Home / Romansa / POISONED LOVE / I am (not) Jealous

Share

I am (not) Jealous

Author: Yani
last update Last Updated: 2021-04-16 23:37:24

Lyra bangun dengan tubuhnya yang terasa segar. Rasanya ini pertama kali baginya bisa tidur nyenyak tanpa bayangan pekerjaan kantor yang menghantui setiap saat. Lyra tersenyum, menatap langit-langit kamar, tapi sesaat kemudian dahinya mengerut samar. Lyra seakan tersadar ini bukan kamarnya, terlalu besar dan bersih. Dengan gerakan cepat, Lyra merubah posisinya menjadi duduk. Dia mengucek matanya berkali-kali, memastikan tempatnya saat ini. Iya, ini bukan tempatnya.

Dia berusaha menggali ingatannya yang sempat blank sehabis bangun tidur. Hingga ingatannya terakhir kali berhenti di pesawat sebelum take off.

“Holly shit! Jangan bilang aku ketiduran?” Lyra menggigit bibir bawahnya dengan gemas. Jika benar dirinya tertidur, jelas ada yang membantunya ke kamar ini. Dalam artian menggendongnya. Lyra makin memaki dirinya sendiri. Jika benar ada yang menggendongnya, maka siapa?

Siapapun itu, dia berharap bukan Brian. Sungguh, rasanya dia tidak punya wajah bila bertemu dengan sang atasan. Terhitung dua kali dia menyusahkan pria itu. Lyra memukul kepalanya berkali-kali. Memaki sifatnya yang terlalu kebo.

“Sudah selesai melamunnya?”

Lyra terlonjak kaget. Dia meraba dadanya, mengelusnya perlahan. Hampir saja dia mendelik kesal karena ulah pria itu. Namun, kalimatnya harus tertelan kembali. Lyra tidak mau dipecat begitu saja.  

Dengan pelan, Lyra menoleh ke sumber suara. Matanya hampir keluar sangking kagetnya melihat pemadangan yang tersaji. Bagaimana bisa pria dengan tenang berdiri hanya memakai handuk yang tersampir di pinggangnya, menutupi asetnya yang menyembul di sana.

Lyra merasakan pipinya memanas. Dia mengalihkan perhatian, berdehem pelan untuk melegakan tenggorokannya.

“Ini kamar Bapak?” tanyanya, sekadar memastikan.

Brian yang baru selesai membersihkan diri memberikan deheman. Dia melangkah santai melewati Lyra yang masih terpaku di atas ranjang. Entah sengaja atau tidak, Brian seakan tidak memperdulikan Lyra yang makin salah tingkah. Dia menuju lemari, membukanya dan mengambil beberapa setelan jas untuk dipakainya pada pertemuan nanti siang.

Sedangkan ada sisa waktu sekitar tiga jam untuk sekadar bersantai. Brian kembali menoleh pada Lyra yang masih memalingkan wajahnya. Dia tersenyum geli, tiba-tiba memiliki ide untuk mengusili wanita polos itu.

Tanpa menimbulkan suara, Brian menghampiri ranjang, berdiri di sampingnya  dengan jarak sangat dekat dengan wanita itu. Brian mencondongkan wajahnya, meniup pelan telinga wanita itu hingga si empunya terlonjak kaget.

Lyra hampir saja meloncat. Dia menatap tajam pada pria yang berdiri dengan wajah tak berdosanya. “Pak!” sentak Lyra kelepasan.

“Hum?”

“Anda sedang apa?” tanya Lyra. Kedua tanganya secara spontan menutup telinga, takut-takut pria itu kembali menggodanya.

Brian memberikan cebikan bibir. Masih dengan posisinya yang menunduk, tatapannya sangat intens. “Ternyata kamu tanpa kacamata kuda itu tidak terlalu buruk,” ujarnya santai.

Spontan Lyra meraba matanya. Ah, ya dia melupakan kacamatanya. Kedua netranya mencari di mana benda itu berada dan siapa yang meletakkannya. Dia kembali menatap Brian, memicing curiga pada pria itu. “Bapak taruh di mana kacamata saya?”

“Matamu normal, kan?” tanya Brian yang tak menggubris pertanyaan Lyra sebelumnya.

