461. Kebenaran Lainnya (Bagian C)“Mbak! Tolonglah nggak usah ingat-ingat tentang Polisi, aku merasa tidak nyaman saat mendengar kata-kata polisi!” kata Marwan dengan nada ketus.Rosa hanya mengangkat bahu tidak peduli, apalagi saat melihat Marwan yang semakin frustasi. Wanita itu merasa, semakin cepat mereka menemukan Lisa maka semakin baik. Makanya dia langsung menatap ke arah Maryam, dan memaku pandangannya kepada wanita yang sudah melahirkannya itu.“Sudah lah, Bu. Ayo kita segera berangkat mencari Lisa kalau begitu, daripada kita duduk di sini … tidak ada gunanya! Lagi pula, semakin lama kita mengulur waktu, bisa-bisa anak kesayangan Ibu ini akan menjadi gila karena ketakutan!” ujar Rosa sambil bangkit berdiri.Dia lalu berjalan ke arah kamarnya,sama sekali tidak menghiraukan teriakan Marwan yang tertuju ke arahnya. Adik bungsunya itu, sepertinya terdengar sangat kesal dan juga marah.Setelah mengambil dompet dan juga tas miliknya, Rosa kembali ke ruang tamu. Di sana dia bisa mel
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)463. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian A)"Sebenarnya, uang dua ratus juta itu kami bagi dua. Untuk Marwan setengah, dan untuk Ibu setengah," kata Maryam dengan nada lemah dan juga lesu."Kalau begitu nggak masalah, ini tidak terlalu buruk. Setidaknya uang tersebut masih ada, dan kita tinggal menjual sawah serta kebun untuk mendapatkan uang sisanya!" ujar Rosa sambil mengangguk mantap.Rosa bersyukur, setidaknya uang itu masih utuh dan hal itu merupakan adalah hal yang baik, karena bisa mengurangi sedikit beban yang mereka rasakan.Namun wajah berseri milik Rosa, sama sekali tidak berbanding lurus dengan wajah muram yang Marwan dan juga Maryam tunjukkan, mereka berdua menunjukkan wajah pucat pasi seperti mayat.Dan hal itu sukses membuat Rosa dan juga Edi menjadi kebingungan, mereka berdua kemudian berpandangan dan melihat satu sama lainnya dengan pandangan bingung."Kenapa wajah kalian terlihat murung seperti itu, Mbak? Jangan sedi
464. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian B)"Rosa benar, jika dia masih mau membantu seharusnya kalian itu juga mau terbuka, bukannya malah menutup-nutupi seperti ini. Sekarang Bapak tanya sama kamu, Wan, uang yang ada di tanganmu masih ada, atau sudah habis?" tanya Parto dengan nada tegas.Marwan langsung kembali menunduk, dan setelahnya menggeleng kecil. Suara nafas yang tertahan langsung terdengar menggema di ruangan empqt kali tiga itu, Rosa sendiri sudah bisa menebak jawaban yang Marwan berikan, makanya dia hanya bisa mengusap wajahnya menggunakan kedua belah telapak tangannya."Uang itu sudah habis, Pak. Sudah tidak bersisa sedikitpun," ujar Marwan dengan nada bergetar."Kamu kemanakan uang sebanyak itu, Wan?" tanya Parto dengan nada heran."Aku memberikan uang itu kepada istriku, Pak. Dan aku tidak tahu istriku menggunakan uang itu untuk apa, tetapi ketika tadi malam aku tanya … katanya uang itu sudah habis," kata Marwan sambil kembali menunduk dalam."Ini, ini yang membuat aku kesa
465. Meminjam Tabungan Rosa (Bagian C)"Hah? Lalu bagaimana dengan Lisa? Apa kamu lupa? Adikmu itu juga mengancam akan melaporkan Marwan ke polisi, jika kita tidak menyediakan uang miliknya juga!" Parto menyela, dan menatap Putri sulungnya itu dengan tatapan heran."Yang terpenting adalah Aji, karena Aji adalah orang lain. Sedangkan Lisa? Aku rasa dia hanya menggertak, dia tidak mungkin melaporkan adik kandungnya sendiri ke polisi. Bukankah begitu?" tanya Rosa meminta pendapat yang lain.Edi langsung mengangguk dengan cepat, sedangkan Parto sendiri tidak yakin. Karena dia ingat, ketika Lisa pergi dari rumah tiga hari yang lalu, anak kandungnya itu menunjukkan wajah yang terlihat sangat yakin akan keputusannya.Jadi, kecil kemungkinan Lisa akan mengurungkan niatnya untuk melaporkan Marwan ke polisi."Tapi Mbak, aku nggak mau menjual kebun milikku. Apa nanti kata mertuaku? Mereka pasti akan mengolok-olok ku!" Marwan kembali berujar frustasi."Oh, ya sudah kalau