341. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian C)"Ya Allah, Dek. Lain kali kalau kamu itu dititipi pesan sama orang, kamu itu harus membicarakan hal tersebut setelah sampai di rumah sama Mas. Oke? Soalnya Mas tadi begitu terkejut saat Mas Aji bilang kalau kita akan membeli kebun dia yang ada di juragan Karta, Mas sampai kehilangan kata-kata karena Mas bingung. Kita itu bisa dapat uang dari mana?" kata Mas Abi dengan penuh kelembutan."Iya, Mas. Aku minta maaf ya, soalnya aku benar-benar lupa," kataku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menyesal."Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting Mas udah tahu sekarang ini, terus gimana? Ibu dan Bapak meminjamkan uang tersebut, begitu?" tanya Mas Abi lagi."Bapak sama Ibu nggak ada ngomong apa-apa sih, Mas. Mereka cuman bilang supaya kita menebusi tanah Mas Aji yang ada di juragan Karta, mereka yang menyediakan uangnya. Udah gitu aja," kataku ikutan bingung.Sebenarnya ini juga yang aku pikirkan dari k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)342. Om Edi (Bagian A)Siang ini kami semua memutuskan untuk pergi ke sawah dan menutup toko jauh lebih cepat, karena Aina dan juga Emak begitu antusias ketika aku mengatakan akan makan siang bersama di sawah. Sekalian melihat para pekerja, yang sedang memanen sawah Ibu dan juga Bapak.Ibu dan juga Bapak mempunyai rumah kecil di atas kolam ikan yang ada di sawah. Rumah itu cukup mini, hanya dengan satu kamar mandi dan juga satu ruangan. Tapi mempunyai teras yang amat lebar, gunanya untuk duduk-duduk dan juga memudahkan jika ingin makan bersama seperti saat ini.Setelah membagikan makanan kepada para pekerja, dan mereka memilih untuk makan di gubuk-gubuk yang tersedia di sana, kami juga ikut makan di teras rumah milik Ibu.Suasananya amat tenang dan juga nyaman. Walaupun cuaca terasa amat panas di luar sana, tetapi di dalam rumah ini sama sekali tidak terasa selain karena terlindung dari matahari. Keberadaan kolam yang berada di b
343. Om Edi (Bagian B)"Itu kan induk, Dek. Mana mungkin dikasih sama Ibu, lagian kamu nggak ngeri makan ikan segitu gedenya?" tanya Mas Aji sambil menatapku dengan pandangan heran."Iya, sih, itu gede banget. Ya, udah deh yang lain aja," kataku sambil mengangkat bahu."Oh iya, An, kamu udah izin sama Abi untuk rencana kita nanti sore?" tanya Bi Ramlah tiba-tiba.Dia yang duduk di sebelahku menatapku dengan pandangan heran,Bi Ramlah tidak menjuntaikan kakinya ke air, tetapi bersandar di batang kayu yang sengaja dibuat bapak untuk menjadi pembatas teras rumahnya ini."Memangnya mau ke mana?" tanya Mas Abi ingin tahu."Oh, itu nanti sore rencananya aku sama Bi Ramlah mau ke rumah Mbak Lisa," ucapku tanpa menatap wajah suamiku itu sedikitpun."Hah, ngapain kalian ke sana?" Malah Mas Aji yang menjawab kata-kataku barusan.Suaranya terdengar heran, dan terlihat amat penasaran dengan kami yang ingin datang ke rumah mantan istrinya itu."Mau ngantar Mbak Jum untuk menemui istrimu," sahut Bi
344. Om Edi (Bagian C)"Ya mau ngapain lagi? Mau buat rusuh, lah," sahut Bi Ramlah dengan cepat. "Lihat aja tampang-tampangnya itu, kelihatan songong, ngebuat orang pengen nonjok wajahnya yang sombong itu," kata Bi Ramlah lagi."Is, nggak boleh kayak gitu, Bi," kataku memperingatkan. "Belum tentu juga dia mau buat rusuh di sini, bisa aja cuman mau bersilaturahmi," kataku melanjutkan."Iya, iya terserah kamu aja, An. Tapi jangan terkejut kalau nanti dia tidak sesuai ekspektasi kamu," kata Bi Ramlah lagi."Emangnya kenapa sih? Ada apa sama Om Edi itu?" tanyaku lagi ingin tahu.Karena aku memang tidak tahu apapun mengenai keluarga Lisa, aku hanya tahu mengenai keluarga inti Lisa yang lumayan sering aku lihat. Seperti Pak Parto, Bu Maryam, Marwan dan juga istrinya. Bahkan Rossa dan juga suaminya saja hanya beberapa kali aku lihat.Kalau keluarganya yang lain seperti Om dan juga tantenya, tentu saja aku tidak tahu. Karena mereka lebih dulu menikah daripada aku, dan sewaktu pernikahanku dan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)345. Balasan Telak dari Anna (Bagian A)Senyum yang tadi terbentuk manis di bibir Mas Abi langsung lenyap tak bersisa, dia memalingkan wajahnya demi menatap hamparan sawah yang sebagian sudah di arit. Sedangkan lelaki yang bernama Edi itu sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah, setelah melontarkan kata-kata yang tidak pantas seperti tadi. Dia masih tersenyum manis, sambil meneliti keadaan sekitar.“Wah, panen banyak ya, Mas?” tanyanya dengan nada penasaran.“Iya!” Bapak menyahut ketus, mungkin merasa tak terima karena anak lelakinya itu baru saja dihina oleh Om Lisa itu.“Luasnya berapa, Mas?” tanyanya lagi, seolah tak merasa hawa membunuh yang sudah kami kobarkan.“Cuma dua puluh lima hektar, Di.” Bapak kembali menyahut, namun sama sekali tidak menatap lelaki itu sedikitpun.Bapak lebih memilih menyibukkan dirinya dengan kegiatan lain, mengecek ponselnya, dan mengutak-atiknya sebentar. Baru saja Bapak meletakkan ponselnya di
346. Balasan Telak dari Anna (Bagian B)Aku bisa melihat, Ibu, Emak, dan juga Bi Ramlah yang sedang menahan tawa. Sedangkan dari ekor mataku, aku bisa melihat Mas Abi yang tersenyum sambil menggeleng.“Jadi mau kamu gimana, Dek? Apa Mas ini ke sawah pakai dasi, pakai jas, dan pakai sepatu?” tanya Mas Abi padaku.“Boleh juga, Mas. Kenapa nggak dicoba? Mana tau viral, kan?” kataku sambil terkekeh.“Udah-udah! Nggak usah yang aneh-aneh kalian!” Mas Aji menengahi. “Suamimu ini polos, Dek. Jangan sampai besok dia betulan pakai jas lengkap ke sawah!” kata Mas Aji lagi.“Ya ndak apa-apa, sih. Petani elit!” Bi Ramlah ikut menimpali.“Elit opo? Nggak usah yang aneh-aneh, dari pada gaya elit, ekonomi sulit, kantong menjerit, mending bergaya sesuai kemampuan, tapi bisa bantu orang yang membutuhkan!” Ibu menyahut dari seberang sana.Aku mengacungkan jempolku ke arah Ibu, dan hal itu membuat Edi dan istrinya terkekeh sambil menunjukkan senyum masam. Mau membully suamiku? Mau menjatuhkannya? Oh, ti
347. Balasan Telak dari Anna (Bagian C)“Mendingan kamu iku meneng, ojo ngomong!” kata Bi Ramlah dengan keras. “Datang-datang cuma menghina, buat apa kalian ke sini, hah? Ganggu kami aja!” kata Bi Ramlah lagi.“Lagian, nggak ada hubungannya kota sama desa. Kalau tinggal di kota membuat akhlak jadi nggaka ada, mendingan aku tinggal di hutan saja!” Ibu ikut menyahut.Edi dan istrinya lantas terdiam, balasan Ibu terlalu telak dan hal itu benar-benar sukses membuat mereka tak bisa berbuat apa-apa.“Kalian mau apa ke sini, Di?” tanya Bapak tiba-tiba.“Kami mau ketemu sama Aji, Mas.” Edi menyahut sopan.“Aji? Ada perlu apa?” tanya Bapak lagi, keningnya berkerut dalam.“Apa benar dia sudah menceraikan Lisa?” tanya lelaki itu dengan cepat.“Benar, Om!” Mas Aji langsung membalas. “Kenapa?” tanya Edi dengan nada tidak suka.“Banyak alasannya, tetapi yang paling fatal adalah ketika dia memfitnah kedua orang tuaku,” sahut Mas Aji dengan mantap.Aku bisa melihat lelaki yang berstatus sebagai Om L
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)348. Ruli mau ikut (Bagian A)“Emak mana, Ai?” Aku keluar dari kamar dengan menggunakan tunik berwarna hijau, dan juga celana kulot berwarna hitam, lengkap dengan jilbab instan berwarna senada. Aku baru saja selesai mandi dan bersiap-siap, dan karena itu aku sudah terlihat segar padahal baru saja pulang dari sawah.Sepulang dari sawah tadi aku memang langsung bergegas untuk bersiap, karena sebentar lagi sore dan aku punya janji untuk pergi bersama Bi Ramlah ke rumah Lisa demi menemani Bude Jum dan juga Mbak Suci. Tidak tanggung-tanggung, Bude Jum ke sana untuk menagih hutang, dan aku akan ikut ke sana. Kurang kerjaan sekali, sumpah! Tapi, walaupun masih ada rasa enggan yang aku rasakan, aku tak bisa membatalkan kepergian ini begitu saja. Karena aku sudah kadung berjanji, dan aku tidak akan pernah mengingkari apa yang sudah aku janjikan. Aku mendudukkan diriku di samping Aina, di mana aku bisa melihat adikku itu sedang mengutak