83. Mengakui membelikan motor! (Bagian C)Keseringan yang aku dengar dari beliau adalah bentakan, dan juga hinaan, yang terlontar dengan sengaja dari mulutnya untuk diriku."Aku mau sayur asem, Bu. Buatkan ya," sahut Lisa dengan manja.“Iya, apa sih, yang tidak buat kamu, Nduk!” kata Ibu dengan lembut.Cih! Aku mendecih sinis, di dalam hati saja. Susah merealisasikannya saat ada orangnya di sini, takutnya aku dicap iri. Lah, walau iri aku tidak akan menunjukkannya.Aku tidak mau dicap sebagai pengemis kasih sayang! Hahahaha, entah kenapa aku malah ingin tertawa memikirkannya. Miris sekali hidupku, padahal aku anak baik budi, tidak sombong, dan rajin menabung, tapi kenapa aku dapat mertua yang begini coba?“Kamu beli motor cash, An? Berapa harganya? Si Alya minta motor juga, bu lagi bingung mau beli yang mana,” kata Bu Sulis tiba-tiba.Alya adalah anak bungsunya yang kini sedang menginjak bangku SMA, gadis yang cantik dan juga berprestasi. Jelas saja Bu Sulis selalu ingin mewujudkan ke
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)84. Si Pembuat Rusuh (Bagian A)Aku sedang duduk di teras bersama Mas Abi saat mataku tak sengaja melihat si Lampir Lisa dan juga Mas Aji sedang memasuki halaman rumah kami. Mereka berdua terlihat melirik sinis ke arah motorku, kelihatan sekali kalau dia iri.Cih! Manusia-manusia tidak punya akhlak!Aku dan Mas Abi langsung berpandangan, secara tidak tersirat aku sedang bertanya pada suamiku itu. Apa dia mempunyai janji dengan kakak kandungnya itu? Atau memang ini kunjungan mendadak.Namun Mas Abi hanya mengangkat bahu, artinya dia juga tidak tahu menahu dengan maksud kedatangan pasangan fenomenal itu ke rumahku.Setelah memarkirkan motor mereka di halaman, mereka berdua langsung ngeloyor dan ikut duduk di teras. Mas Aji langsung terlihat tidak suka karena melihat rumah kami yang terlihat lebih mewah dibanding rumahnya.Orang yang iri hati, kelihatan sekali dari wajahnya yang muram dan juga gelap. Penyakit hati milik Mas Aji dan
85. Si Pembuat Rusuh (Bagian B)“Lah, terus masalahnya apa? Wajar dong, kalau Emak memberikan uang padaku. Wong aku ini anaknya!” balasku dengan santai. “Mau aku apakan uang itu, bukan masalah kalian, kan? Toh, Emak saja santai! Mau aku bangunkan rumah yang lebih mewah dari rumah kalian? Bebas! Mau aku belikan perabotan yang lebih mahal dari punya kalian? Bebas juga! Atau mau aku belikan motor yang sama seperti kalian? Emak juga tidak masalah. Lalu di kalian ini, masalahnya di mana?” tanyaku lagi, masih dengan wajah yang mata santai dan juga gesture yang aku buat sesombong mungkin.Aku bisa melihat wajah-wajah milik Mas Aji dan juga Lisa yang langsung berubah menjadi kecut dan juga murung, kelihatan sekali kalau mereka tidak senang dengan jawaban yang aku berikan. Apalagi aku menyinggung milik mereka yang kini sudah bisa aku samai, bahkan aku lampaui.Ya Allah, rasanya aku benar-benar ingin menangis saat menyadari kalau aku dan Lisa sudah berada di posisi yang sejajar sekarang. Aku be
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)86. Keluarga Toxic! (Bagian A)“Mampus!”Aku bisa mendengar gumaman yang dikeluarkan oleh Lisa, dia menyunggingkan senyum sinis ke arahku. Namun, aku hanya mengangkat bahu tak peduli, memangnya apa yang akan terjadi? Aku sudah biasa menghadapi hal ini!“Pak, Bu!” Mas Abi langsung berdiri dan menyambut kedua orang tuanya itu. “Ayo masuk, kita ngobrol di dalam saja!” ujara Mas Abi lagi.Dia lalu masuk diikuti oleh Ibu dan Bapak, wajah kedua mertuaku itu terlihat keruh. Mereka belum mengucapkan apa-apa dari tadi, hanya diam dan mengikuti langkah kaki Mas Abi solah bibir mereka terkunci rapat.Aku memutar bola mataku dengan malas, dan bangkit untuk masuk ke dalam. Dari ekor mataku aku bisa melihat Mas Aji dan Lisa mengikuti langkahku dan berjalan santai, seolah merekalah pemilik rumah ini. Dasar muka tembok!Aku mendudukkan diri di sebelah Mas Abi, dan aku mengamati wajah-wajah mereka yang tengah mengamati rumahku dengan wajah takjub
87. Keluarga Toxic! (Bagian B)“Aku yakin itu hanya salah paham, Pak. Istriku tidak mungkin mempermalukan Ibu di depan orang banyak!” sahut Mas Abi membelaku. “Ana adalah orang yang paling legowo yang pernah aku kenal, Pak. Dia menghormati Ibu, dan dia tidak akan mungkin melakukan sesuatu yang bisa membuat Ibu malu!” kata Mas Abi lagi.“Kau terlalu membela istrimu, Abi! Membuat dia menjadi besar kepala, dan melakukan apapun yang dia suka dengan seenaknya!” kata Ibu tiba tiba.“Ya Allah, Bu. Aku tidak akan membela sesuatu yang salah, aku membela Ana karena aku yakin dia benar!” kata Mas Abi dengan nada frustasi yang sangat kentara.“Mbak ada di situ ya, Bi. Dan istrimu memang mempermalukan Ibu, di depan Mang Ujang dan juga Bu Sulis!” sahut Lisa cepat. “Kalau kau memang belum percaya, kita bisa memanggil mereka sebagai saksi!" kata Lisa lagi.Mas Abi langsung menatapku dengan pandangan serba salah, namun aku hanya menaikkan bahuku acuh tak acuh. Suamiku itu memang belum tahu, kronologi
88. Keluarga Toxic! (Bagian C)“Bagaimana Bapak membela Ibu, itulah yang akan aku lakukan. Aku juga akan membawa Ana jika dia tidak bersalah!” sahut Mas Abi dengan lembut. “Sekarang ceritakan semuanya, Dek! Jangan ada yang kamu tutupi, biar semua orang yang ada di sini tahu dan paham!” kata Mas Abi lagi.“Ibu bilang, dia yang membelikan motor itu untuk kita sama seperti dia yang membelikan motor untuk Mas Aji,” kataku memulai. “Tapi aku tidak setuju, dan mengatakan kepada Bu Sulis dan juga Mang Ujang yang sebenarnya, aku bilang motor itu dibeli menggunakan uang yang Emak berikan!” kataku dengan lugas.Mas Abi langsung melotot dan menatap ibunya dengan pandangan tak percaya, sedangkan Ibu membalas tatapan suamiku itu dengan pandangan menantang.“Kau percaya pada istrimu? Dan menuduh Ibu berbohong? Iya?” tanyanya dengan nada ketus.“Ana tidak pernah berbohong, Bu!” sahut Mas Abi dengan penuh penekanan. “Jika kronologinya seperti itu, maka yang salah bukan istriku karena dia hanya mengat
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)89. Ayo Bercerai! (Bagian A)Hening!Yang bisa aku dengar hanya suara nafasku yang tersengal-sengal akibat habis berteriak barusan. Emosiku sudah naik ke ubun-ubun rasanya, mereka sukses membabat habis kesabaranku yang tersisa. Jahannam!Setelah sekian lama aku berusaha bersikap santai dan juga masa bodoh, ternyata ini akhirnya. Aku tidak sanggup menahan emosiku, saat mendengar ucapan Bapak. Bagaimana bisa dia menyuruh aku untuk mengalah dan mengiyakan segala omong kosong yang Ibu katakan pada orang-orang?Jangankan motor yang harganya sampai puluhan juta, dia bahkan tidak pernah memberiku sebutir beras pun. Lalu kenapa aku harus berbohong? Hellow! Jika bukan karena uang emakku, maka kami masih terpuruk.Lalu kenapa aku harus membanggakan dirinya dan berbohong pada orang-orang? Bahwasanya dia membelikan aku motor? Wah, jangan buat aku tertawa. “Ka—kamu mengusir kami?” tanya Bapak dengan nada tidak percaya.“Iya! Apa kalian tidak
90. Ayo Bercerai! (Bagian B) "Kalian belum pergi juga? Silahkan kalian keluar dari rumahku sekarang! Aku tidak ingin ada kalian di sini!" kataku dengan nada tegas, sambil menunjuk pintu keluar dengan amarah yang meluap-luap. "Kau benar-benar keterlaluan, Ana! Tidak sepantasnya kau mengusir kami seperti ini!" ujar Ibu. "Kau benar-benar kepala keluarga yang gagal, kau disetir oleh istrimu, Abi. Dan kau hanya bisa diam saat melihat kami, yang merupakan keluargamu malah diinjak-injak oleh wanita ini!" kata Ibu lagi. Aku kemudian melipat kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menantang. Pandangan yang selama ini tidak pernah aku layangkan kepada dirinya. Suamiku itu terlihat salah tingkah, dia kemudian menggaruk tengkuknya yang aku yakini tidak gatal. Dia hanya melakukan hal itu karena dia sedang mencoba untuk meredam kegugupan, dan juga kebingungannya. Aku sudah sangat hafal dengan kebiasaan suamiku itu, dia pasti saat ini sedang merasa tidak enak dengan k