Lyra mengatupkan bibirnya rapat. Memasang ekspresi seakan enggan menjawab. Dia memang tidak memiliki masalah penglihatan. Kacamata itu hanya kacamata radiasi yang sangat nyaman dipakai. Dia sudah terbiasa dengan kacamatanya, jadi terasa aneh saat tidak menggunakan benda itu.

Brian yang melihat aksi wanita itu mengulum senyum. Dia kembali menegakkan tubuh, kedua tangannya saling terlipat di depan dada. Dia semakin merasa tertantang dengan sikap Lyra yang tidak sedikit pun melembut padanya. Wanita itu hanya memasang wajah formal yang sungguh membosankan.

“Jam 10 kita akan menghadiri rapat sebentar. Kamu masih punya waktu untuk membersihkan diri dan sarapan.”

“Hah? Rapat? Bukannya kita ke sini untuk menghadiri pesta?” tanya Lyra dengan wajah bingungnya. Seingatnya, pria itu tidak memiliki jadwal bertemu dengan klien di sini selain menghadiri pesta.

“Saya sengaja mengatur sendiri, kebelutan Mr. Pong juga berada di lokasi yang sama dengan kita,” jelasnya yang membuat Lyra mengangguk. “Dan selama di sini, saya tidak akan memberikan kacamata kudamu,” lanjutnya dengan senyum miring.

Lyra hampir menganga lebar mendengar ucapan pria itu. “Tapi—“

“Menurut! Saya bos kamu. Jadi, kamu dilarang protes,” tekannya dengan sikap bossy.

Lyra kembali mengatupkan bibirnya rapat. Menelan kembali kalimatnya. Dengan gerakan cepat, dia segera turun dari ranjang. Masuk ke kamar mandi tanpa menoleh lagi ke arah pria itu. dia sangat kesal dengan sikap pria itu yang sekarang suka semena-mena padanya.

***

Mr. Pong adalah salah satu dari ratusan kliennya. Lelaki tua dengan perut buncitnya. Tatapannya yang nakal tidak sedikit pun berpaling dari Lyra. Padahal sejak tadi Brian sudah memberikan lirikan tajam pada pria tua itu. Namun, tak sedikit pun digubris.

Lama-lama Brian merasa panas juga. Berkas yang sejak tadi dibacanya, dilemparkan dengan kasar sampai menarik perhatian orang di sana, tak terkecuali Mr Pong yang kaget dengan aksi tersebut.

“Sepertinya kita tidak bisa melanjutkan kerja sama ini,” putus Brian denga nada dingin.

Semua orang kembali terkejut. Mereka menatap Brian dengan lipatan di keningnya.

“Kenapa?” tanya Mr. Pong. Raut wajahnya cukup tersinggung dengan keputusan yang terlalu mengagetkan ini. Padahal ini kerja sama besar yang sudah mereka siapkan jauh hari. Hari ini hanya pembahasan final sebelum menuju tanda tangan kontrak. Namun, Brian malah sangat mudah membatalkannya.

Brian masih memasang wajah tenang, melipat kedua tangannya di depan dada. “Saya merasa tidak perlu bekerja sama dengan lelaki yang hanya bisa main-main. Apalagi sejak tadi Anda terus menatap asisten saya sampai dia risih,” jelasnya.

Mr. Pong tertawa rendah. “Anda bercanda?” tanyanya dengan senyum mengejek. “Reputasi kita dengan wanita sama-sama buruk. Bukan hal baru untuk menggoda bahkan meniduri wanita manapun, terutama asisten Anda yang mungkin pernah Anda cicipi,” ujarnya, mengejek Brian yang terlalu naïf.

Brian berdiri, dengan gerakan cepat meraih kerah kemeja lelaki buncit itu dan menariknya. Tatapannya nyalang, dadanya bergemuruh emosi mendengar kalimat penghinaan tadi.

“Kita memang memiliki reputasi buruk dengan wanita, tapi jelas kita berbeda. Saya tidak perlu melakukan usaha keras untuk membuat mereka mengangkang. Tapi Anda? Bahkan asisten saya menahan ekspresi muak sejak tadi,” katanya penuh penekanan. Brian tersenyum miring melihat wajah lelaki itu yang makin memerah.

Ingin sekali Brian melayangkan satu pukulan sekadar memberi pelajaran untuk lelaki tua itu. Dia sudah sangat geram dengan sikap kurang ajarnya, apalagi dengan tatapan yang terasa melecehkan Lyra. Brian tidak terima ada lelaki yang menatap Lyra seperti itu.

“Pak, lepasin Mr. Pong,” bisik Lyra degan suara bergetar. Dia jelas ketakutan melihat perdebatan di depannya itu. Dia meraih lengan kemeja Brian, menariknya sedikit agar pria itu lekas sadar. Apalagi beberapa pengunjung restoran menatap ke arah meja mereka penuh minat.

Brian yang mendengar suara Lyra, segera melepaskan cengkramannya dengan kasar. Dia merapikan penampilannya sendiri, sedang tatapannya masih tajam pada sang lawan.

“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Kerja sama ini batal,” putus Brian final.

Detik berikutnya, dia meraih lengan Lyra, menyeret wanita itu pergi dari sana. Langkahnya sangat mantap, berjalan dan meninggalkan tempat tersebut. Bahkan dia mengabaikan tatapan tajam mantan kliennya itu.

Biarlah dia kehilangan ribuan dollar. Brian merasa tidak rugi sama sekali. Perasaan marahnya cukup mahal sampai melayangkan dollar dengan mudah. Dam ini semua karena wanita yang sejak tadi berada dalam genggamannya.

Related chapters

  • POISONED LOVE   Kissing

    Lyra tak hentinya menatap pergelangan tangannya yang dipegang erat dan punggung pria yang berjalan di depannya dengan kening berkerut. Ribuan tanda tanya bersarang di otaknya. Apalagi dengan keputusan sang atasan yang dinilainya terlalu gegabah, sulit dimengerti.Pasalnya kerja sama ini bernilai besar, terlalu besar hingga sayang sekali dilewatkan. Dan seorang Brian, malah memutuskan semua sepihak dengan enteng padahal keberhasilan tinggal di depan mata. Mereka hanya tinggal tanda tangan dan semua sepakat.Lyra menggeleng, semakin tidak bisa membaca jalan pikiran pria itu. Memang, pria sangat rumit.“Apa pun pertanyaan yang berada di otak kecilmu itu, tidak akan saya jawab,” kata Brian yang sudah berhenti dan berhadapan dengan Lyra. Dia sejak tadi memperhatikan bagaimana kening Lyra yang terus berkerut dan menggangu pemandangannya.Lyra hampir memutar bola matanya, tapi ditahan sekuat tenaga. Sebagai gantinya, dia tersenyum sopan, berusaha tid

    Last Updated : 2021-04-30
  • POISONED LOVE   Just Mine

    Brian memandang jam di pergelangan tangannya. Sudah dua jam dan wanita itu belum juga keluar. Padahal dirinya sendiri tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan diri.“Dia sedang dandan atau tenggelam?” dumelnya dengan nada kesal. Malam ini sesuai dengan tujuan kemari, mereka akan menghadiri sebuah pesta besar relasi bisnisnya. Brian memang tidak pernah melewatkan satupun undangan dari relasinya, karena saat itu dia bisa mengenal orang baru sekaligus membangun koneksi. Di beberapa kesempatan, dia juga mendapatkan teman ranjang. Namun, kali ini sepertinya hasrat untuk melakukan hal terssebut tidak ada sedikit pun.Brian berusaha bersabar, sedikit lagi. Sambil menunggu Lyra keluar, dia menyibukkan diri dengan ponselnya. Menghubungi karyawannya yang bertugas menghadle pekerjaannya selama di London. Meski tidak berada di sana, dia tidak pernah sedetik pun lepas tangan terhadap perkembangan perusahaan dan masalah sekecil apa pun.Sampai lima belas menit k

    Last Updated : 2021-05-02
  • POISONED LOVE   Something Wrong

    “Sir, maksud Anda tadi apa?”Lyra langsung menutut penjelasan dari sikap Brian selama di pesta tadi. Selama di pest, Brian merangkul pinggangnya dengan posesif, sama sekali tak terlepas walau hanya sedetik. Lyra harus menahan perasaan risihnya mendapatkan tatapan orang-orang padanya.Beberapa wanita memberikan tatapan iri dan penuh penilaian. Mungkin mereka cukup asing dengan wajahnya yang mengalami banyak perubahan. Sedangkan para pria memberikan tatapan mesum yang membuarnya muak. Beruntung Brian memberikan teguran meski secara tidak langsung. Lyra yakin, beberapa hari lagi gossip tentangnya dan Brian akan muncul di majalah gossip. Memang, semua hal tentang pebisnis muda itu sangat menarik khalayak yang haus berita.“Sir?”“Apa?” Brian membalikkan tubuhnya hingga bisa berhadapan dengan Lyra. Alisnya sedikit terangkat memperhatikan wajah Lyra yang tampa kesal. “Wajahmu jelek sekali.”Lyra hampir mend

    Last Updated : 2021-05-18
  • POISONED LOVE   What's Wrong With You, Lyra?

