334. Kedatangan Jumiati (Bagian B)Aku langsung menoleh dan menatap ke arah Ibu dengan pandangan heran. Bagaimanapun juga aku bisa melihat wajahnya yang berubah menjadi gusar, Ibu terlihat menghela nafas dengan panjang dan juga dalam.Bi Ramlah yang belum menerima jawaban, terlihat menunjukkan wajah tidak puas. Dia lalu berjalan kembali ke arah kursinya yang tadi dan menatap ibu dengan pandangan dalam."Sumpah ya, Mbak. Aku tuh nggak habis pikir, masalah kok nggak habis-habis menghampiri keluarga ini?" kata Bi Ramlah lagi. “Lah, itu Mbak Jum ngapain ke sini? Kok, katanya ada urusan sama Lisa dan juga sama Mbak. Memangnya anak itu buat masalah apa lagi? Aku jelas nggak bisa ngomong, Mbak. Orang aku nggak tahu apa-apa," kata Bi Ramlah semakin menggebu-gebu."Ya, udah kamu nggak usah ngomong apa-apa!" kata Ibu dengan santai. Beliau lantas bangkit berdiri dan berjalan keluar dari dapur."Nah, ibumu ini, ini yang nggak aku suka, An. Bagaimana bisa dia selalu bersikap seolah-olah tidak terj
335. Kedatangan Jumiati (Bagian C)"Iya, Suci mengerti. Tetapi kan Suci sudah bilang kepada Bude, kalau ada selentingan yang bilang kalau Aji itu sudah mentalak Lisa. Kalau mereka itu sudah tidak punya hubungan apa-apa, nggak mungkin dong Bude masih meminta pertanggungjawaban sama mereka." Suci kembali berbicara dengan nada lembut."Haduh, sudahlah! Bude jadi pusing. Biar nanti saja Bude mendengar penjelasan Sri bagaimana. Karena bagaimanapun juga Bude ini udah nggak ada uang loh, Ci. Buat perputaran modal gimana Bude bisa tenang," kata Jumiati lagi.Sri kemudian melangkah mendekat keluar dari persembunyiannya saat mendengar pembicaraan mereka tadi, wajah Jumiati langsung berseri saat melihat kedatangan Sri."Sri, Maaf, ya, kalau pagi-pagi begini kami datang ke sini," kata Jumiati sambil tersenyum kecil. "Iya, nggak papa, Mbak Yu," kata Sri sambil mengganggu sopan."Lagi apa kamu? Sarapan, ya?" tanya Jumiati berbasa-basi."Ya, Yuk. Tetapi sudah selesai, kok," sahut Sri sekenanya. “Oh
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)336. Pertanyaan Abi (Bagian A)“Kamu itu kalau nggak tahu apa-apa, mending diem aja, Ram!” Jumiati menyentak marah.“Aku memang nggak tahu apa-apa, Mbak. Tapi, ngedenger nama Lisa itu sampeyan sebut, aku tahu ada yang nggak beres!” sahut Ramlah dengan ketus.Wanita itu lantas mendudukkan dirinya di samping Sri, dan menatap Jumiati dengan pandangan tegas. Sedangkan wanita yang lebih tua, balas menatap Ramlah dengan pandangan yang tak kalah gAnnas.Ramlah memang lebih muda, tapi dia sama sekali tidak gentar akan hal itu. Jumiati ke sini untuk meminta haknya kembali, bukan untuk mengemis ataupun merampok. Lalu? Di mAnna letak kesalahannya? “Lisa nggak ada di sini, dia ada di rumah orang tuanya!” ujar Ramlah tiba-tiba. “Kalau ada perlu, ya ke sAnna saja. Jangan ke sini, kami udah nggak ada hubungan apa-apa sAnna dia,” kata Ramlah lagi.“Ada atau tidak, aku tidak peduli. Aku ke sini mau mengambil hak ku kembali!” Jumiati berujar tega
337. Pertanyaan Abi (Bagian B)“Tapi, Bude—”“Bude mohon … mungkin Ramlah tidak nyaman jika sendirian mengantar Bude ke sana, jadi Bude berharap Anna mau membantu Bude menemani Ramlah dan mengantar Bude ke sana, ya?” Jumiati segera memotong ucapan Anna, dan kembali memberikan permohonan kepada wanita itu.Anna yang memang dasarnya sangat baik hati, tidak sanggup menentang permintaan yang Jumiati berikan dan dengan berat hati dia mengangguk dan tersenyum kecil.“Baiklah Bude, tapi mohon maaf siang ini kami belum bisa mengantar Bude ke sAnna. bagaimana kalau sore? Karena siang ini kami harus menemani Ibu ke sawah, untuk melihat orang panen,” sahut Anna dengan nafas yang terdengar berat.“Nggak apa-apa, An. Bude mau diantar kapan juga tidak masalah, kalian mau mengantar Bude saja … Bude sudah sangat senang,” sahut Jumiati sambil tersenyum riang. “Alhamdulillah ya, Ci. Mereka mau mengantar kita ke sAnna,” ujar Jumiati lagi sambil menatap Suci dengan pandangan berbinar.“Iya Bude, Alhamdul
