87. Keluarga Toxic! (Bagian B)“Aku yakin itu hanya salah paham, Pak. Istriku tidak mungkin mempermalukan Ibu di depan orang banyak!” sahut Mas Abi membelaku. “Ana adalah orang yang paling legowo yang pernah aku kenal, Pak. Dia menghormati Ibu, dan dia tidak akan mungkin melakukan sesuatu yang bisa membuat Ibu malu!” kata Mas Abi lagi.“Kau terlalu membela istrimu, Abi! Membuat dia menjadi besar kepala, dan melakukan apapun yang dia suka dengan seenaknya!” kata Ibu tiba tiba.“Ya Allah, Bu. Aku tidak akan membela sesuatu yang salah, aku membela Ana karena aku yakin dia benar!” kata Mas Abi dengan nada frustasi yang sangat kentara.“Mbak ada di situ ya, Bi. Dan istrimu memang mempermalukan Ibu, di depan Mang Ujang dan juga Bu Sulis!” sahut Lisa cepat. “Kalau kau memang belum percaya, kita bisa memanggil mereka sebagai saksi!" kata Lisa lagi.Mas Abi langsung menatapku dengan pandangan serba salah, namun aku hanya menaikkan bahuku acuh tak acuh. Suamiku itu memang belum tahu, kronologi
88. Keluarga Toxic! (Bagian C)“Bagaimana Bapak membela Ibu, itulah yang akan aku lakukan. Aku juga akan membawa Ana jika dia tidak bersalah!” sahut Mas Abi dengan lembut. “Sekarang ceritakan semuanya, Dek! Jangan ada yang kamu tutupi, biar semua orang yang ada di sini tahu dan paham!” kata Mas Abi lagi.“Ibu bilang, dia yang membelikan motor itu untuk kita sama seperti dia yang membelikan motor untuk Mas Aji,” kataku memulai. “Tapi aku tidak setuju, dan mengatakan kepada Bu Sulis dan juga Mang Ujang yang sebenarnya, aku bilang motor itu dibeli menggunakan uang yang Emak berikan!” kataku dengan lugas.Mas Abi langsung melotot dan menatap ibunya dengan pandangan tak percaya, sedangkan Ibu membalas tatapan suamiku itu dengan pandangan menantang.“Kau percaya pada istrimu? Dan menuduh Ibu berbohong? Iya?” tanyanya dengan nada ketus.“Ana tidak pernah berbohong, Bu!” sahut Mas Abi dengan penuh penekanan. “Jika kronologinya seperti itu, maka yang salah bukan istriku karena dia hanya mengat
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)89. Ayo Bercerai! (Bagian A)Hening!Yang bisa aku dengar hanya suara nafasku yang tersengal-sengal akibat habis berteriak barusan. Emosiku sudah naik ke ubun-ubun rasanya, mereka sukses membabat habis kesabaranku yang tersisa. Jahannam!Setelah sekian lama aku berusaha bersikap santai dan juga masa bodoh, ternyata ini akhirnya. Aku tidak sanggup menahan emosiku, saat mendengar ucapan Bapak. Bagaimana bisa dia menyuruh aku untuk mengalah dan mengiyakan segala omong kosong yang Ibu katakan pada orang-orang?Jangankan motor yang harganya sampai puluhan juta, dia bahkan tidak pernah memberiku sebutir beras pun. Lalu kenapa aku harus berbohong? Hellow! Jika bukan karena uang emakku, maka kami masih terpuruk.Lalu kenapa aku harus membanggakan dirinya dan berbohong pada orang-orang? Bahwasanya dia membelikan aku motor? Wah, jangan buat aku tertawa. “Ka—kamu mengusir kami?” tanya Bapak dengan nada tidak percaya.“Iya! Apa kalian tidak
90. Ayo Bercerai! (Bagian B) "Kalian belum pergi juga? Silahkan kalian keluar dari rumahku sekarang! Aku tidak ingin ada kalian di sini!" kataku dengan nada tegas, sambil menunjuk pintu keluar dengan amarah yang meluap-luap. "Kau benar-benar keterlaluan, Ana! Tidak sepantasnya kau mengusir kami seperti ini!" ujar Ibu. "Kau benar-benar kepala keluarga yang gagal, kau disetir oleh istrimu, Abi. Dan kau hanya bisa diam saat melihat kami, yang merupakan keluargamu malah diinjak-injak oleh wanita ini!" kata Ibu lagi. Aku kemudian melipat kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menantang. Pandangan yang selama ini tidak pernah aku layangkan kepada dirinya. Suamiku itu terlihat salah tingkah, dia kemudian menggaruk tengkuknya yang aku yakini tidak gatal. Dia hanya melakukan hal itu karena dia sedang mencoba untuk meredam kegugupan, dan juga kebingungannya. Aku sudah sangat hafal dengan kebiasaan suamiku itu, dia pasti saat ini sedang merasa tidak enak dengan k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)91. Pertengkaran Hebat (Bagian A)"A—apa?" Mas Abi menatapku dengan bingung, bahkan dia tergagap karena tak percaya dengan ucapan yang baru saja aku keluarkan.Sedangkan aku hanya menatapnya dengan pandangan tajam, sengaja tidak menyahut agar dia memikirkan sendiri kata-kataku tadi. Aku ingin Mas Abi berpikir dan juga mengambil keputusan.Sudah aku tinggalkan ke dalam kamar pun, dia tidak bisa meredakan keluarganya yang toxic itu. Dia tidak mampu mengusir mereka! Apa itu yang namanya laki-laki? Aku masuk ke dalam kamar dengan harapan agar suamiku itu bisa menghandle keluarganya, dan membuat mereka diam.Bukannya malah pasrah dimaki-maki oleh Bapak dan juga kakaknya, masak di sini hanya aku yang berjuang. Lalu kerjanya apa? Menonton? Sesekali bersorak? Begitu? Aku membutuhkan sosok laki-laki yang bisa mengayomi aku, saat aku tumbuh besar tanpa didikan seorang ayah, dampingan seorang kepala keluarga, masak aku punya suami yang lem
92. Pertengkaran Hebat (Bagian B)Mas Abi kelihatan sangat terkejut, namun aku tidak peduli. Aku menghapus air mataku, dan menatap Mas Abi dengan pandangan tajam dan juga sarat akan rasa kecewa di sana.“Lalu bapakmu juga sama, dia seharusnya bisa menengahi dan juga bersikap adil. Tapi sayang, dia sama saja seperti istrinya itu. Selalu memandang aku rendah, kenapa? Hah? Kenapa?” tanyaku beruntun. “Karena aku miskin? Aku bukan menantu idamannya? Aku bukan orang yang berpendidikan? Iya? Aku sudah punya harta, Mas. Aku sudah punya kehidupan yang Lisa punya, lalu kenapa aku masih dipandang rendah? Menyuruhku berbohong, agar ibumu mendapat hormat dari orang-orang adalah salah satu sikap pecundang sialan! Stop menutup mata, Mas. Buka matamu, lihat bagaimana keluargamu memperlakukan aku!” kataku lagi.“Dek, Mas selalu berusaha membelamu. Kamu juga tahu hal itu!” sahut Mas Abi dengan nada frustasi.“Membela? Kapan? Yang bagaimana? Hah? Membela dari apa?” tanyaku emosi, dan Mas Abi tidak bisa
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)93. Curahan Hati Ana (Bagian A)“Kenapa?” Aira kembali memberikan pertanyaan, yang entah untuk keberapa kalinya hari ini.Adikku itu tengah duduk di teras rumahnya, rumah barunya yang juga baru di bangun. Rumah ini terlihat sangat sejuk, walau tidak sebesar rumahku. Mungkin karena banyaknya pepohonan bambu di sekitar rumah Aira, jadi terlihat rimbun dan juga teduh.Di depan rumah Aira juga ada sebuah ruko yang dempet ke rumahnya, dan bangunan itulah yang akan dia jadikan grosir nanti sama seperti ku. Dan di titik ini aku merasa sangat bersyukur karena Aira juga sudah mempunyai rumah sendiri, sama sepertiku. Emak benar-benar hebat!“Mbak! Kenapa, sih?” tanya Aira lagi.Aku langsung mengangkat bahu, malas menjawab pertanyaan yang Aira lontarkan. Sengaja aku ke sini pagi-pagi sekali, dengan niatan hanya ingin menenangkan diri. Sedangkan Mas Abi?Entahlah, aku tidak tahu dia ada di mana sekarang. Karena setelah pertengkaran hebat kem
94. Curahan Hati Ana (Bagian B)"Kenapa?" tanyanya setelah sempat terdiam lama."Entahlah, hanya ada beberapa masalah yang membuat kami bertengkar kemarin!" jelasku dengan singkat."Kalian bertengkar?" tanya Aira dengan nada tak percaya."Bertengkar sangat hebat!" Aku menjelaskan dengan penuh penekanan."Mbak, nggak usah bercanda, deh! Ini udah nggak lucu!" sahut Aira sambil memutar bola matanya dengan malas."Mbak nggak bercanda, kamu kok nggak percaya, sih?" Aku bertanya dengan ketus."Gimana aku mau percaya, sedangkan kalian itu adalah couple goals yang menjadi panutan aku dan Mas Gunawan dalam berumah tangga!" sahut Aira sambil menatapku dengan lekat. "Dan aku bahkan nggak pernah ngeliat kalian marah selama ini, apalagi sampai bertengkar hebat seperti yang Mbak bilang!" Lanjutnya lagi."Kami bukannya nggak pernah bertengkar, Dek. Tentu saja kami pernah bertengkar, tapi kamunya aja yang nggak ngeliat!" kataku sambil menatap ke arah depan sana kembali."Ya tetap aja, walaupun berten
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata