar napas kesal begitu menyadari kebodohannya. Bagaimana mungkin ia berpikir para preman itu hanya akan menempatkan satu alat penyadap? Benda di tangannya inilah yang membuat para preman itu mendengar ucapan Neta walaupun sebelumnya satu alat penyadap telah dikubur hidup-hidup.

“Apa itu alat penyadap?”

Ibad mempertanyakan temuan Kila yang dibalas dengan anggukan.

“Padahal kami udah kubur dalam-dalam alat penyadap yang Neta temu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • POLIGRAF   Mengancam

    “Sialan!”Kata itu meluncur begitu saja dari mulut Profesor Gani ketika ia menoleh dan mendapati si preman yang membopong anaknya tengah dikeroyok oleh dua orang wanita yang seharusnya terkurung di rumahnya. Begitu kepalanya menghadap ke ruang makan privat yang ditinggalkannya, Ibad dan Kila yang tadi kelihatan menyusulnya sudah menghilang.Berpendapat bahwa dua polisi itu saat ini bukan ancaman utama, langsung saja Profesor Gani menahan langkah Pita di depannya dan bersembunyi di balik dinding, menunda memperlihatkan dirinya di depan istrinya, wanita memukau itu. Dengan wajah dipenuhi kemurkaan ia bertanya-tanya, bagaimana cara kedua wanita itu membebaskan diri dari kamar.“Sialan, sialan, sialan!”Profesor Gani mengumpat lagi. Dengan Pita yang sedang ia sandera, sulit baginya untuk terjun langsung menjauhkan istrinya dan wanita reporter itu dari si preman. Melepaskan Pita juga bukan pilihan karena polisi wanita itu bisa menjadi sandera yang berguna agar rekan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04
  • POLIGRAF   Berselisih

    Wira dan Yudi serempak memandang ketua tim mereka. Sakil sendiri hanya menatap pria paruh baya namun masih kelihatan bugar yang baru saja menghardik istrinya, tak menyangka situasinya bakal sepelik ini. Ia bertanya-tanya apa yang dipikirkan oleh AKBP Neco saat mengatakan tidak ada apa-apa di rumah makan. Apa penyanderaan warga sipil dan anggota polisi bukan apa-apa bagi atasannya? Sepertinya sudah terbukti kalau Sakil memilih pihak yang kuat namun keji. Mungkin ia harus mempertimbangkan pilihannya setelah ini. Sakil mencoba menganalisa keadaan. Di depannya ada belasan preman, dua sandera, dua pelaku bersenjata tajam, dan dua orang warga sipil yang berpotensi dijadikan sandera tambahan. Sedangkan ia cuma ditemani oleh Wira, Yudi, Ibad, dan Kila yang sudah mendapatkan banyak luka di tangan, kaki, dan wajahnya. Itupun Kila tidak bersenjata karena masih diskors.Ia melempar napas. Nampaknya ini bukan pertarungan yang bisa pihaknya menangkan. Selain karena kalah jumlah, pro

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • POLIGRAF   Lepas

    Walaupun tidak dapat melihatnya secara langsung, Pita yakin Profesor Gani sedang tersenyum menyaksikan perselisihan Ibad dan Sakil yang dirasanya menarik. Pita agak kesal. Bukannya kompak agar semua sandera selamat dan penjahatnya dapat diciduk, mereka malah mempertontonkan perbedaan pendapat. Pita baru akan mengutuk-ngutuk Ibad dalam pikiran dan merencanakan upaya balas dendam karena lebih memilih adu mulut daripada menyelamatkannya ketika ia merasa garpu yang menusuk kulit lehernya menjauh beberapa senti. Rupanya Profesor Gani kelewat riang menonton perdebatan Ibad dan Sakil sehingga kewaspadaannya mengendur.Tidak ingin senang terlalu cepat, Pita menenangkan dirinya dahulu. Sebagai orang yang kerap kehilangan kemampuan melakukan hal yang dikuasai saat panik, ia harus menyamankan diri untuk dapat lepas dari sekapan Profesor Gani. Untuk itu, Pita menunggu dengan sabar ketika percekcokan Ibad dan Sakil semakin seru dan Profesor Gani semakin menikmati.Ujung tajam garpu m

