471. Bertanya Pada Ema (Bagian C)"Halah, kalau cuma begitu lebih baik kamu abaikan! Tidak ada gunanya juga diladeni, yang penting kita bisa mengetahui tempat tinggal Lisa sekarang ini. Kamu itu harus menebalkan telinga kamu agar tidak terpancing dengan omongan orang-orang!" ujar Maryam dengan nada kesal. "Kalau sudah begini kita mau apa? Kita sudah kehilangan satu-satunya narasumber, yang bisa memberitahu dimana tempat tinggal Lisa sekarang ini!" ujar Maryam lagi.Rosa menghela nafas panjang, sedikit banyak merasa kalau ucapan Ibunya tadi adalah suatu kebenaran. Karena bagaimanapun juga dia memang terlampau emosi dengan kata-kata Ema barusan, dan hal itu meruntuhkan kesabarannya hingga titik yang paling dasar.Tapi, tentu saja dia tidak mau mengakui hal tersebut. Di matanya tetap saja Ema yang salah, dan bukannya dirinya. Karena wanita itu yang sudah mengusiknya terlebih dahulu, dan Rosa hanya menanggapinya saja."Kamu itu udah tau salah nggak perlu ngomel-ngomel seperti itu!" Maryam
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)472. Canggung! (Bagian A)"Assalamualaikum!""ASSALAMUALAIKUM!"Anna dan juga Abi berkali-kali mengucap salam, namun Lisa belum juga menampakkan batang hidungnya untuk membuka pintu yang tertutup rapat saat ini. Namun, Anna yakin kalau mantan kakak iparnya itu ada di dalam rumah, karena dia bisa melihat sandal milik Lisa ada di depan."Mbak, Mbak Lisa! Ini aku Ana," Ana kembali berteriak dan berharap kalau Lisa segera membuka pintu untuk mereka."Apa Mbak Lisa nggak ada di rumah ya, Dek? Soalnya dari tadi kita panggil-panggil Mbak Lisa belum juga keluar, mungkin saja Mbak Lisa sedang pergi," kata Abi sambil melihat ke sekitar."Nggak lah, Mas. Kayaknya Mbak Lisa ada di rumah, deh. Soalnya sendal yang biasa Mbak Lisa pakai ada di sana, tuh!" ujar Anna sambil menunjuk sandal Lisa, yang disandarkan ke dinding begitu saja.Selama mereka berdebat, tiba-tiba pintu di depan mereka terbuka. Wajah Naufal langsung menyambut mereka, bocah m
473. Canggung! (Bagian B)Lisa kemudian terkekeh dan menjerang satu teko air ke atas kompor, dia ingin membuat teh untuk kedua tamunya ini. Sedangkan Ana sendiri langsung pergi ke depan dan mendudukkan diri di lantai begitu saja."Sini, Mas. Duduk di sini!" kata Ana sambil menepuk tempat di sampingnya, dan melambai ke arah Abi.Abi masuk setelah mengucapkan salam, dia duduk di samping Anna dan memangku Naufal. Sedangkan bocah itu masih bergelayut manja di bahu Abi, seolah-olah tidak ingin melepaskan lelaki itu barang sedetik pun."Salsa mana, Mbak? Kok, tidak kelihatan?" tanya Ana sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Lagi di kamar, An. Tadi malam badannya sedikit hangat, jadi Mbak suruh dia istirahat saja, tidak boleh main dulu, biar segera pulih," kata Lisa tanpa menatap ke arah Ana sedikitpun, karena wanita itu sedang membuat teh untuk dihidangkan ke pada kedua tamunya."Salsa sakit?" tanya Abi dengan nada terkejut."Iya, tapi nggak bisa dibilang sakit juga. Cuman tadi ma
474. Canggung! (Bagian C)"Walaupun pasarnya termasuk dekat dari sini, tetapi Mbak merasa sungkan jika harus berjalan ke sana. Dan Mbak merasa benar-benar tertolong saat kamu datang ke sini, An," katanya sambil tersenyum tipis."Mas, aku sama Mbak Lisa ke pasar dulu, ya, buat belanja. Mas, di sini aja, terus itu jagain juga si Salsa mana tahu nanti dia kebangun terus nyariin Mbak Lisa. Mas, bisa tenangkan dia dulu!" kata Anna sambil memberi wejangan kepada Abi.Lelaki itu langsung mengangguk mantap, dia memberikan kedua jempolnya kepada Lisa dan juga Ana, tanda menyetujui untuk menjaga kedua keponakannya ini."Sayang, Mama ke pasar dulu, ya, bareng Tante Anna. Kamu di sini aja sama Om Abi, liatin juga adiknya takutnya nanti Adik kebangun dan nyariin mama," ujar Lisa sambil menatap Naufal yang masih ada di pangkuan Abi."Iya, Ma," Naufal menyahut dengan lembut.Setelah mengatakan itu, Ana dan juga Lisa langsung bergegas. Mereka naik ke atas motor dan Ana segera melajukan motornya