85. Si Pembuat Rusuh (Bagian B)“Lah, terus masalahnya apa? Wajar dong, kalau Emak memberikan uang padaku. Wong aku ini anaknya!” balasku dengan santai. “Mau aku apakan uang itu, bukan masalah kalian, kan? Toh, Emak saja santai! Mau aku bangunkan rumah yang lebih mewah dari rumah kalian? Bebas! Mau aku belikan perabotan yang lebih mahal dari punya kalian? Bebas juga! Atau mau aku belikan motor yang sama seperti kalian? Emak juga tidak masalah. Lalu di kalian ini, masalahnya di mana?” tanyaku lagi, masih dengan wajah yang mata santai dan juga gesture yang aku buat sesombong mungkin.Aku bisa melihat wajah-wajah milik Mas Aji dan juga Lisa yang langsung berubah menjadi kecut dan juga murung, kelihatan sekali kalau mereka tidak senang dengan jawaban yang aku berikan. Apalagi aku menyinggung milik mereka yang kini sudah bisa aku samai, bahkan aku lampaui.Ya Allah, rasanya aku benar-benar ingin menangis saat menyadari kalau aku dan Lisa sudah berada di posisi yang sejajar sekarang. Aku be
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)86. Keluarga Toxic! (Bagian A)“Mampus!”Aku bisa mendengar gumaman yang dikeluarkan oleh Lisa, dia menyunggingkan senyum sinis ke arahku. Namun, aku hanya mengangkat bahu tak peduli, memangnya apa yang akan terjadi? Aku sudah biasa menghadapi hal ini!“Pak, Bu!” Mas Abi langsung berdiri dan menyambut kedua orang tuanya itu. “Ayo masuk, kita ngobrol di dalam saja!” ujara Mas Abi lagi.Dia lalu masuk diikuti oleh Ibu dan Bapak, wajah kedua mertuaku itu terlihat keruh. Mereka belum mengucapkan apa-apa dari tadi, hanya diam dan mengikuti langkah kaki Mas Abi solah bibir mereka terkunci rapat.Aku memutar bola mataku dengan malas, dan bangkit untuk masuk ke dalam. Dari ekor mataku aku bisa melihat Mas Aji dan Lisa mengikuti langkahku dan berjalan santai, seolah merekalah pemilik rumah ini. Dasar muka tembok!Aku mendudukkan diri di sebelah Mas Abi, dan aku mengamati wajah-wajah mereka yang tengah mengamati rumahku dengan wajah takjub
87. Keluarga Toxic! (Bagian B)“Aku yakin itu hanya salah paham, Pak. Istriku tidak mungkin mempermalukan Ibu di depan orang banyak!” sahut Mas Abi membelaku. “Ana adalah orang yang paling legowo yang pernah aku kenal, Pak. Dia menghormati Ibu, dan dia tidak akan mungkin melakukan sesuatu yang bisa membuat Ibu malu!” kata Mas Abi lagi.“Kau terlalu membela istrimu, Abi! Membuat dia menjadi besar kepala, dan melakukan apapun yang dia suka dengan seenaknya!” kata Ibu tiba tiba.“Ya Allah, Bu. Aku tidak akan membela sesuatu yang salah, aku membela Ana karena aku yakin dia benar!” kata Mas Abi dengan nada frustasi yang sangat kentara.“Mbak ada di situ ya, Bi. Dan istrimu memang mempermalukan Ibu, di depan Mang Ujang dan juga Bu Sulis!” sahut Lisa cepat. “Kalau kau memang belum percaya, kita bisa memanggil mereka sebagai saksi!" kata Lisa lagi.Mas Abi langsung menatapku dengan pandangan serba salah, namun aku hanya menaikkan bahuku acuh tak acuh. Suamiku itu memang belum tahu, kronologi
88. Keluarga Toxic! (Bagian C)“Bagaimana Bapak membela Ibu, itulah yang akan aku lakukan. Aku juga akan membawa Ana jika dia tidak bersalah!” sahut Mas Abi dengan lembut. “Sekarang ceritakan semuanya, Dek! Jangan ada yang kamu tutupi, biar semua orang yang ada di sini tahu dan paham!” kata Mas Abi lagi.“Ibu bilang, dia yang membelikan motor itu untuk kita sama seperti dia yang membelikan motor untuk Mas Aji,” kataku memulai. “Tapi aku tidak setuju, dan mengatakan kepada Bu Sulis dan juga Mang Ujang yang sebenarnya, aku bilang motor itu dibeli menggunakan uang yang Emak berikan!” kataku dengan lugas.Mas Abi langsung melotot dan menatap ibunya dengan pandangan tak percaya, sedangkan Ibu membalas tatapan suamiku itu dengan pandangan menantang.“Kau percaya pada istrimu? Dan menuduh Ibu berbohong? Iya?” tanyanya dengan nada ketus.“Ana tidak pernah berbohong, Bu!” sahut Mas Abi dengan penuh penekanan. “Jika kronologinya seperti itu, maka yang salah bukan istriku karena dia hanya mengat