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-07
  • POLIGRAF   Minggat

    “Tidak! Hentikan mereka, mereka mau kabur!”Kila berteriak begitu mendengar suara mesin mobil yang siap-siap tancap gas, minggat dari tempat itu. Ia sendiri masih berusaha merangsek pertahanan yang diciptakan oleh para preman yang tidak ikut pergi seperti pimpinan mereka, mencari tahu apakah Kala juga dibawa atau tidak. Sulit bagi Kila untuk melihat ke tengah lingkaran para preman karena postur tubuh mereka menjulang dengan otot-otot yang menonjol.Mendengar teriakan Kila, Sakil langsung meloncat masuk ke mobilnya, diikuti oleh Yudi dan Wira. Belum sempat ia membunyikan mesin, mobil hitam yang dikemudikan oleh Profesor Gani itu melaju dengan kecepatan gila-gilaan melewati mobil mereka. Yudi dapat melihat Bento duduk di kursi penumpang, di samping Profesor Gani, sedangkan si preman merebut tempat di belakang Bento. Wanita yang pingsan itu tidak kelihatan, mungkin dibaringkan di kursi belakang.“Sialan!”Sakil mengumpat sebelum memundurkan dan membelokkan mobilny

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • POLIGRAF   Dalam Pelarian

    Begitu merasa yakin bahwa tidak ada polisi yang melihatnya karena dihalangi oleh para preman anak buah Bento, Profesor Gani langsung meloncat memasuki mobil, disusul oleh Bento dan preman yang memanggul Neta. Ia sempat gugup saat mendengar teriakan Kila yang memeringatkan rekan polisinya perihal rencana kaburnya mereka. Rancangan penculikan Neta yang telah disusun dalam otaknya tidak menyertakan tindakan apa yang harus ia lakukan jika aksinya ketahuan polisi. Profesor Gani terlalu mengandalkan posisi AKBP Neco untuk mengatur bawahannya, tanpa mempertimbangkan kemungkinan munculnya oknum seperti Kila dan teman-temannya. Sebab itu, ia sempat ciut dan memikirkan ulang tindakannya. Namun, Bento mendesaknya untuk jalan terus. Lagipula, Neta sudah di tangan mereka. Jika mereka akhirnya kehilangan Neta karena kegalauan Profesor Gani di menit-menit akhir, pengorbanan para preman anak buah Bento yang merelakan diri menjadi penghalang bagi polisi demi memberinya kesempatan minggat bak

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • POLIGRAF   Dalam Perburuan

    "Kurang ajar. Mobil mereka semakin dekat. Bagaimana ini, Bento?”Profesor Gani bertanya. Nada panik dalam suaranya terdengar jelas. Berkali-kali ia melongok ke spion di sebelah kanannya dan berkali-kali pula erangan kesal melompat dari mulutnya jika dilihatnya mobil polisi yang memburunya memangkas jarak. Ia sendiri juga tidak bisa melaju dengan mulus karena jam pulang kantor menyebabkan lalu lintas tengah padat. Dalam hati ia mengutuk pemilihan waktu kejar-kejaran ini.Bukannya menjawab pertanyaan penyewanya, Bento malah semakin menajamkan tatapannya kepada spion di samping kirinya. Usai beberapa menit mengamati, ia meraup ponselnya dari saku jaket kulit hitam kusam yang digunakannya dan menggesek-gesek layar. Kemudian, ponsel itu ditempelkan ke telinga kanannya.“Halo, kalian di mana? Sudah tinggalkan lokasi?”Profesor Gani melirik Bento yang bergeming, mendengarkan balasan dari lawan bicara, sambil bertanya-tanya siapa yang ia telpon di situasi genting seper

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • POLIGRAF   Rumah Sakit

    Mobil Pita berhenti tepat di depan bangunan Rumah Sakit Ryha yang bertuliskan Unit Gawat Darurat dengan bunyi mendecit, membuat orang-orang yang mendengarnya menoleh dengan wajah penuh ingin tahu. Kedatangan Pita langsung disambut oleh dua orang perawat pria berseragam coklat yang buru-buru mendorong brankar ke arahnya, siap menampung pasien gawat yang diangkut Pita.Brankar kemudian ditempatkan berdekatan dengan pintu mobil tempat Kala akan dikeluarkan. Kila membuka pintu mobil dan memaksakan diri ikut memapah Kala untuk dibaringkan di brankar. Para perawat itu lalu berlari kembali ke pintu utama UGD sambil mendorong brankar, ditemani oleh Kila, dan dikawal oleh tatapan prihatin dari manusia-manusia yang dilewatinya. Memasuki ruangan besar yang dihujani cahaya lampu dan diisi oleh belasan brankar, baik yang berisi ataupun tidak, baik yang tirainya ditutup ataupun tidak, brankar Kala berhenti di sisi sebelah kanan, tidak jauh dari pintu. Salah satu perawat pria dengan s

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-11
  • POLIGRAF   Markas

    Bangunan yang disebut markas itu sebenarnya adalah bekas gudang alat bangunan yang terbengkalai. Berapa lama telah ditelantarkan, tak ada yang tahu. Yang mereka tahu adalah gudang itu cukup mampu menampung belasan anggota mereka, bahkan bisa mengakomodasi penambahan preman baru, kalau ada yang berminat bergabung. Mereka hanya perlu menyingkirkan benda-benda yang dianggap tidak berguna dan menambahkan hal-hal yang dinilai menunjang pekerjaan mereka sehari-hari dalam menciptakan keonaran di masyarakat, seperti berbagai macam senjata tajam, tongkat, pemukul dari kayu ataupun besi, bahkan bola berduri yang entah dipungut di mana. Sebagian besar, atau bisa dikatakan hampir seluruhnya dari alat-alat mengerikan itu, disponsori oleh Profesor Gani, yang telah menyewa jasa mereka selama kurang lebih empat tahun. Jika melihat situasi belakangan ini, jalinan kerja sama ini sepertinya akan berlangsung lebih lama lagi.Markas itu terletak jauh dari pemukiman penduduk, di tengah tanah

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12

Bab terbaru

  • POLIGRAF   Kehidupan

    Kila dan gerombolannya yang terdiri dari Kala, Pita, Tita, ibu Fatih, ibu Lavi, dan ibu Neta menunggu di depan pintu utama gedung pengadilan. Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, bercokol puluhan reporter dari berbagai media, baik koran, radio, atau daring seantero Kota Ryha, siaga menunggu kemunculan bintang utama sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit yang baru saja selesai digelar."Kok lo nggak ikutan gabung dengan para reporter di sana, Tita? Lagi malas kerja, ya? Ntar keduluan mereka cetak hot news loh!"Tita melirik saja kawanan yang dimaksud kakaknya dengan gestur nyaris tidak peduli."Biarin aja. Gue udah ajakin mereka buat gali lebih dalam kasus ini dan mereka nggak mau. Giliran Neta buat pengakuan aja mereka baru kalang kabut. Gue punya bahan berita yang lebih banyak dari mereka, gue kan ngikutin kasus ini dari awal. Tenang aja Kak, gue bakal pasang foto lo yang cantik di media daring gue."Mata Pita membulat riang mendengar janji adiknya. Ia kemu

  • POLIGRAF   Sidang Lanjutan

    "Sebenarnya, saya ingin membuat pengakuan, Yang Mulia."Hadirin sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit, yang lebih membludak daripada sebelumnya, tiba-tiba terdiam mendengar ucapan wanita berambut layer sebahu dan mengenakan sandang mahal yang duduk di kursi saksi di tengah ruangan.Ketua majelis hakim, pria berambut keabuan berwajah kebapakan itu memerbaiki gagang kacamatanya dengan ekspresi bingung kemudian mengangguk."Pengakuan apa, Saudara Saksi?"Wanita itu, Neta, tidak langsung menjawab. Ia justru menoleh ke jejeran kursi penonton sidang di belakang, ke arah Kala yang manggut-manggut menyemangati, Kila yang tersenyum, ibu Lavi yang terlihat ratusan tahun lebih tua, dan ibunya yang tidak berhenti menyemburkan tangisan sejak sidang dimulai, bahkan sejak ia duduk di ruangan itu.Setelah menghamburkan senyum lemah pada orang-orang itu, Neta memantapkan hati dan menoleh kembali ke meja majelis hakim."Sayalah yang telah membunuh Lavi di bukit menggunakan arsenik yang dicampur dal

  • POLIGRAF   Sadar

    Kelopak mata Kala tersentak membuka dengan napas berlarian. Bola matanya nyalang jelalatan menjelajahi tempatnya terkapar. Ia baru saja bersiap bangkit dan melanjutkan perlawanannya demi menyelamatkan Neta dari tindakan beringas Fikri dengan menggerakkan tangan kanannya ketika Kala sadar, setelah melihat infus, bahwa ia sudah tidak berada di hutan lagi.Kala memelototi plester yang menempel di kulit tangannya untuk menghimpun ingatan yang sempat berserakan karena tidak sadarkan diri selama dua hari di rumah sakit."Sudah sadar, Ka? Gimana keadaan lo? Ada yang sakit? Kepala lo udah baikan?"Kala menoleh ke sumber suara dan menemukan kakaknya tengah berdiri di dekat pintu. Penampilannya yang lusuh akibat kurang tidur, dengan sweater abu-abu yang sudah dikenakan berhari-hari, sama persis dengan ingatan Kala tentang wujud Kila sebelum ia pingsan."Gue pingsan berapa lama, Kak? Kakak nggak pernah mandi ya selama gue pingsan? Kok nggak pernah ganti baju?"Kila menyorot

  • POLIGRAF   Dapat

    "Lep ... passs ..."Setelah beberapa menit hanya bisa megap-megap, akhirnya Neta mampu menembakkan satu kata dari mulutnya dengan suara yang teramat rendah. Agak kurang tepat jika disebut berujar, lebih pas jika dikatakan sebagai bisikan.Tapi Fikri tidak mendengarnya, atau mendengar namun tidak peduli. Ia justru semakin mengencangkan cekikannya karena penghalang satu-satunya sudah tumbang. Sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangi untuk menyelesaikan urusannya dengan cucu tunggalnya yang cuma bisa memproduksi masalah itu.Kala sendiri tengah terkapar di tanah, persis di sebelah kaki Fikri. Dengan kelopak mata yang sudah teramat ingin menutup tapi dipaksa sebisanya untuk tetap terkuak, Kala menyaksikan adegan pembantaian itu tanpa bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk menggerakkan sepotong jarinya.Fikri melirik sinis ke arah Kala di samping bawahnya kemudian menyeringai, merasa luar biasa riang dengan situasi ini. Setelah selesai dengan Neta, Fikri baru akan

  • POLIGRAF   Cari

    Kila memanjang-manjangkan leher dengan ekspresi resah. Sudah tiga puluh menit ia mencari Kala begitu menyadari bahwa adiknya tidak berada di lokasi kecelakaan.Saat polisi dan ambulans kota sebelah telah tiba di tempat terjadinya insiden, Kila yang mengetahui kalau Neta dan kakeknya tidak terdeteksi di manapun dari keterangan Citra berniat mengajak Kala untuk mencari mereka secara berjamaah.Tapi, Kila justru dibuat risau ketika matanya menjelajahi seantero jalanan, sela-sela mobil yang terlibat tabrakan, di antara masyarakat yang menonton, bahkan sampai memeriksa mobil yang terkapar di aspal, siapa tahu Kala sedang berurusan dengan orang yang terjebak di dalamnya, dan tidak menemukan adiknya."Bu Citra, apa Anda pernah melihat adik saya?"Citra yang juga sibuk mengidentifikasi lokasi demi mencari ayahnya dan Neta menoleh dengan raut kalut. Bagaimana bisa ia memerhatikan kehadiran manusia lain saat dua orang keluarganya lenyap?"Tidak, Bu Kila. Saya tidak pernah melihat adik Anda. Say

  • POLIGRAF   Bangkit

    "Sakit, Kek. Lepaskan!"Kesadaran Kala terhimpun kembali dan telinganya menjaring kalimat yang diteriakkan Neta itu. Berupaya keras membuka kelopak matanya yang serasa diselotip, Kala mencoba mengingat apa yang telah menimpanya dan di bumi bagian mana ia terkapar saat ini.Begitu kelopak matanya terkuak, hal pertama yang dilihat Kala adalah bidang luas halus berwarna biru muda: langit. Mengerjap beberapa kali dengan susah payah, Kala bisa merasakan tanah di bawah punggungnya dan menyadari kalau ia tengah terbaring di alam, entah apa sebabnya. Yang jelas bukan dalam rangka menikmati pemandangan karena setiap senti tubuhnya terasa sakit."Jawab! Kamu tahu anak muda itu bisa deteksi kebohongan, kan? Makanya kamu melepaskannya dari pegangan Kakek karena kamu tahu itu bisa membunuhnya?"Hardikan itu begitu mengagetkan sampai kelopak mata Kala tersentak, semua rasa berat dan lemah yang menggayutinya tiba-tiba lenyap, dan dengan satu gerakan cepat ia membangkitkan badannya agar duduk.Punggu