    Brian mengernyit bingung dengan sikap Lyra yang tampak murung. Bahkan berkali-kali perempuan itu tampak tak fokus di ruang rapat tadi. Tatapannya selalu kosong, ditegur sekali hanya mengangguk pelan dan kembali melanjutkan kesalahan yang sama. Kali ini Brian tidak tinggal diam. Dia terusik dnegan ekspresi perempuan itu. Sabarnya yang tipis, hilang sejak beberapa menit yang lalu. Konsentrasinya ikut buyar dengan penasarannya yang makin besar.“Kita lanjutkan di rapat selanjutnya.” Brian menutup rapat dengan tatapan dingin yang membuat para karyawan tak dapat membantah. Memang siapa yang berani membantah seorang atasan sepertinya? Meski terkenal diktator, tapi Brian selalu menghargai usaha bawahannya dengan kesejahteraan yang lumayan cukup.Semua merasa puas dan terjamin. Tanpa banyak kata, satu persatu keluar dari ruang rapat. Wajah mereka menujukkan gurat lega, memang siapa yang suka dengan rapat panjang yang menguras otak. Apalagi denga

    Last Updated : 2021-05-20
  • POISONED LOVE   I'm Afraid

    Satu hal yang paling Lyra takutkan sekarang adalah kesepian. Dia benci sepi. Bagaimana sepi kembali membawa bayang-bayang masa lalu yangs berusaha dilupakannya. Namun keramaian pun tidak bisa membantu banyak. Pulang dari kantor, dia memilih mencari taksi. Merenung selama di perjalanan sampai si sopir menyebutkan angka kargo. Lyra tesadar. Dia meminta maaf dan segera turun setelah membayar. Jarak jalan raya ke apartemen harus melewati satu gang yang lumayan sepi. Apalagi dia pulang larut untuk menyelesaikan pekerjaannya. Akibat terlalu lama menghindar dari sang atasan, dia harus menuai akibatnya sendiri. Berkali-kali Lyra melirik ke belakang, seakan memastikan tidak ada yang mengikutinya. Tatapannya selalu waspada, meski dengan tubuh yang bergetar. Berita kebebasan ayahnya benar-benar mengganggu konsentrasinya. Bahka seharian ini dirinya banyak melamun. Hidup tenangnya sudah berakhir. Lyra seperti kembali masuk ke dalam kegelapan yang mencekam, menakut

    Last Updated : 2021-06-01
  • POISONED LOVE   So Damn It

    Sudah lama Brian tidak menginjakkan kakinya kemari. Terhitung sudah beberapa minggu sejak kejadian Lyra waktu itu. Perempuan itu berhasil memenuhi pikirannya sampai Brian tidak mampu mengalihkan tentang Lyra sedetik pun. Semua tentang Lyra terasa menarik baginya.Malam ini dia kembali ke klub atas undangan salah satu kawannya. Apalagi saat ini Brian sedang kesal. Sudah berkali-kali dia menghubungi Lyra, tapi tidak ada satupun yang dibalas. Panggilannya pun sepertinya diabaikan. Brian merasa ada yang aneh dengan tingkah Lyra yang tidak biasa. Meski perempuan itu sering menjaga jarak dengannya, kali ini Lyra bahkan terang-terangan menghindarinya.Terlalu pusing memikirkan satu perempuan, di sinilah Brian berada. Duduk bersama kedua kawannya yang lain. Di paha mereka masing-masing terdapat wanita yang sejak tadi tak berhenti menggodanya dengan sentuhan seringan kapas yang terasa menggelitik. Brian sengaja membiarkan tingkah wanita itu. Melihat sejauh mana tingkah wa

    Last Updated : 2021-06-01
  • POISONED LOVE   When I am Feeling Worried

    Lyra merasa seseorang tengah mengawasinya. Dia menoleh dan mendapati tatapan intens dari sang atasan yang tak lain adalah Brian. Tarikan napas terdengar. Dia berusaha bersikap tenang, pura-pura tidak menyadari meski makin lama dia tak tahan juga. Beberapa hari ini dia berhasil menjaga jarak. Meminimalisir kebersamaan mereka dan bersikap formal layaknya atasan dan bawahan seperti sebelumnya. Meski berkali-kali Brian selalu berusaha mendekatinya, Lyra dengan cepat akan menghindar dengan ribuan alasan yang dibuatnya sendiri. Lyra merasa berdekatan dengan Brian adalah sebuah kesalahan. Pria itu hanya akan memberikan masalah baru pada hatinya. Cukup masalah dengan sang ayah yang menyita pikirannya saat ini. Lyra tidak ingin menambah beban hidupnya dengan hal yang menyangkut hati. Dia sadar, Brian bukan pria yang tepat untuk menjadi pemilik hatinya. Semakin lama Lyra lumayan risih juga. Tatapan itu seakan tak berpaling. Bisik-bisik dari karyawan lain mulai terdenga

    Last Updated : 2021-06-03
  • POISONED LOVE   When I'm Feeling Worried 2

    Entah berapa lama dirinya membiarkan Brian menguasai. Memberikan cumbuan menggoda, melemahkan syarafnya. Bahkan Lyra sampai mengerang, terhanyut dengan permainan lidah yang sangat luar biasa.Sekarang dia tahu alasan kenapa banyak wanita yang jatuh pada pesona seorang Brian. Pria itu terlalu lihai dan ahli memainkan birahi lawan. Lyra bahkan tanpa sadar mendesah, membuat pria itu tersenyum di sela ciumannya.Brian yakin Lyra sudah hanyut. Dia ingin melanjutkan permainannya ke tahap berikutnya. Tangannya yang sejak tadi menahan tengkuk perempuan itu, mulai berpindah. Menjalar dengan sapuan seringan kapas, memberikan rangsangan yang membuat tubuh perempuan itu makin sensitif.Sampai kedua tangannya berhenti di depan dada, Brian tidak langsung meraba. Dia menekan kepalanya makin ke depan, memperdalam ciumannya dan semakin mengacaukan pikiran perempuan itu. Bahkan mungkin Lyra tidak sadar sejak tadi kedua tangannya meremas rambut Brian dengan gemas, melampiaskan gej

    Last Updated : 2021-06-04

Latest chapter

  • POISONED LOVE   Perdebatan Berakhir Kecupan

    Setelah merasa lebih baik, Lyra memaksa untuk pulang. Dia tidak pernah betah berada di rumah sakit, apalagi dengan bau obat-obatan yang menyiksa hidung. Beruntung kali ini Brian menyetujui permintaannya dengan mudah. Namun ternyata lelaki itu menyiapkan hal lain yang lagi-lagi membuat Lyra menarik napas lelah. Bagaimana tidak? Jika setelah dia pulang dan kembali ke mansion itu, Brian langsung membacakan surat perjanjian di mana semua pointnya sangat memberatkan baginya. Secara tidak langsung, Brian seakan ingin mengurungnya dalam sangkar emas yang lelaki itu buat.“Tapi aku pengen kerja, Brian!” tegas Lyra dengan tatapan kesalnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada, Lyra memberikan tatapan menantang pada lelaki itu.Namun bukannya kesal, Brian malah merasa gemas sendiri. Dia mati-matian menahan diri untuk tidak mencium perempuan itu dan membawanya ke atas ranjang. Otaknya masih berpikir dengan waras. Dia tidak mau Lyra sampai takut karenanya. Apalagi dari laporan yang Athes berika

  • POISONED LOVE   Tempat Berlindung

    Sudah beberapa jam yang dilakukan Brian hanya duduk dengan tatapan terus tertuju pada Lyra, seakan semenit saja dia mengalihkan pandangan, perempuan itu akan musnah. Rasa khawatirnya belumlah reda sejak tadi. Perasaan asing yang tidak menyenangkan. Brian tidak pernah memiliki kepedulian sebesar ini sebelumnya. Dia bukan orang yang memiliki empati besar. Namun saat berhubungan dengan Lyra, dia seakan menjadi orang baru.Tatapannya tertuju pada kening perempuan itu yang mengerut. Dalam keadaan tidak sadar saja, Lyra masih saja resah. Brian mengulurkan tangan, mengelus kening perempuan itu dengan lembut. Dia seakan ingin menghilangkan segala keresahan atau mimpi buruk yang Lyra alami. "Seberapa buruk mimpimu, huh?" tanyanya dengan suara yang hampir berbisik. "Sangat buruk." Lyra tiba-tiba menjawab. Kelopak matanya yang tadi tertutup, perlahan terbuka. Perempuan itu mengerjap pelan, menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke retina matanya. Merasakan keberadaan seseorang di sekitarnya

  • POISONED LOVE   Tell about Xero Albertus

    Beberapa saat menunggu, Brian mulai heran karena Lyra belum juga kembali. Dia melihat ke arah jalannya toilet, tapi belum ada tanda-tanda kehadiran perempuan itu. Saat dia ingin menghubungi Lyra, perempuan itu malah meninggalkan ponselnya di atas meja.Brian menghembuskan napasnya dengan lelah. Dia mulai khawatir dengan perempuan itu. Tidak mau semakin menduga sesuatu yang buruk, Brian berdiri dan beranjak menuju toilet wanita.Semakin mendekati pintu, telinganya malah menangkap suara aneh. Keningnya berkerut samar. Dia mendengar teriakan frustasi yang tak asing di pendengarannya. Brian semakin mempercepat langkah kakinya dan mendobrak pintu sampai menghasilkan suara benturan yang keras.Tatapannya langsung membola saat menangkap pemandangan Lyra yang meringkuk di depan wastafel. Tanpa membuang waktu, Brian segera menghampiri perempuan itu. Membawa tubuh Lyra ke dalam pelukannya. Dia menepuk pipi chubby Lyra,

  • POISONED LOVE   Mysterious People 2

    Setelah hampir dua jam lamanya berbelanja, akhirnya Lyra bisa menarik napas lega. Semua belanjaan sudah dibawa oleh suruhan Brian, sementara dirinya kembali dengan tangan kosong. Memang dia tidak perlu kesusahan menenteng belanjanya, tapi tetap saja kaki dan tangannya lelah karena harus mondar-mandir mencoba dan mencari pakaian seperti keinginan Brian.Apalagi dengan keberadaan Brian yang membuat kepalanya makin pusing. Brian dengan otak mesumnya kadang membuatnya ingin melempar lelaki itu ke luar angkasa. Namun jelas hal itu tidak mungkin terjadi. Jangankan melempar Brian, mendorong lelaki itu saja tenaganya tidak kuat.Lyra hanya memasang wajah kesal dan mengatupkan bibirnya rapat. Bahkan mengabaikan Brian yang sejak tadi memancingnya bicara."Kita makan dulu?" Tawaran lelaki itu seperti sebuah perintah mutlak yang tidak bisa ditolak.Lyra memberikan tatapan sinisnya. Dia masih kesal ka

  • POISONED LOVE   mysterious people 1

    Setelah lolos dari godaan Brian, Lyra kembali melanjutkan menghidangkan masakannya di meja makan. Sementara Brian sudah berlalu ke kamarnya untuk membersihkan diri. Lyra memegang dadanya yang sejak tadi berdetak tak normal. Sentuhan dan segala tentang Brian memang patut diwaspadai mulai saat ini. Lelaki itu cukup membawa pengaruh untuknya.Suara langkah kaki yang mendekat berhasil menarik kembali atensinya. Lyra menoleh dan mendapati Brian yang sudah segar dengan penampilan santainya. Lyrra segera mengalihkan tatapannya, merasakan pipinya yang memerah hanya karena melihat penampilan lelaki dan mengingat kegiatan mereka barusan.“Ayo makan,” katanya, sembari mengambilkan nasi dan diletakkan pada piring lelaki itu. Lyra seakan tak sadar bahwa tindakannya membuat Brian menaruh perhatian penuh. Tatapan lelaki itu sangat lekat, mengikuti setiap pergerakan kecil yang dilakukan Lyra. Bahkan tanpa disadari siapapun, ada senyum tipis yang terbit di bibirnya.