338. Pertanyaan Abi (Bagian C)“Iya, gimana juga nggak masalah,” sahut Sri dengan lelah. “Ya sudah, Ibu juga masuk ke dalam, mau nyuci, sama nyuci piring, biar nanti siang kita perginya rumah dalam keadaan bersih,” ujar Sri lalu masuk ke dalam rumah.Anna dan Ramlah langsung bergegas pulang, di atas motor Ramlah berkali-kali mengumpati Lisa dengan kata-kata yang bahkan Anna sendiri tidak sanggup mendengarnya.“Udahlah, Bi. Jangan mengumpati dia terus, nanti pahala dia bertambah, dan dosa Bibi juga ikut bertambah,” ujar Anna berusaha menasehati.“Gemes aku lo, An. Kok, ada ya manusia begitu? Heran aku! Aku udah nggak habis pikir!” kata Ramlah dengan gigi yang bergemeretak dengan keras.Anna menghela nafas dengan panjang saat mendengar jawaban Ramlah, walaupun dia juga merasa kesal. tetapi dia tidak bisa melampiaskannya seperti Ramlah yang bisa mengumpat dengan kata-kata kotor, dan juga nama berbagai isi kebun binatang di dalamnya.Memang setelah dipikir-pikir, Lisa sangat keterlaluan.
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)339. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian A)POV ANNAAku mengeluarkan keringat dingin, saat melihat Mas Abi memberikan tatapan bertanya dengan nada suara yang terdengar serak dan juga dalam. Bulu kudukku entah kenapa berdiri, membuat aku merasa amat gugup dan juga mual.Setelah mengajukan pertanyaan tadi, Mas Abi tidak lagi memberikan pertanyaan apapun. Dia hanya menunggu aku untuk menjawab, dengan tatapan yang sangat sulit aku artikan.Mas Abi yang diam seperti ini membuat aku menjadi serba salah, karena suamiku yang sebenarnya, biasanya bersifat ceria dan juga blak-blakan, tidak seperti ini yang kaku dan juga terlihat menyeramkan.“Mas tahu dari mana?” tanyaku dengan penuh kehati-hatian.“Dari Mas Aji!” sahut Mas Abi dengan nada santai, namun terdengar amat berbahaya di telingaku.Aku menelan ludah susah payah saat mendengar jawaban yang Mas Abi berikan, bagaimana bisa Mas Aji memberitahu Mas Abi? Bukankah dia tahu kalau aku s
340. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian B)Mendengar perkataannya, aku menghembuskan nafas lega karena ternyata perkiraanku mengenai Mas Abi yang keberatan untuk membeli kebun Mas Aji ternyata tidak benar.Suamiku masihlah orang baik masihlah lelaki yang amat bertanggung jawab dan juga menyayangi saudaranya dengan segenap hati. Suamiku sama sekali tidak menyimpan dendam, dan juga menyimpan kemarahan mengenai sikap Mas Aji yang terdahulu.Aku lalu menatap mas Abi dengan pandangan bangga, dan merasa luar biasa bahagia karena mempunyai sosok suami seperti Mas Abi yang berada di sampingku."Nah, waktu Mas ngomel begini kamu malah senyum-senyum sendiri!" Mas Abi mencentikkan telunjuknya di keningku."Sakit, Mas …." kataku merajuk dengan manja."Uluh-uluh … mana yang sakit, Sayang? Sini Mas tiup, biar hilang sakitnya," sahut Mas Abi sambil terkekeh kecil.Kami berdua lalu tertawa dengan candaan masing-masing, merasa luar biasa senang dengan keadaan yang seperti ini. Sudah sejak lama, sej
341. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian C)"Ya Allah, Dek. Lain kali kalau kamu itu dititipi pesan sama orang, kamu itu harus membicarakan hal tersebut setelah sampai di rumah sama Mas. Oke? Soalnya Mas tadi begitu terkejut saat Mas Aji bilang kalau kita akan membeli kebun dia yang ada di juragan Karta, Mas sampai kehilangan kata-kata karena Mas bingung. Kita itu bisa dapat uang dari mana?" kata Mas Abi dengan penuh kelembutan."Iya, Mas. Aku minta maaf ya, soalnya aku benar-benar lupa," kataku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menyesal."Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting Mas udah tahu sekarang ini, terus gimana? Ibu dan Bapak meminjamkan uang tersebut, begitu?" tanya Mas Abi lagi."Bapak sama Ibu nggak ada ngomong apa-apa sih, Mas. Mereka cuman bilang supaya kita menebusi tanah Mas Aji yang ada di juragan Karta, mereka yang menyediakan uangnya. Udah gitu aja," kataku ikutan bingung.Sebenarnya ini juga yang aku pikirkan dari k
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata