457. Kedatangan Karta (Bagian B)“Ya tadi Ama juga udah tanya mengenai hal itu kepada Mbak Lisa, dan Mbak Lisa ngomong … dia nggak mau membuat kita tidak nyaman kalau dia tinggal di sana, karena dia sudah bersikap buruk kepada kita selama ini dengan cara memfitnah Ibu dan juga bapak kepada orang lain,” sahut Anna sambil memberikan jawaban yang sama persis dengan yang Lisa berikan tadi.Saat mendengar hal itu, Sri langsung kembali ke beberapa waktu silam di mana Lisa memang memfitnah dia dan juga suaminya kepada orang lain, tetapi demi Allah saat ini Sri sudah sangat ikhlas dan juga sudah memaafkan Lisa.Wanita itu sudah tidak memiliki dendam dan amarah kepada mantan menantunya itu, dan Sri benar-benar merasa sangat sedih karena Lisa memikirkan perasaan mereka, dan memilih mengontrak di tempat orang lain yang sudah pasti tempatnya tidak senyaman rumah mewah miliknya.“Udahlah Mbak, nggak usah dipikirkan. Lisa pasti sedang merasa bersalah dan fase itu harus dia lewati, agar dia bisa ber
458. Kedatangan Karta (Bagian C)"Bisa, Bu. Ya udah, nanti malam sehabis magrib kita ke rumah Mbak Lisa untuk menemui Naufal dan juga Salsa. Jujur saja Ana juga masih kangen sama mereka, karena tadi di sana kami nggak ketemu soalnya mereka lagi tidur pulas banget, dan Ana nggak mau ngebangunin mereka," kata Ana sambil terkekeh kecil.Mereka semua kembali berbincang-bincang dengan sangat seru, menghabiskan waktu beberapa menit untuk tertawa dan juga membicarakan banyak hal, tapi setelahnya tawa mereka langsung berhenti kedatangan seseorang.Seseorang itu adalah Karta, yang datang menggunakan motor bebek miliknya, berhenti tepat di depan toko dan lelaki itu langsung tersenyum lebar, sama sekali tidak menunjukkan kalau tadi malam mereka tengah bersitegang dengan hebat.Sri sendiri langsung mendengus kesal, dia langsung memalingkan wajahnya dan menatap ke arah rumah Sulis, demi menghindari senyum menjijikan yang Karta lemparkan untuk mereka."Mau beli apa, juragan?"Ramlah bertanya ramah,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)459. Kebenaran Lainnya (Bagian A)POV AUTHOR“Kalau aku nginep beberapa hari lagi di sini, kamu masalah atau enggak sih, Mas? Soalnya aku ngerasa nggak enak banget, karena udah terlalu lama ninggalin kamu di sana,” ujar Rosa dengan nada lembut.Wanita itu saat ini sedang menelpon suaminya yang masih berada di kota, jelas Rosa merasa rindu kepada lelaki yang sudah membersamainya selama beberapa tahun belakangan ini.Tetapi untuk segera pulang ke rumahnya pun dia merasa sedikit berat, karena masalah keluarganya yang ada di sini belum menemukan titik terang. Rosa tidak mau pergi, sebelum menyelesaikan masalah yang ada di sini.Walaupun dia terlihat ketus dan juga cuek, tapi dia tetap memikirkan kehidupan Marwan. Dia tidak mau adik bungsunya itu mendekam di dalam penjara, karena uang enam ratus juta milik Lisa dan juga Aji.Rosa benar-benar merasa jengkel sebenarnya kepada Lisa, adik tengahnya itu benar-benar keras kepala dan juga su
460. Kebenaran Lainnya (Bagian B)Rosa sendiri sangat mengaminkan jika hal itu adalah suatu kebenaran, jadi … membujuk Aji bukanlah hal yang sulit lagi. Namun, tentunya dia tidak bisa mengungkapkan hal tersebut dengan gamblang pada suaminya ini.Bisa-bisa, ayah dari anaknya ini akan bertanya panjang lebar jika hal itu dilakukan. “Iya, Mas. Aku juga merasa begitu, kayaknya memang si Lisa ini udah terpengaruh sama Aji, deh. Makanya dia berani melawan Ibu, dan pergi dari rumah ini.” Rosa berujar dengan nada kesal.[Memangnya apa yang menyebabkan Lisa pergi dari rumah? Dia berantem sama Ibu? Atau sama kamu, Sayang?] Lelaki itu bertanya cepat.“Yah, masalah biasa, Mas. Lisanya saja yang terlalu sensitif!” Rosa membalas, dan segera mengalihkan pembicaraan.Percakapan demi percakapan mengalir begitu saja, dari telepon genggam yang Rosa tempelkan ke telinganya. Dia begitu senang karena suaminya banyak memberi masukan dan terlihat sangat peduli dengan keluarganya.“Ros! Rosa!”Wanita dengan s
461. Kebenaran Lainnya (Bagian C)“Mbak! Tolonglah nggak usah ingat-ingat tentang Polisi, aku merasa tidak nyaman saat mendengar kata-kata polisi!” kata Marwan dengan nada ketus.Rosa hanya mengangkat bahu tidak peduli, apalagi saat melihat Marwan yang semakin frustasi. Wanita itu merasa, semakin cepat mereka menemukan Lisa maka semakin baik. Makanya dia langsung menatap ke arah Maryam, dan memaku pandangannya kepada wanita yang sudah melahirkannya itu.“Sudah lah, Bu. Ayo kita segera berangkat mencari Lisa kalau begitu, daripada kita duduk di sini … tidak ada gunanya! Lagi pula, semakin lama kita mengulur waktu, bisa-bisa anak kesayangan Ibu ini akan menjadi gila karena ketakutan!” ujar Rosa sambil bangkit berdiri.Dia lalu berjalan ke arah kamarnya,sama sekali tidak menghiraukan teriakan Marwan yang tertuju ke arahnya. Adik bungsunya itu, sepertinya terdengar sangat kesal dan juga marah.Setelah mengambil dompet dan juga tas miliknya, Rosa kembali ke ruang tamu. Di sana dia bisa mel
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)463. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian A)"Sebenarnya, uang dua ratus juta itu kami bagi dua. Untuk Marwan setengah, dan untuk Ibu setengah," kata Maryam dengan nada lemah dan juga lesu."Kalau begitu nggak masalah, ini tidak terlalu buruk. Setidaknya uang tersebut masih ada, dan kita tinggal menjual sawah serta kebun untuk mendapatkan uang sisanya!" ujar Rosa sambil mengangguk mantap.Rosa bersyukur, setidaknya uang itu masih utuh dan hal itu merupakan adalah hal yang baik, karena bisa mengurangi sedikit beban yang mereka rasakan.Namun wajah berseri milik Rosa, sama sekali tidak berbanding lurus dengan wajah muram yang Marwan dan juga Maryam tunjukkan, mereka berdua menunjukkan wajah pucat pasi seperti mayat.Dan hal itu sukses membuat Rosa dan juga Edi menjadi kebingungan, mereka berdua kemudian berpandangan dan melihat satu sama lainnya dengan pandangan bingung."Kenapa wajah kalian terlihat murung seperti itu, Mbak? Jangan sedi
464. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian B)"Rosa benar, jika dia masih mau membantu seharusnya kalian itu juga mau terbuka, bukannya malah menutup-nutupi seperti ini. Sekarang Bapak tanya sama kamu, Wan, uang yang ada di tanganmu masih ada, atau sudah habis?" tanya Parto dengan nada tegas.Marwan langsung kembali menunduk, dan setelahnya menggeleng kecil. Suara nafas yang tertahan langsung terdengar menggema di ruangan empqt kali tiga itu, Rosa sendiri sudah bisa menebak jawaban yang Marwan berikan, makanya dia hanya bisa mengusap wajahnya menggunakan kedua belah telapak tangannya."Uang itu sudah habis, Pak. Sudah tidak bersisa sedikitpun," ujar Marwan dengan nada bergetar."Kamu kemanakan uang sebanyak itu, Wan?" tanya Parto dengan nada heran."Aku memberikan uang itu kepada istriku, Pak. Dan aku tidak tahu istriku menggunakan uang itu untuk apa, tetapi ketika tadi malam aku tanya … katanya uang itu sudah habis," kata Marwan sambil kembali menunduk dalam."Ini, ini yang membuat aku kesa
465. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian C)"Hah? Lalu bagaimana dengan Lisa? Apa kamu lupa? Adikmu itu juga mengancam akan melaporkan Marwan ke polisi, jika kita tidak menyediakan uang miliknya juga!" Parto menyela, dan menatap Putri sulungnya itu dengan tatapan heran."Yang terpenting adalah Aji, karena Aji adalah orang lain. Sedangkan Lisa? Aku rasa dia hanya menggertak, dia tidak mungkin melaporkan adik kandungnya sendiri ke polisi. Bukankah begitu?" tanya Rosa meminta pendapat yang lain.Edi langsung mengangguk dengan cepat, sedangkan Parto sendiri tidak yakin. Karena dia ingat, ketika Lisa pergi dari rumah tiga hari yang lalu, anak kandungnya itu menunjukkan wajah yang terlihat sangat yakin akan keputusannya.Jadi, kecil kemungkinan Lisa akan mengurungkan niatnya untuk melaporkan Marwan ke polisi."Tapi Mbak, aku nggak mau menjual kebun milikku. Apa nanti kata mertuaku? Mereka pasti akan mengolok-olok ku!" Marwan kembali berujar frustasi."Oh, ya sudah kalau begitu, Wan. Silakan kamu