Share

Crazy Idea

Penulis: Yani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-09 22:30:07

“Tidak salah banyak perusahaan yang bekerja sama dengan Anda.”

Brian yang mendengar pujian tersebut tersenyum puas. Sebenarnya sudah sering sekali dia mendengar kalimat senada, tapi tetap saja hatinya tak pernah biasa.

Memiliki perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang komunikasi jelas tidak segampang yang dilihat orang. Banyak kerja keras dan juga usaha, naik turun bukan hal baru bagi mereka.

Brian memulai semuanya dari titik nol. Memulai dari hal kecil sampai bisa merengkuh banyak negara agar ikut bekerja sama dalam lingkarannya. Bahkan menyeleksi orang-orang yang bernaung dalam atap yang sama, bersinergi untuk mengembangkan perusahan tersebut sampai berhasil di titik ini.

“Saya harap kerja sama ini bisa berjalan dengan lancar,” timpal Brian, mengalami salah satu perwakilan dari Hong Kong.

Mereka sudah melalui meeting yang cukup panjang, saling memahami visi misi satu sama lain untuk mendapatkan kesamaan. Setelah mendapatkan penilaian yang cukup, pihak masing-masing mulai menimang keuntungan yang didapatkan masing-masing hingga terciptalah sebuah kesepakatan kerja sama.

Lyra yang sejak tadi berdiri di belakang Brian hanya memandang semuanya dengan datar. Meski begitu, otaknya tetap berkerja keras. Sang atasan yang tak lain adalah Brian sering meminta ulasan singkat setelah meeting tersebut. Lyra seakan tidak memiliki waktu untuk bersantai, kecuali malam hari saat tertidur.

“Lyra, setelah ini saya tidak ada jadwal, kan?” tanya Brian, memandang sang asisten yang sigap mengecek notesnya.

“Tidak ada, Pak.”

“Bagus,” Brian berdecak puas. Dia segera mengirim pesan pada sang sopir. “Kita pergi setelah ini,” katanya, kembali memasukkan ponsel ke dalam saku jas.

Lyra yang mendengarnya mengerutkan kening dalam, membenarkan letak kaca mata besarnya yang hampir merosot. “Kita mau ke mana, Pak?” tanyanya yang tidak bisa diam

Brian tidak langsung menjawab. Dia memilih berjalan keluar yang langsung diikuti oleh Lyra. Mereka tidak beriringan, karena Lyra selalu menjaga jarak dan berjalan di belakang, memberi jarak dengan sang atasan. Brian sendiri tidak peduli dengan hal tersebut. Dia lebih mementingkan sopir yang mungkin sudah berada di luar.

“Masuk, kita perlu menikmati keberhasilan tadi,” kata Brian yang mengagetkan Lyra.

Lyra menatapnya dengan aneh. Seakan Brian sedang mabuk dan tidak sadar dengan ucapannya barusan. Pasalnya sejak dulu, Lyra sangat tahu sang atasan tidak pernah mau berlama-lama dengannya kecuali urusan pekerjaan.

“Maaf?” Lyra merasa pendengarannya yang bermasalah. “Kita mau ke mana, Pak? Sepertinya tidak ada lagi meeting.”

Brian memutar bola mata malas. “Jangan banyak tanya,” katanya dan segera masuk di kursi belakang. Sangat malas untuk membuang waktu dengan mendebat sang asisten.

Lyra menurut. Dia segera membuka pintu samping kemudi, duduk di dekat sopir seperti biasanya.

Selama perjalanan, Lyra menyibukkan diri dengan membuka email dan mencatat sesuatu yang penting. Ini dilakukannya karena Lyra yakin setelahnya dia tidak akan bisa begadang. Otaknya sudah keruh dengan kantuk yang perlahan datang. Namun rupanya Brian pun tidak membiarkannya bebas begitu saja. Sekarang Lyra harus menahan diri agar tidak kembali bertanya tujuan mereka.

Padahal otaknya sudah banyak berharap istirahat. Apalagi tubuhnya juga lelah, meronta meminta ranjang.

Hingga setengah jam kemudian, mobil berhenti di parkiran klub yang cukup terkenal. Klub yang biasanya didatangi kalangan atas seperti Brian ini.

Lyra menatap sang atasan dengan tatapan aneh. “Pak?”

“Turun!” perintah Brian yang sudah turun lebih dulu.