  • POISONED LOVE   Roti Sobek

    Lyra memasukkan irisan bawang merah, bawang putih, dan cabai merah ke dalam wajan. Tangannya yang lentik mulai menumis hingga harumnya tercium tajam dan membuat Lyra memejamkan mata pelan, menikmati aroma masakan sederhana yang dibuatnya saat ini. Hanya nasi goreng dengan telur ceplok yang sudah diirisnya kecil-kecil sebagai hiasan. Kemudian Lyra sibuk menyiapkan makanannya ke meja makan. Menatanya dengan rapi dan juga menuangkan air putih di dua gelas yang berbeda. Lyra berdecak melihat hasilnya. Semua sudah selesai. Kini dia hanya perlu memanggil Brian agar bergabung dengannya. Pria itu pasti masih di ruang fitness pribadinya. Dengan pemikiran itu, Lyra segera melangkah ke lantai atas. Sudah lima hari tinggal di sini, sedikit banyak dia mulai paham seluk beluk setiap ruangannya. Bahkan Brian pernah mengajaknya berkeliling di apartemennya ini. Sungguh luas dan mewah. Bangunan ini seperti dua apartemen yang dijadikan satu bangunan. Dan tebakannya ternyata be

  • POISONED LOVE   Sorry

    Lyra berusaha untuk tidak memukul pria di depannya ini. Sejak keluar dari rumah sakit, sikap Brian sangat menyebalkan. Selain memaksanya menghilangkan sikap formal antara atasan dan bawahan, pria itu dengan seenaknya membawanya tinggal bersama di apartemen mewah pria itu. Demi Tuhan, Lyra memang mengizinkan Brian berada di sekitarnya, tapi bukan berarti lelaki itu harus selalu menempel begini. Lama-lama Lyra yang menjadi risih sendiri. Dia sudah berusaha mengusir Brian dengan cara baik-baik sampai kasar. Namun semua kalimatnya seakan masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.“Bri, kamu nggak ada kerjaan lain?” tanya Lyra dengan wajah yang sudah menahan kesal. Dia berusaha sabar, memasang senyum lebar yang membuat pria itu kesenangan.Brian yang rebahan dengan paha Lyra sebagai bantalannya malah semakin menikmati posisinya. Matanya terpejam dengan senyum tipis yang terukir di sana. Dia rela tidak ke kantor hanya untuk menemani Lyra di apartemennya.

  • POISONED LOVE   Semakin Dekat

    Setelah menyelesaikan urusannya, Brian kembali ke rumah sakit. Dia seperti enggan meninggalkan Lyra lebih lama. Rasanya berjauhan dengan perempuan itu sudah cukup menyiksa. Anggap saja Brian berlebihan. Nyatanya semua tentang perempuan itu selau berhasil membuatnya gila. Dia sudah menyerahkan urusan Donna pada kedua kawannya. Terserah mau diapakan, bahkan dilenyapkan pun, dia tidak masalah. Malah semakin bagus, artinya berkurang hama di sekitarnya. Tiba di ruang rawat Lyra, dia malah menangkap sosok wanita asing dalam ruangan itu. Wanita yang tengah berbincang dengan sangat akrab dengan Lyra. Tatapan Brian mengerut, dia berusaha menilai wanita asing itu. Setelah tidak menemukan hal yang mencurigakan, Brian bisa mendesah lega. Dia mendekati Lyra yang hanya diam menatapnya. “Kamu sudah makan?” tanyanya dengan tatapan lembut. Berusaha memberi kesan baik pada perempuan sakit itu. Lyra mengangguk sekali. “Obatnya sudah diminum?” Lyra kembali mengan

  • POISONED LOVE   Usulan Mendekat

    Seperti dugaannya, saat Lyra menghubungi Bella dan mengabarkan keadaannya, wanita itu panik dan langsung mendatanginya ke rumah sakit. Bahkan sejak pertama menginjakkan kakinya di ruang rawat, Bella tidak berhenti bicara dan mengomelinya panjang lebar. Wanita itu selalu memiliki tenaga lebih untuk bicara.Lyra sampai berkali-kali memutar bola matanya malas. Dia menatap tingkah Bella yang seperti seorang ibu yang tengah memarahi anaknya. Dia tahu wanita yang merangkap menjadi temannya itu hanya khawatir padanya.“Lain kali kamu jangan lemah. Jika ada yang menindas, langsung lawan!” ujar Bella dengan nada suara yang menggebu-gebu. Dia jelas sangat geram mendengar cerita Lyra yang dibully oleh Donna. Meski tidak pernah bertatapan secara langsung, dia cukup tahu banyak tentang model tersebut.“Cih, dia hanya menjual tubuh untuk mendapatkan ketenaran instan saja sok sekali. Kalo ketemu, aku rontokin rambutnya,” komentarnya penuh ancaman. Wajah

DMCA.com Protection Status