begitu, Wan. Silakan kamu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)466. Pertemuan! (Bagian A)Wanita itu langsung menatap Marwan dengan pandangan bengis, lebih tajam daripada yang tadi. Karena dia sudah merasa, kalau adik kandungnya ini benar-benar sudah keterlaluan. Marwan sudah melewati batas dan Rosa benar-benar tidak menyukai hal tersebut."Kamu jangan kurang ajar ya, Wan. Berani-beraninya kamu meminta uang tabungan milikku!" Rosa mendecih sinis."Aku nggak meminta, Mbak. Aku hanya meminjam uang tabungan Mbak!" Marwan segera menyahut.Dia menatap Rosa dengan pandangan memohon. Berharap agar kakak sulungnya itu mau berbaik hati untuk meminjamkan tabungan miliknya, agar bisa membayar uang Aji dan juga Lisa tanpa harus menjual kebun miliknya.Bukankah Marwan terlalu egois? Dia tidak mau menjual miliknya, dan malah ingin mengorbankan punya orang lain. Tetapi dia tidak ingin memikirkan hal tersebut, biarlah dia dikatakan egois daripada dia harus kehilangan harga dirinya di depan mertua dan keluar
467. Pertemuan! (Bagian B)Bukankah sangat menyebalkan? Maryam benar-benar tidak memikirkan perasaan anak-anaknya yang lain, dan hanya memikirkan Marwan sendiri. Seolah-olah wanita itu tidak keberatan menumbalkan kedua putrinya, hanya untuk membela Putra semata wayangnya."Mbak, aku ngerasa pembicaraan ini udah mulai nggak sehat!" Edi ikut bicara. "Rasa-rasanya, kalian tidak bisa memaksa Rosa untuk meminjamkan uang tabungannya. Karena bagaimanapun juga, ini bukanlah tanggung jawab Rosa sebenarnya. Tapi tanggung jawab kalian, kalianlah yang mempunyai ide untuk mengadakan investasi bodong ini!" kata Edi lagi."Ya tapi apa salahnya, sih, kalau Rosa itu meminjamkan uang tabungannya kepada Marwan? Ya, Mbak akui Mbak ini memang salah, tetapi jika Rosa bisa meminjamkan uang tabungannya, bukankah akan sangat baik? Kita bisa tetap menyimpan tanah dan juga sawah yang sudah kita beli, untuk masa depan!" kata Maryam lagi."Sudahlah, Bu. Kalau Ibu tidak mau mencari Lisa sekarang, maka aku akan kem
468. Pertemuan! (Bagian C)"Jadilah, Bi. Soalnya tadi malam kan hujan, lagi pula kebetulan hari ini Mas Abi sudah ada di rumah, dan kami akan ke kontrakan Mbak Lisa bersama-sama," kata Ana menjelaskan.Ramlah mengangguk mengerti, dia menatap Abi yang baru saja datang dari atas ke bawah. Wanita itu memindai penampilan keponakannya dengan pandangan yang sangat tajam."Kamu apa nggak lebih baik istirahat aja, Bi? Soalnya kamu itu kan beberapa hari ini berada di sawah terus-terusan, takutnya kamu sakit nanti karena kelelahan!" kata Ramlah berusaha mengingatkan."Aku tadi juga udah bilang begitu, Bi. Tapi tetap aja, Mas Abi ini ngeyel. Dia bilang, dia itu kangen banget sama Naufal dan juga Salsa, jadi dia akan melihat keponakannya itu dulu, baru bisa beristirahat dengan tenang!" kata Ana sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.Abi sendiri langsung memukul paha istrinya itu dengan lembut, namun tetap saja berhasil membuat Ana memetik kaget. Dia menatap Abi dengan tajam, karena sudah melaku
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)469. Bertanya Pada Ema (Bagian A)"Maaf ya, Bu, tetapi Lisa sudah berpesan kepada saya untuk tidak memberitahukan alamatnya yang sekarang kepada siapapun!" Ema berujar dengan mantap.Wanita itu saat ini sedang berada di toko baju miliknya, dia sedang mengecek kinerja pekerjanya dan ingin melihat stok baju yang habis dan ingin merestocknya kembali dengan model yang lebih terbaru.Wanita yang baru saja menikah itu dikejutkan dengan kedatangan dari Maryam dan juga Rosa, dia tahu Maryam adalah Ibu Lisa, rekan kerjanya di SD Negeri 40 sekaligus sahabat baiknya.Ema juga tahu mengenai pertikaian yang terjadi di keluarga Lisa, karena kepergiannya dari rumah beberapa hari yang lalu tak lepas dari campur tangan Ema sendiri. Lisa meminta tolong kepadanya, untuk mencarikan kontrakan yang bisa dihuni selama beberapa bulan ke depan.Sebagai teman yang baik, Ema tentu saja melaksanakan mandat Lisa dengan sempurna. Dia mencarikan kontrakan yang