Lyra lagi-lagi menurut. Dia segera mensejajarkan langkahnya, dengan gerakan tak terkira mencekal lengan pria itu secara spontan. Namun, hanya berlangsung beberapa detik, Lyra langsung melepaskannya, seakan sadar sudah melakukan hal lancang. “Maaf,” sesalnya dengan kepala menunduk berkali-kali.

Brian pun juga sempat terkejut. Tidak menyangka dengan sentuhan kecil begitu saja membuat sesuatu seakan meledak dalam perutnya. Dia kembali menatap Lyra yang sedikit tidak tenang, tidak seperti biasanya.

“Pak, saya izin pulang saja, ya.” Lyra memandang sekitaran dengan cemas, ketara sekali dia langsung tidak suka dengan situasi saat ini. Apalagi semakin malam, semakin banyak orang-orang yang berdatangan.

Brian makin mengerutkan keningnya. Merasa bingung dengan ucapan wanita itu yang terlalu cepat. Namun, dia masih cukup jelas menangkap maksudnya. “Kenapa?”

Lyra tampak ragu. Dia tidak tahu bagaimana menjelaskan pada sang atasan. Meski dia adalah wanita dewasa, tidak sekalipun dia memasuki tempat itu. Baginya, pekerjaan sudah cukup menjajah banyak waktu. Apalagi di dalam sana, Lyra yakin bukan hanya tempat orang berpesta minuman, tapi juga wanita. Memikirkannya saja, dia sudah bergidik.

Brian yang sudah habis kesabaran, berdecak keras. “Sudah jangan banyak alasan. Kita masuk dan berpesta di sana!” katanya dengan suara dingin.

Setelahnya belum ada perdebatan lagi, Lyra kembali mengikuti dalam diam. Tidak bisa menolak, tidak bisa berasalan pergi. Sepertinya dia memang harus bertahan beberapa jam di dalam sana.

Seperti yang sudah diperkirakan, di dalam sana lautan manusia memadati ruangan yang cukup besar. Musik berdentum dengan sangat keras. Beberapa orang di dance floor berjoget, menggoyangkan tubuh dengan lihai. Tampak sangat bebas dan liar. Beberapa lagi, di tempat yang cukup remang, beberapa pasangan berbuat hal yang sangat intim.

Lyra sampai berkali-keli membuang wajah, enggan mendapatkan tontonan tersebut. Sampai mereka tiba di sebuah sudut ruangan dengan dua sofa panjang yang melingkar. Sepertinya tempat itu sudah menjadi hak paten sang atasan. Karena sejak tadi tidak ada yang berani menempati sofa panjang tersebut.

Baru saja duduk, seorang wanita berpakaian seksi menghampiri mereka. Tanpa aba-aba segera mendudukkan diri di pangkuan Brian. Kedua tangannya mengalung, mendekatkan wajahnya dengan tatapan sensual.

“Mau bersenang-senang?” tanya wanita itu, tepat di depan bibir Brian

Brian menyeringai, menyambut dengan tangan terbuka. Tanpa membuang waktu, dia segera meraih tengkuk wanita yang entah siapa namanya. Ini nikmat yang tidak boleh dilewatkan. Mereka terus berciuman dengan panas, saling melumat dan menyecap rasa masing-masing. Bunyi decapan dua bibir tersebut masih bisa terdengar oleh Lyra.

Lyra yang duduk di sofa yang sama, meski cukup menjaga jarak jelas melihat tontonan tersebut secara langsung. Dia sampai membelalakkan mata, tak percaya sang atasan melakukan hal mesum tepat di depannya.

Ini pertama kalinya. Karena sejak dulu, Brian selalu menyewa ruangan sendiri untuk menuntaskan hasratnya. Dia tidak pernah melakukannya di tempat terbuka. Namun, melihat ekspresi Lyra dari ekor matanya membuat Brian merasa tertantang. Dia tersenyum di sela ciumannya, sebuah ide gila muncul di kepalanya. Tujuannya hanya satu; ingin melihat reaksi sang asisten yang biasanya selalu kaku, tanpa ekspresi.

Brian dengan nakal mengusap sepanjang paha wanita dalam ciumannya. Semakin ke atas, elusannya makin pelan dan mengundang gairah. Membuat wanita itu makin ganas mencium, sesekali mengigit bibirnya. Brian membiarkan saja, padahal ekor matanya tak pernah lepas menatap Lyra yang terus terpaku.

Apalagi saat wanita tersebut mendesah diselingi pekikan kencang, wajah Lyra makin memerah. Brian memang sengaja memasukkan jarinya, menyentuh titik terbasah di dalam sana dan memainkannya dengan pelan, sesekali gerakan acak yang membuat wanita itu menggelinjang keenakan.

“Shhh … faster, babyyy!” desah wanita itu, makin menggerakkan bokongnya, mengejar jari Brian di dalamnya.

Lyra merasa udaranya menipis. Bukan dirinya yang dicumbu, tapi tubuhnya yang merasa panas. Ini tidak bisa dibiarkan. Dia tidak boleh terlalu lama melihat pemandangan tersebut. Apalagi dia merasakan sesuatu yang basah di pangkal pahanya. Dengan terburu-buru, Lyra segera berdiri. Dia harus menghindar.

Namun, Brian seakan tak membiarkannya mudah. Pria itu menghentikan cumbuannya dengan sang wanita, dan beralih menatap Lyra. “Kamu mau ke mana?” tanyanya dengan suara keras.

Lyra tampak linglung, menatap segala arah hanya untuk mengulur waktu sementara otaknya bekerja keras mencari alasan. “Saya ke toilet dulu, Pak,” pamitnya terburu. Tanpa mendengar jawaban sang atasan, Lyra ngacir dari sana. Sudah tidak tahan bersikap biasa saja.

Sementara Brian tersenyum puas. Sedikit menangkap gelagat sang asisten yang tidak pernah dilihatnya sejak dulu. Setelahnya dia kembali bercumbu, sembari menunggu Lyra datang lagi.

To Be Continued ... 

Bab terkait

  • POISONED LOVE   Dark Night

    Lyra meraup wajahnya yang tampak pucat. Sapuan make up tipis sudah memudar bahkan hilang, meninggalkan sisa wajahnya yang polos. Lipstik nude kesayangannya bahkan ikut menghilang. Maklum, semua produk yang digunakannya hanya make up murahan. Meski gajinya lumayan tinggi sebagai seorang asisten, Lyra tetap tidak bisa bertindak boros. Apalagi masih banyak hutang yang harus segera dilunasinya.Lyra menatap pantulan wajahnya di cermin. Menatap wajah basahnya dengan jejak air yang masih menetes.“Sialan!” rutuknya berkali-kali. Ini karena ulah atasannya. Lyra merasa meriang membayangkan kejadian Brian dengan wanitanya tadi.Ada sesuatu yang asing, mendebarkan dalam hatinya. Melihat secara langsung adegan panas tersebut membuatnya merasa panas dan basah bersamaan. Meski dia selalu menampilkan wajah datar, tetap saja Lyra tidak bisa menampik keras perasaan asing tersebut. Rasa lumrah yang muncul seiring dengan kedewasaannya. Ada r

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-10
  • POISONED LOVE   Crazy Boss

    Lyra menatap Brian dengan wajah basahnya, bibirnya bergetar. Namun, dia masih berusaha berdiri, meski kakinya terasa seperti jelly.“Pulang.” Hanya itu yang mampu diucapkannya. Dia tidak mau semakin lama di sini.Brian yang sejak tadi memandangnya, akhirnya mengangguk. Dia mengulurkan tangan, bermaksud mambantu wanita itu. Namun alih-alih menyambut uluran tersebut, Lyra malah melewati sang atasan dengan langkah tertatih. Dia memeluk dirinya sendiri. Bukan saja karena udara malam yang menusuk kulitnya, tapi bayangan kejadian tadi cukup membuat bekas ketakutan tak mau juga hilang.Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Lyra masuk lebih dulu ke kursi depan, mendudukkan diri di sana. Dia memejamkan mata, agar tidak ada pertanyaan yang diberikan Brian.Sementara Brian masih belum berhenti dengan rasa penasarannya. Keadaan Lyra lengkap dengan tatapan kesedihan itu berhasil menarik rasa empatinya yang sempat hilang. Dia melihat sisi lain dar

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-11
  • POISONED LOVE   Thans, Sir!

    Hari berikutnya, semua kembali seperti semula. Lyra dengan kesibukan yang tidak pernah selesai dan Brian masih dengan hobinya membawa wanita di sela pekerjaannya. Lyra hanya diam saja, tidak peduli dengan kegiatan pria itu sepeti sebelumnya. Selama Brian tidak menganggu pekerjaannya dengan menyuruh wanita yang datang dan mengaku memiliki anak dari pria itu. Hal biasa, yang sudah diatasi oleh pihak keamanan. Lyra menggeleng, ngeri juga dengan hobi pria itu.“Lyra, nanti malam kamu ikut saya ke London.”Lyra lekas mendongak saat mendengar suara yang sudah akrab dengan telinganya. Dia menatap Brian dengan bingung. “Maaf?”Pria itu sangat panjang umur, pikir Lyra. Baru saja dipikirkan, tahu-tahu sudah muncul di depannya, bahkan dia tidak sadar sejak kapan Brian keluar dari ruangannya.Brian yang sudah berdiri di depan meja Lyra, menatap wanita itu dengan tajam. apa sejak kejadian beberapa hari lalu, fungsi telinga wanita itu bermasalah

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-14
  • POISONED LOVE   Being a Crazy Man

    Brian sesekali menatap sang asisten yang duduk bersebrangan dengannya. Sejak tadi wanita itu memasang aksi bungkam seribu kata. Bahkan wajahnya kembali datar, tidak ada ekspresi apa pun. Mereka tidak terlibat dalam satu obrolan, kecuali masalah jadwal di London nanti.Brian mendengus, sampai kapan dia akan terus memperhatikan eskpresi Lyra. Hanya karena pernah melihat wanita itu bersemu dan menangis dalam satu malam, Brian selalu dibuat penasaran setelahnya. Apalagi gairahnya selalu tersulut pada wanita yang tidak akan ditidurinya.“Sorry, Sir. Apa ada yang bisa saya bantu?”Sebuah suara dari seorang pramugari cantik menyapa gendang telinganya. Brian mengalihkan perhatian, menatap penampilan pramugari tersebut dari atas ke bawah. Dia sedikit tidak asing dengan wajah wanita itu.Dia memberikan senyum miring saat melihat tatapan penuh arti dari sang pramugari. Tanpa diucapkan, dia tahu wanita itu berusaha menggodanya. Apalagi dengan dua

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • POISONED LOVE   I am (not) Jealous

    Lyra bangun dengan tubuhnya yang terasa segar. Rasanya ini pertama kali baginya bisa tidur nyenyak tanpa bayangan pekerjaan kantor yang menghantui setiap saat. Lyra tersenyum, menatap langit-langit kamar, tapi sesaat kemudian dahinya mengerut samar. Lyra seakan tersadar ini bukan kamarnya, terlalu besar dan bersih. Dengan gerakan cepat, Lyra merubah posisinya menjadi duduk. Dia mengucek matanya berkali-kali, memastikan tempatnya saat ini. Iya, ini bukan tempatnya.Dia berusaha menggali ingatannya yang sempat blank sehabis bangun tidur. Hingga ingatannya terakhir kali berhenti di pesawat sebelum take off.“Holly shit! Jangan bilang aku ketiduran?” Lyra menggigit bibir bawahnya dengan gemas. Jika benar dirinya tertidur, jelas ada yang membantunya ke kamar ini. Dalam artian menggendongnya. Lyra makin memaki dirinya sendiri. Jika benar ada yang menggendongnya, maka siapa?Siapapun itu, dia berharap bukan Brian. Sungguh, rasanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • POISONED LOVE   Kissing

    Lyra tak hentinya menatap pergelangan tangannya yang dipegang erat dan punggung pria yang berjalan di depannya dengan kening berkerut. Ribuan tanda tanya bersarang di otaknya. Apalagi dengan keputusan sang atasan yang dinilainya terlalu gegabah, sulit dimengerti.Pasalnya kerja sama ini bernilai besar, terlalu besar hingga sayang sekali dilewatkan. Dan seorang Brian, malah memutuskan semua sepihak dengan enteng padahal keberhasilan tinggal di depan mata. Mereka hanya tinggal tanda tangan dan semua sepakat.Lyra menggeleng, semakin tidak bisa membaca jalan pikiran pria itu. Memang, pria sangat rumit.“Apa pun pertanyaan yang berada di otak kecilmu itu, tidak akan saya jawab,” kata Brian yang sudah berhenti dan berhadapan dengan Lyra. Dia sejak tadi memperhatikan bagaimana kening Lyra yang terus berkerut dan menggangu pemandangannya.Lyra hampir memutar bola matanya, tapi ditahan sekuat tenaga. Sebagai gantinya, dia tersenyum sopan, berusaha tid

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • POISONED LOVE   Just Mine

    Brian memandang jam di pergelangan tangannya. Sudah dua jam dan wanita itu belum juga keluar. Padahal dirinya sendiri tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan diri.“Dia sedang dandan atau tenggelam?” dumelnya dengan nada kesal. Malam ini sesuai dengan tujuan kemari, mereka akan menghadiri sebuah pesta besar relasi bisnisnya. Brian memang tidak pernah melewatkan satupun undangan dari relasinya, karena saat itu dia bisa mengenal orang baru sekaligus membangun koneksi. Di beberapa kesempatan, dia juga mendapatkan teman ranjang. Namun, kali ini sepertinya hasrat untuk melakukan hal terssebut tidak ada sedikit pun.Brian berusaha bersabar, sedikit lagi. Sambil menunggu Lyra keluar, dia menyibukkan diri dengan ponselnya. Menghubungi karyawannya yang bertugas menghadle pekerjaannya selama di London. Meski tidak berada di sana, dia tidak pernah sedetik pun lepas tangan terhadap perkembangan perusahaan dan masalah sekecil apa pun.Sampai lima belas menit k

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • POISONED LOVE   Something Wrong

    “Sir, maksud Anda tadi apa?”Lyra langsung menutut penjelasan dari sikap Brian selama di pesta tadi. Selama di pest, Brian merangkul pinggangnya dengan posesif, sama sekali tak terlepas walau hanya sedetik. Lyra harus menahan perasaan risihnya mendapatkan tatapan orang-orang padanya.Beberapa wanita memberikan tatapan iri dan penuh penilaian. Mungkin mereka cukup asing dengan wajahnya yang mengalami banyak perubahan. Sedangkan para pria memberikan tatapan mesum yang membuarnya muak. Beruntung Brian memberikan teguran meski secara tidak langsung. Lyra yakin, beberapa hari lagi gossip tentangnya dan Brian akan muncul di majalah gossip. Memang, semua hal tentang pebisnis muda itu sangat menarik khalayak yang haus berita.“Sir?”“Apa?” Brian membalikkan tubuhnya hingga bisa berhadapan dengan Lyra. Alisnya sedikit terangkat memperhatikan wajah Lyra yang tampa kesal. “Wajahmu jelek sekali.”Lyra hampir mend

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18

Bab terbaru

  • POISONED LOVE   Perdebatan Berakhir Kecupan

    Setelah merasa lebih baik, Lyra memaksa untuk pulang. Dia tidak pernah betah berada di rumah sakit, apalagi dengan bau obat-obatan yang menyiksa hidung. Beruntung kali ini Brian menyetujui permintaannya dengan mudah. Namun ternyata lelaki itu menyiapkan hal lain yang lagi-lagi membuat Lyra menarik napas lelah. Bagaimana tidak? Jika setelah dia pulang dan kembali ke mansion itu, Brian langsung membacakan surat perjanjian di mana semua pointnya sangat memberatkan baginya. Secara tidak langsung, Brian seakan ingin mengurungnya dalam sangkar emas yang lelaki itu buat.“Tapi aku pengen kerja, Brian!” tegas Lyra dengan tatapan kesalnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada, Lyra memberikan tatapan menantang pada lelaki itu.Namun bukannya kesal, Brian malah merasa gemas sendiri. Dia mati-matian menahan diri untuk tidak mencium perempuan itu dan membawanya ke atas ranjang. Otaknya masih berpikir dengan waras. Dia tidak mau Lyra sampai takut karenanya. Apalagi dari laporan yang Athes berika

  • POISONED LOVE   Tempat Berlindung

    Sudah beberapa jam yang dilakukan Brian hanya duduk dengan tatapan terus tertuju pada Lyra, seakan semenit saja dia mengalihkan pandangan, perempuan itu akan musnah. Rasa khawatirnya belumlah reda sejak tadi. Perasaan asing yang tidak menyenangkan. Brian tidak pernah memiliki kepedulian sebesar ini sebelumnya. Dia bukan orang yang memiliki empati besar. Namun saat berhubungan dengan Lyra, dia seakan menjadi orang baru.Tatapannya tertuju pada kening perempuan itu yang mengerut. Dalam keadaan tidak sadar saja, Lyra masih saja resah. Brian mengulurkan tangan, mengelus kening perempuan itu dengan lembut. Dia seakan ingin menghilangkan segala keresahan atau mimpi buruk yang Lyra alami. "Seberapa buruk mimpimu, huh?" tanyanya dengan suara yang hampir berbisik. "Sangat buruk." Lyra tiba-tiba menjawab. Kelopak matanya yang tadi tertutup, perlahan terbuka. Perempuan itu mengerjap pelan, menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke retina matanya. Merasakan keberadaan seseorang di sekitarnya

  • POISONED LOVE   Tell about Xero Albertus

    Beberapa saat menunggu, Brian mulai heran karena Lyra belum juga kembali. Dia melihat ke arah jalannya toilet, tapi belum ada tanda-tanda kehadiran perempuan itu. Saat dia ingin menghubungi Lyra, perempuan itu malah meninggalkan ponselnya di atas meja.Brian menghembuskan napasnya dengan lelah. Dia mulai khawatir dengan perempuan itu. Tidak mau semakin menduga sesuatu yang buruk, Brian berdiri dan beranjak menuju toilet wanita.Semakin mendekati pintu, telinganya malah menangkap suara aneh. Keningnya berkerut samar. Dia mendengar teriakan frustasi yang tak asing di pendengarannya. Brian semakin mempercepat langkah kakinya dan mendobrak pintu sampai menghasilkan suara benturan yang keras.Tatapannya langsung membola saat menangkap pemandangan Lyra yang meringkuk di depan wastafel. Tanpa membuang waktu, Brian segera menghampiri perempuan itu. Membawa tubuh Lyra ke dalam pelukannya. Dia menepuk pipi chubby Lyra,

  • POISONED LOVE   Mysterious People 2

    Setelah hampir dua jam lamanya berbelanja, akhirnya Lyra bisa menarik napas lega. Semua belanjaan sudah dibawa oleh suruhan Brian, sementara dirinya kembali dengan tangan kosong. Memang dia tidak perlu kesusahan menenteng belanjanya, tapi tetap saja kaki dan tangannya lelah karena harus mondar-mandir mencoba dan mencari pakaian seperti keinginan Brian.Apalagi dengan keberadaan Brian yang membuat kepalanya makin pusing. Brian dengan otak mesumnya kadang membuatnya ingin melempar lelaki itu ke luar angkasa. Namun jelas hal itu tidak mungkin terjadi. Jangankan melempar Brian, mendorong lelaki itu saja tenaganya tidak kuat.Lyra hanya memasang wajah kesal dan mengatupkan bibirnya rapat. Bahkan mengabaikan Brian yang sejak tadi memancingnya bicara."Kita makan dulu?" Tawaran lelaki itu seperti sebuah perintah mutlak yang tidak bisa ditolak.Lyra memberikan tatapan sinisnya. Dia masih kesal ka

  • POISONED LOVE   mysterious people 1

    Setelah lolos dari godaan Brian, Lyra kembali melanjutkan menghidangkan masakannya di meja makan. Sementara Brian sudah berlalu ke kamarnya untuk membersihkan diri. Lyra memegang dadanya yang sejak tadi berdetak tak normal. Sentuhan dan segala tentang Brian memang patut diwaspadai mulai saat ini. Lelaki itu cukup membawa pengaruh untuknya.Suara langkah kaki yang mendekat berhasil menarik kembali atensinya. Lyra menoleh dan mendapati Brian yang sudah segar dengan penampilan santainya. Lyrra segera mengalihkan tatapannya, merasakan pipinya yang memerah hanya karena melihat penampilan lelaki dan mengingat kegiatan mereka barusan.“Ayo makan,” katanya, sembari mengambilkan nasi dan diletakkan pada piring lelaki itu. Lyra seakan tak sadar bahwa tindakannya membuat Brian menaruh perhatian penuh. Tatapan lelaki itu sangat lekat, mengikuti setiap pergerakan kecil yang dilakukan Lyra. Bahkan tanpa disadari siapapun, ada senyum tipis yang terbit di bibirnya.