untuk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)475. Penguntit! (Bagian A)Rosa dan juga Maryam pergi dari tempat Ema dengan perasaan kesal, mereka segera bergegas untuk mencari kediaman Lisa melalui jalan lain, tentunya karena Ema sudah tidak bisa diharapkan.Wanita itu jelas tidak mau memberitahu kepada mereka di mana tempat tinggal Lisa, akibat beradu mulut dengan Rosa tadi. Maryam sebenarnya geram luar biasa pada anak sulungnya itu, namun apa boleh buat … dia juga tidak mau memarahi Rosa sekarang ini. Karena Maryam masih membutuhkan Rosa untuk mencari anak tengahnya itu, Lisa entah pergi ke mana, dan mereka harus menemukannya secepat mungkin. Karena kalau tidak, taruhannya adalah Marwan yang harus masuk ke dalam penjara."Kita mau ke mana, Bu?" tanya Rosa sambil menatap Maryam dari kaca spion.Wanita itu sebenarnya sangat malas untuk berkeliling mencari Lisa. Namun, apa boleh buat, dia juga tidak bisa membiarkan Ibunya mencari Lisa sendirian. Dia tidak tega membiarkan Mar
476. Penguntit! (Bagian B)"Tapi, Bu, selain ke tempat mereka lalu Lisa ke mana? Dia tidak ada di manapun juga bahkan di tempat Pakde Hambali pun tidak ada. Itu artinya dia sudah tidak ada di sini," sahut Rosa menyangkal perkataan Maryam barusan."Ya, sudah kalau begitu kita pergi ke sana. Kita intai rumah Aji, mana tahu Lisa ada di sana. Jadi kita bisa segera menemui dia," ujar Maryam pada akhirnya.Rosa mengangguk dengan semangat, dengan cepat dia membelokkan motornya untuk keluar dari Kecamatan dan segera bergegas untuk pergi ke Kecamatan sebelah. Di mana tempat rumah Lisa dan juga Aji berada.Rosa hanya berharap kalau Lisa memang berada di sana, jadi mereka tidak pusing-pusing lagi untuk mencari keberadaan adik tengahnya itu. Karena jujur saja, Rosa sudah merasa muak berkendara ke sana ke sini untuk mencari keberadaannya.Namun, saat melewati pasar, Rosa langsung menghentikan motornya di depan sebuah stan penjual minuman. Dia kehausan dan sekarang dia ingin minum untuk menghadapi
477. Penguntit! (Bagian C)Rosa yang melihatnya hanya mencebik, merasa kalau Ibunya terlalu lembek saat ini. Dan Ibunya bersikap seperti orang yang belum makan saja. Toh, tidak ada gunanya memikirkan masa lalu, yang penting adalah masa sekarang dan juga yang akan datang itulah prinsip Rosa. "Sudahlah, Bu! Tidak ada gunanya memikirkan masa lalu. Toh, yang lalu sudahlah berlalu, mau Ibu pikirkan seribu kali pun tidak akan pernah kembali seperti semula," kata Rosa sambil mengedikkan bahunya. "Lagi pula, bukankah itu salah Ibu juga? Ngapain Ibu suruh Lisa untuk menjelek-jelekkan mertuanya di depan orang lain? Apakah Ibu tidak pernah memikirkan konsekuensinya? Buktinya saja sekarang, gara-gara itu Aji dan juga Lisa harus berpisah dan kemungkinan untuk rujuk itu sangat kecil, karena dia tidak akan mau dengan wanita yang sudah menjelek-jelekkan keluarganya," kata Rosa dengan pedas. "Halah, kamu ini malah menceramahi Ibu! Bukannya mencari solusi malah menyalahkan Ibu saja," Maryam berujar k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)478. Mendapatkan Dukungan (Bagian A)POV AUTHOR"Sebenarnya Mbak ngerasa canggung banget, karena ada Mas Aji di rumah. Kalian kenapa tadi nggak bilang, sih, dari awal kalau Mas Aji bakalan ikut datang ke sini?" Lisa berbicara dengan nada pelan.Namun Ana yang memang mempunyai telinga super tajam, bisa mendengar suara Lisa dengan jelas. Wanita itu menatap mantan kakak iparnya tersebut melalui kaca spion, dengan alis yang terangkat tinggi.Dia hanya bisa melihat sisi samping wajah Lisa, karena Lisa melihat ke arah lain saat ini. Seolah-olah ingin menghindari tatapan Ana, yang sudah pasti akan melihat ke arahnya."Emangnya kenapa, kalau ada Mas Aji, Mbak? Canggung kenapa, sih? Jujur aja aku nggak ngerti, loh!" Ana menyahut dengan cepat. "Mbak nggak suka, kalau Mas Aji datang ke rumah dan kumpul sama kita?" tanya Ana lagi."Ya, bukan nggak suka seperti itu, An. Cuman Mbak canggung aja, kamu tahu sendiri, kan? Kita itu udah pisah, dan
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata