349. Ruli mau ikut (Bagian B)"Iyalah! Gang depan belok kanan, terus gang mana lagi, An? Makanya kamu itu jangan di rumah saja, sesekali harus berbaur sama orang-orang. Pergi ke sana, pergi ke sini. Main di sana, main di sini. Bukan cuma ngedekem di rumah aja!" omel Bi Ramlah sambil menepuk punggungku lumayan kuat.Aku meringis perih, pukulan Bi Tamlah terasa panas di punggungku. Sialan! Kalau bukan Bibi suamiku, sudah aku balas kelakuannya tadi."Nggak deh, Bi. Makasih!" Aku menggeleng spontan."Dibilangin ngeyel kamu itu!" sahutnya kesal. "Kamu terlalu kuper, An. Terlalu menutup diri, lingkup pertemanan kamu itu hanya ngomong sama Bu Sulis, hanya ngomong sama Ujang. Coba kamu itu berteman sama orang lain, sama tetangga-tetangga yang lain, jangan hanya sekitar rumah kamu aja. Kamu itu kayak orang yang nggak punya pergaulan, padahal ya … banyak orang yang mau berteman sama kamu tapi ketakutan. Karena apa? Karena kamu itu dikira orang sombong!" kata Bi Ramlah sambil mencibir.Aku hany
350. Ruli mau ikut (Bagian C)Akut turun dari motor, sambil mencebik sinis diam-diam. Bi Ramlah memang sangat pandai berbicara, bijak sekali dia kalau di dengar oleh orang awam, sayangnya aku sudah profesional dan aku sudah tahu bagaimana sifat aslinya. Aku mendekat ke arah mereka dan mendudukkan diri di teras rumah Bude Jum, yang memang mempunyai undakan tangga sedikit untuk naik ke atas teras.“Loh, jangan di bawah situ, An. Naik saja ke sini! Ngapain di bawah? Ayo sini duduk di kursi!” ujar Bude Jum dengan suara yang tidak enak. “Masak tamu duduknya di bawah, ayo sini! Duduk di atas!” katanya lagi.“Aduh Bude, nggak apa-apa Anna duduk di sini saja,” sahutku dengan lembut, menolak dengan halus. “Lagian di sini juga bersih kok, nggak masalah lah, Bude!” kataku lagi sambil mengembangkan senyum manis.“Udah, Mbak. Biarkan saja dia di situ, dia itu pengen ngeliat-liat sekitar mungkin. Soalnya tadi saja, dia tuh nggak tahu rumah Mbak ada di mana,” sahut Bi Ramlah dengan nada mengejek,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)351. Lisa Mau Kabur! (Bagian A)“Apaan, sih?!” Bi Ramlah langsung berteriak. “Kamu nggak usah kepo deh, orang mau pergi kamu mau ikut! Kamu nggak diajak, loh!” ujar Bi Ramlah dengan sinis.Langkah kaki Mbak Ruli yang tadi sudah berbalik menuju ke rumahnya, langsung terhenti. Ahhh, aku merasa akan ada perang yang terjadi di sini. Mbak Ruki memicingkan matanya dan menatap Bi Ramlah dengan pandangan tajam, dia mendengus kemudian dan melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya yang masam, sudah menunjukkan kalau dia sangat tidak senang dengan kata-kata Bi Ramlah barusan.“Mending kamu di rumah, nonton tivi, jangan kepo sama urusan orang!” ujar Bi Ramlah lagi.Lengkungan senyum sinis terbentuk kecil di bibir Mbak Ruli, dia kemudian endengus dan melangkahkan kakinya mendekat ke arah semula. Bi Ramlah yang masih duduk di kursi, dan Mbak Ruli yang sudah berada di depanku.Aku mendongak menatapnya, karena aku memang masih duduk di un
352. Lisa Mau Kabur! (Bagian B)“Ram, maksudku ya bukan begitu,” sahut Bude Jum serba salah.“Lah, terus apa, Mbak? Tinggal nolak kok susah banget, sih?” tanya Bi Ramlah dengan nada tajam. “Nolak apa? Eh, Bude Jum itu nggak kayak sampeyan, Bi. Bude Jum itu baik, apa salahnya sih, kalau aku ikut? Iya kan, Bude?” Mbak Ruli kembali berbicara.Aku bangkit, dan berjalan mendekati Mbak Suci. Situasi di sana sudah tidak kondusif, aku malas berdekatan dengan mereka yang hampir baku hantam. Aku cinta damai, anti kekerasan.“Kita pulang saja yuk, Mbak,” kataku sambil berdiri di samping motor Mbak Suci.“Ini ada apa sih, Mbak? Mereka bertengkar?” tanya Mbak Suci ingin tahu.“Biasa, kayak nggak tahu aja kelakuan Mbak Ruli sama Bi Ramlah,” balasku dengan cuek.“Oalah, aku kira aku terlambat banget tadi ke sini, Mbak. Ternyata sampai di sini masih lama waktunya,” jawab Mbak Suci mengelus dada. “Jadi? Ini nggak jadi pergi atau gimana?” tanya Mbak Suci lagi.“Ya nggak tahu, Mbak. Aku sih, ikut Bi Ra
353. Lisa Mau Kabur! (Bagian C)Tapi, untuk mengatakan hal itu pun aku tak kuasa. Malas kena omel tepatnya.“Iya kan, An? Kk ada manusia seperti Ru—”“Bi!”Ucapan Bi Ramlah langsung aku potong, setengah berteriak aku demi menghentikan omelannya yang sepertinya masih panjang. “Apa?” tanyanya dengan nada ketus. “Kebiasaan, orang ngomong dipotong!” omelnya lagi.“Ngomel aja, nanti cepat tua baru tahu rasa!” kataku sambil terkekeh. “Iniloh, aku kok nggak nemuin Mbak Suci sama Bude Jum ya?” Aku menjelaskan.Posisi kami sudah sampai di pasar, pusat kota kecamatan. Tetapi mataku sama sekali belum ada menemukan keberadaan Mbak Suci maupun Bude Jum, mereka ke mana? Masak mereka teleportasi, nggak mungkin, kan?“Ya udah lanjut aja,” sahut Bi Ramlah santai. “Mereka kan tahu kalau Lisa tinggal di kecamatan sebelah, pasti mereka nunggu di gapura batas kecamatan.” Bi Ramlah lanjut berbicara.“Aaaaaa ….” Aku hanya mengangguk, sambil bergumam pelan.Yang dikatakan Bi Ramlah benar juga, mereka pasti
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)354. Kalung Kreditan (Bagian A)Yang pertama kali bergerak adalah Bi Ramlah, dia langsung berlari ke tempat di mana Lisa dan juga Bu Maryam terjatuh. Aku harus mengakui, kalau Bi Ramlah benar-benar terlihat sangat cekatan.Bahkan aku dan Mbak Suci saja yang berusia jauh lebih muda malah hanya bisa tercengang, karena kami benar-benar terkejut dengan insiden yang baru saja terjadi di depan mata kami secara langsung."Ya Allah, Mbak! Itu Bu Maryam dan juga Mbak Lisa yang jatuh, Mbak?" tanya wanita yang berada di rumah sebelah dengan nada panik.Dia kelihatannya ingin sekali membantu Lisa dan juga Bu Maryam, tetapi kondisinya yang masih menggendong anaknya, membuat dia harus mengurungkan niatnya tersebut."Iya, Mbak. Itu Mbak Lisa dan Bu Maryam jatuh," sahutku sekenanya.Setelah menyahut seperti itu, aku lantas ikut berjalan di belakang Bude Jum. Aku dan Mbak Suci mengekor Bi Ramlah dan juga Bude Jum dengan santai.Kalau Mbak Suci si
355. Kalung Kreditan (Bagian B)"Kasihan juga sih ngelihat Mbak Lisa tadi, tubuhnya bau got," ujar Mbak Suci tiba-tiba.Aku menatapnya dalam diam, tidak mengucapkan apapun. Tetapi aku sedikit banyak setuju dengan apa yang Mbak Suci katakan, melihat Lisa terjatuh ke dalam parit dengan ditindih motor seperti tadi benar-benar membuat aku merasa kasihan dengan dirinya."Halah ngapain kalian kasihan, dia aja nggak kasihan tuh sama Mbak Jum. Sudah tahu ada orang datang ke sini mau nagih hutang, eh, malah mau kabur seenaknya. Memanglah, dia itu lama-lama kayak nggak punya otak!" kata Bi Ramlah nyelekit.Yah, harus aku akui, aku juga setuju dengan kata-kata Bi Ramlah barusan. Lisa memang benar-benar keterlaluan, karena saat dia melihat ada Bude Jum dan juga kami di sini dia langsung ingin kabur begitu saja.Padahal dia sudah tidak membayar angsurannya selama dua bulan, tapi ketika bertemu dengan orang yang bersangkutan, dia malah ingin melarikan diri."Aku itu sama sekali nggak ada kasihan-ka
356. Kalung Kreditan (Bagian C)"Suruhlah suamimu yang kaya itu, membayar semua hutang-hutangmu. Jangan sampai setiap hari ada orang yang datang ke sini untuk menagih. Buat malu saja!" kata wanita itu dengan ketus.Dia kemudian masuk ke dalam rumah dengan kaki yang menghentak, setelah sebelumnya melemparkan senyuman mengejek kepada Lisa dan menganggukkan kepalanya ke arah kami.Yah, setidaknya wanita itu walaupun dalam keadaan marah, masih mempunyai sopan santun terhadap orang lain. Mungkin dia hanya tidak mempunyai rasa sopan terhadap Lisa saja."Dari mana, Sa?" tanya Bude Jum tiba-tiba.Lisa yang memang sudah kehilangan lawannya langsung menata Bude Jum dengan pandangan tidak enak, dia menggaruk pelipisnya dan tersenyum sungkan."Dari rumah Pakde, Bude. Ayo masuk! Tidak enak jika dilihat orang tamu duduk di luar," kata Lisa sambil masuk terlebih dahulu ke dalam rumahnya.Bude Jum kemudian mengajak kami semua masuk ke dalam rumah, walaupun aku dan juga Bi Ramlah menolak, tetapi Bude