  • POISONED LOVE   Roti Sobek

    Lyra memasukkan irisan bawang merah, bawang putih, dan cabai merah ke dalam wajan. Tangannya yang lentik mulai menumis hingga harumnya tercium tajam dan membuat Lyra memejamkan mata pelan, menikmati aroma masakan sederhana yang dibuatnya saat ini. Hanya nasi goreng dengan telur ceplok yang sudah diirisnya kecil-kecil sebagai hiasan. Kemudian Lyra sibuk menyiapkan makanannya ke meja makan. Menatanya dengan rapi dan juga menuangkan air putih di dua gelas yang berbeda. Lyra berdecak melihat hasilnya. Semua sudah selesai. Kini dia hanya perlu memanggil Brian agar bergabung dengannya. Pria itu pasti masih di ruang fitness pribadinya. Dengan pemikiran itu, Lyra segera melangkah ke lantai atas. Sudah lima hari tinggal di sini, sedikit banyak dia mulai paham seluk beluk setiap ruangannya. Bahkan Brian pernah mengajaknya berkeliling di apartemennya ini. Sungguh luas dan mewah. Bangunan ini seperti dua apartemen yang dijadikan satu bangunan. Dan tebakannya ternyata be

  • POISONED LOVE   Sorry

    Lyra berusaha untuk tidak memukul pria di depannya ini. Sejak keluar dari rumah sakit, sikap Brian sangat menyebalkan. Selain memaksanya menghilangkan sikap formal antara atasan dan bawahan, pria itu dengan seenaknya membawanya tinggal bersama di apartemen mewah pria itu. Demi Tuhan, Lyra memang mengizinkan Brian berada di sekitarnya, tapi bukan berarti lelaki itu harus selalu menempel begini. Lama-lama Lyra yang menjadi risih sendiri. Dia sudah berusaha mengusir Brian dengan cara baik-baik sampai kasar. Namun semua kalimatnya seakan masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.“Bri, kamu nggak ada kerjaan lain?” tanya Lyra dengan wajah yang sudah menahan kesal. Dia berusaha sabar, memasang senyum lebar yang membuat pria itu kesenangan.Brian yang rebahan dengan paha Lyra sebagai bantalannya malah semakin menikmati posisinya. Matanya terpejam dengan senyum tipis yang terukir di sana. Dia rela tidak ke kantor hanya untuk menemani Lyra di apartemennya.

  • POISONED LOVE   Semakin Dekat

    Setelah menyelesaikan urusannya, Brian kembali ke rumah sakit. Dia seperti enggan meninggalkan Lyra lebih lama. Rasanya berjauhan dengan perempuan itu sudah cukup menyiksa. Anggap saja Brian berlebihan. Nyatanya semua tentang perempuan itu selau berhasil membuatnya gila. Dia sudah menyerahkan urusan Donna pada kedua kawannya. Terserah mau diapakan, bahkan dilenyapkan pun, dia tidak masalah. Malah semakin bagus, artinya berkurang hama di sekitarnya. Tiba di ruang rawat Lyra, dia malah menangkap sosok wanita asing dalam ruangan itu. Wanita yang tengah berbincang dengan sangat akrab dengan Lyra. Tatapan Brian mengerut, dia berusaha menilai wanita asing itu. Setelah tidak menemukan hal yang mencurigakan, Brian bisa mendesah lega. Dia mendekati Lyra yang hanya diam menatapnya. “Kamu sudah makan?” tanyanya dengan tatapan lembut. Berusaha memberi kesan baik pada perempuan sakit itu. Lyra mengangguk sekali. “Obatnya sudah diminum?” Lyra kembali mengan

  • POISONED LOVE   Usulan Mendekat

    Seperti dugaannya, saat Lyra menghubungi Bella dan mengabarkan keadaannya, wanita itu panik dan langsung mendatanginya ke rumah sakit. Bahkan sejak pertama menginjakkan kakinya di ruang rawat, Bella tidak berhenti bicara dan mengomelinya panjang lebar. Wanita itu selalu memiliki tenaga lebih untuk bicara.Lyra sampai berkali-kali memutar bola matanya malas. Dia menatap tingkah Bella yang seperti seorang ibu yang tengah memarahi anaknya. Dia tahu wanita yang merangkap menjadi temannya itu hanya khawatir padanya.“Lain kali kamu jangan lemah. Jika ada yang menindas, langsung lawan!” ujar Bella dengan nada suara yang menggebu-gebu. Dia jelas sangat geram mendengar cerita Lyra yang dibully oleh Donna. Meski tidak pernah bertatapan secara langsung, dia cukup tahu banyak tentang model tersebut.“Cih, dia hanya menjual tubuh untuk mendapatkan ketenaran instan saja sok sekali. Kalo ketemu, aku rontokin rambutnya,” komentarnya penuh ancaman. Wajah

DMCA.com Protection Status