  • POLIGRAF   Sengaja

    Senyum mengerikan terpahat di wajah awet muda Fikri. Tatapannya pada Kala tak lagi seperti ingin mengusir. Sebaliknya, ia memberi Kala pandangan tertarik.Kala yang masih belum pulih sepenuhnya dari sakit kepala bertubi-tubi yang diperolehnya akibat menyentuh Fikri, sehingga kebanyakan menunduk, tidak menyadari perubahan ekspresi orang tua itu. Karena itu, ia sangat kaget saat tanah di depan matanya mempertontonkan sepasang sepatu pantofel berwarna hitam mengilat dari kulit asli.Saat mengangkat penglihatannya, Kala sampai tersentak ke belakang ketika menemukan muka Fikri yang hanya dihiasi sedikit kerut terpampang persis di depan hidungnya."Kemampuanmu sangat menarik sekaligus merepotkan, Anak Muda. Bagaimana rasanya bisa mendeteksi kebohongan? Menyenangkan? Tapi, sepertinya tidak terlalu membahagiakan kalau melihat bagaimana kamu kesakitan tiap menyentuh orang yang berbohong. Bagaimana kalau saya membantumu lepas dari kesakitan itu?"Tidak mengerti dengan yang dim

  • POLIGRAF   Ricuh

    "Apa? 20 tahun? Untuk kejahatan yang tidak anakku lakukan? Anda sudah sinting, Bu Jaksa?"Auman kemurkaan ibu Fatih menyambut usai Irsita menyampaikan tuntutannya. Dengan wajah aslinya yang berbedak kedengkian jaksa itu menoleh ke belakang, memberi wanita fashionable yang duduk di kursi penonton sidang barisan depan itu tatapan merendahkan."Jaga ucapan Anda, Bu. Anda tidak tahu sudah mengatai siapa? Kalau Anda tidak hati-hati, saya bisa menjadikan Anda menyusul putra Anda untuk duduk di kursi terdakwa."Ibu Fatih meradang mendengar ancaman Irsita. Ia sudah nyaris melompati pembatas kayu antara kursi penonton sidang dengan meja saksi beberapa meter di depannya, kalau tidak sigap ditahan oleh suami dan anak perempuannya."Lepaskan saya, Pak, Veli. Saya harus menghajar wanita jelmaan setan itu. Lepas!"Bunyi palu yang dipukul oleh pria berambut keabuan yang teronggok di kursi ketua majelis hakim menyadarkan ibu Fatih. Ia pun kembali duduk di kursinya dengan mata masih mendelik pada Irsi

  • POLIGRAF   Kecelakaan

    Kala memekik saat menyaksikan iringan mobil di depan mereka berpartisipasi dalam kecelakaan beruntun. Kila pun bereaksi sama dan cepat-cepat menghentikan mobilnya. Jarak mereka dengan mobil di depannya yang memang dijaga Kila agar tidak terlalu dekat, dalam rangka pengintaian yang dilakukan, membantu mereka tidak ikut serta dalam kekacauan itu."Apa yang terjadi, Kak? Kok mereka pada kecelakaan?"Kala berteriak setelah kakinya memijak bumi begitu keluar dari mobil yang telah dibawa Kila agak menjauh dari lokasi insiden."Gue juga nggak tahu, Ka. Sebentar, gue telpon polisi dan ambulans dulu."Mengangguk sekadarnya, Kala meninggalkan kakaknya yang sedang berurusan dengan ponselnya dan berjalan mendekati mobil yang paling dekat dengan mereka.Semua pintu mobil terkuak, pertanda seluruh penghuni telah minggat. Kala melanjutkan penjelajahannya ke mobil lain di depannya dan mendapati pemandangan yang sama."Gue udah telpon polisi dan ambulans. Mereka sedang perjal

DMCA.com Protection Status