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)89. Ayo Bercerai! (Bagian A)Hening!Yang bisa aku dengar hanya suara nafasku yang tersengal-sengal akibat habis berteriak barusan. Emosiku sudah naik ke ubun-ubun rasanya, mereka sukses membabat habis kesabaranku yang tersisa. Jahannam!Setelah sekian lama aku berusaha bersikap santai dan juga masa bodoh, ternyata ini akhirnya. Aku tidak sanggup menahan emosiku, saat mendengar ucapan Bapak. Bagaimana bisa dia menyuruh aku untuk mengalah dan mengiyakan segala omong kosong yang Ibu katakan pada orang-orang?Jangankan motor yang harganya sampai puluhan juta, dia bahkan tidak pernah memberiku sebutir beras pun. Lalu kenapa aku harus berbohong? Hellow! Jika bukan karena uang emakku, maka kami masih terpuruk.Lalu kenapa aku harus membanggakan dirinya dan berbohong pada orang-orang? Bahwasanya dia membelikan aku motor? Wah, jangan buat aku tertawa. “Ka—kamu mengusir kami?” tanya Bapak dengan nada tidak percaya.“Iya! Apa kalian tidak
90. Ayo Bercerai! (Bagian B) "Kalian belum pergi juga? Silahkan kalian keluar dari rumahku sekarang! Aku tidak ingin ada kalian di sini!" kataku dengan nada tegas, sambil menunjuk pintu keluar dengan amarah yang meluap-luap. "Kau benar-benar keterlaluan, Ana! Tidak sepantasnya kau mengusir kami seperti ini!" ujar Ibu. "Kau benar-benar kepala keluarga yang gagal, kau disetir oleh istrimu, Abi. Dan kau hanya bisa diam saat melihat kami, yang merupakan keluargamu malah diinjak-injak oleh wanita ini!" kata Ibu lagi. Aku kemudian melipat kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menantang. Pandangan yang selama ini tidak pernah aku layangkan kepada dirinya. Suamiku itu terlihat salah tingkah, dia kemudian menggaruk tengkuknya yang aku yakini tidak gatal. Dia hanya melakukan hal itu karena dia sedang mencoba untuk meredam kegugupan, dan juga kebingungannya. Aku sudah sangat hafal dengan kebiasaan suamiku itu, dia pasti saat ini sedang merasa tidak enak dengan k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)91. Pertengkaran Hebat (Bagian A)"A—apa?" Mas Abi menatapku dengan bingung, bahkan dia tergagap karena tak percaya dengan ucapan yang baru saja aku keluarkan.Sedangkan aku hanya menatapnya dengan pandangan tajam, sengaja tidak menyahut agar dia memikirkan sendiri kata-kataku tadi. Aku ingin Mas Abi berpikir dan juga mengambil keputusan.Sudah aku tinggalkan ke dalam kamar pun, dia tidak bisa meredakan keluarganya yang toxic itu. Dia tidak mampu mengusir mereka! Apa itu yang namanya laki-laki? Aku masuk ke dalam kamar dengan harapan agar suamiku itu bisa menghandle keluarganya, dan membuat mereka diam.Bukannya malah pasrah dimaki-maki oleh Bapak dan juga kakaknya, masak di sini hanya aku yang berjuang. Lalu kerjanya apa? Menonton? Sesekali bersorak? Begitu? Aku membutuhkan sosok laki-laki yang bisa mengayomi aku, saat aku tumbuh besar tanpa didikan seorang ayah, dampingan seorang kepala keluarga, masak aku punya suami yang lem
92. Pertengkaran Hebat (Bagian B)Mas Abi kelihatan sangat terkejut, namun aku tidak peduli. Aku menghapus air mataku, dan menatap Mas Abi dengan pandangan tajam dan juga sarat akan rasa kecewa di sana.“Lalu bapakmu juga sama, dia seharusnya bisa menengahi dan juga bersikap adil. Tapi sayang, dia sama saja seperti istrinya itu. Selalu memandang aku rendah, kenapa? Hah? Kenapa?” tanyaku beruntun. “Karena aku miskin? Aku bukan menantu idamannya? Aku bukan orang yang berpendidikan? Iya? Aku sudah punya harta, Mas. Aku sudah punya kehidupan yang Lisa punya, lalu kenapa aku masih dipandang rendah? Menyuruhku berbohong, agar ibumu mendapat hormat dari orang-orang adalah salah satu sikap pecundang sialan! Stop menutup mata, Mas. Buka matamu, lihat bagaimana keluargamu memperlakukan aku!” kataku lagi.“Dek, Mas selalu berusaha membelamu. Kamu juga tahu hal itu!” sahut Mas Abi dengan nada frustasi.“Membela? Kapan? Yang bagaimana? Hah? Membela dari apa?” tanyaku emosi, dan Mas Abi tidak bisa