PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)339. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian A)POV ANNAAku mengeluarkan keringat dingin, saat melihat Mas Abi memberikan tatapan bertanya dengan nada suara yang terdengar serak dan juga dalam. Bulu kudukku entah kenapa berdiri, membuat aku merasa amat gugup dan juga mual.Setelah mengajukan pertanyaan tadi, Mas Abi tidak lagi memberikan pertanyaan apapun. Dia hanya menunggu aku untuk menjawab, dengan tatapan yang sangat sulit aku artikan.Mas Abi yang diam seperti ini membuat aku menjadi serba salah, karena suamiku yang sebenarnya, biasanya bersifat ceria dan juga blak-blakan, tidak seperti ini yang kaku dan juga terlihat menyeramkan.“Mas tahu dari mana?” tanyaku dengan penuh kehati-hatian.“Dari Mas Aji!” sahut Mas Abi dengan nada santai, namun terdengar amat berbahaya di telingaku.Aku menelan ludah susah payah saat mendengar jawaban yang Mas Abi berikan, bagaimana bisa Mas Aji memberitahu Mas Abi? Bukankah dia tahu kalau aku s
340. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian B)Mendengar perkataannya, aku menghembuskan nafas lega karena ternyata perkiraanku mengenai Mas Abi yang keberatan untuk membeli kebun Mas Aji ternyata tidak benar.Suamiku masihlah orang baik masihlah lelaki yang amat bertanggung jawab dan juga menyayangi saudaranya dengan segenap hati. Suamiku sama sekali tidak menyimpan dendam, dan juga menyimpan kemarahan mengenai sikap Mas Aji yang terdahulu.Aku lalu menatap mas Abi dengan pandangan bangga, dan merasa luar biasa bahagia karena mempunyai sosok suami seperti Mas Abi yang berada di sampingku."Nah, waktu Mas ngomel begini kamu malah senyum-senyum sendiri!" Mas Abi mencentikkan telunjuknya di keningku."Sakit, Mas …." kataku merajuk dengan manja."Uluh-uluh … mana yang sakit, Sayang? Sini Mas tiup, biar hilang sakitnya," sahut Mas Abi sambil terkekeh kecil.Kami berdua lalu tertawa dengan candaan masing-masing, merasa luar biasa senang dengan keadaan yang seperti ini. Sudah sejak lama, sej
341. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian C)"Ya Allah, Dek. Lain kali kalau kamu itu dititipi pesan sama orang, kamu itu harus membicarakan hal tersebut setelah sampai di rumah sama Mas. Oke? Soalnya Mas tadi begitu terkejut saat Mas Aji bilang kalau kita akan membeli kebun dia yang ada di juragan Karta, Mas sampai kehilangan kata-kata karena Mas bingung. Kita itu bisa dapat uang dari mana?" kata Mas Abi dengan penuh kelembutan."Iya, Mas. Aku minta maaf ya, soalnya aku benar-benar lupa," kataku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menyesal."Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting Mas udah tahu sekarang ini, terus gimana? Ibu dan Bapak meminjamkan uang tersebut, begitu?" tanya Mas Abi lagi."Bapak sama Ibu nggak ada ngomong apa-apa sih, Mas. Mereka cuman bilang supaya kita menebusi tanah Mas Aji yang ada di juragan Karta, mereka yang menyediakan uangnya. Udah gitu aja," kataku ikutan bingung.Sebenarnya ini juga yang aku pikirkan dari k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)342. Om Edi (Bagian A)Siang ini kami semua memutuskan untuk pergi ke sawah dan menutup toko jauh lebih cepat, karena Aina dan juga Emak begitu antusias ketika aku mengatakan akan makan siang bersama di sawah. Sekalian melihat para pekerja, yang sedang memanen sawah Ibu dan juga Bapak.Ibu dan juga Bapak mempunyai rumah kecil di atas kolam ikan yang ada di sawah. Rumah itu cukup mini, hanya dengan satu kamar mandi dan juga satu ruangan. Tapi mempunyai teras yang amat lebar, gunanya untuk duduk-duduk dan juga memudahkan jika ingin makan bersama seperti saat ini.Setelah membagikan makanan kepada para pekerja, dan mereka memilih untuk makan di gubuk-gubuk yang tersedia di sana, kami juga ikut makan di teras rumah milik Ibu.Suasananya amat tenang dan juga nyaman. Walaupun cuaca terasa amat panas di luar sana, tetapi di dalam rumah ini sama sekali tidak terasa selain karena terlindung dari matahari. Keberadaan kolam yang berada di b
343. Om Edi (Bagian B)"Itu kan induk, Dek. Mana mungkin dikasih sama Ibu, lagian kamu nggak ngeri makan ikan segitu gedenya?" tanya Mas Aji sambil menatapku dengan pandangan heran."Iya, sih, itu gede banget. Ya, udah deh yang lain aja," kataku sambil mengangkat bahu."Oh iya, An, kamu udah izin sama Abi untuk rencana kita nanti sore?" tanya Bi Ramlah tiba-tiba.Dia yang duduk di sebelahku menatapku dengan pandangan heran,Bi Ramlah tidak menjuntaikan kakinya ke air, tetapi bersandar di batang kayu yang sengaja dibuat bapak untuk menjadi pembatas teras rumahnya ini."Memangnya mau ke mana?" tanya Mas Abi ingin tahu."Oh, itu nanti sore rencananya aku sama Bi Ramlah mau ke rumah Mbak Lisa," ucapku tanpa menatap wajah suamiku itu sedikitpun."Hah, ngapain kalian ke sana?" Malah Mas Aji yang menjawab kata-kataku barusan.Suaranya terdengar heran, dan terlihat amat penasaran dengan kami yang ingin datang ke rumah mantan istrinya itu."Mau ngantar Mbak Jum untuk menemui istrimu," sahut Bi
344. Om Edi (Bagian C)"Ya mau ngapain lagi? Mau buat rusuh, lah," sahut Bi Ramlah dengan cepat. "Lihat aja tampang-tampangnya itu, kelihatan songong, ngebuat orang pengen nonjok wajahnya yang sombong itu," kata Bi Ramlah lagi."Is, nggak boleh kayak gitu, Bi," kataku memperingatkan. "Belum tentu juga dia mau buat rusuh di sini, bisa aja cuman mau bersilaturahmi," kataku melanjutkan."Iya, iya terserah kamu aja, An. Tapi jangan terkejut kalau nanti dia tidak sesuai ekspektasi kamu," kata Bi Ramlah lagi."Emangnya kenapa sih? Ada apa sama Om Edi itu?" tanyaku lagi ingin tahu.Karena aku memang tidak tahu apapun mengenai keluarga Lisa, aku hanya tahu mengenai keluarga inti Lisa yang lumayan sering aku lihat. Seperti Pak Parto, Bu Maryam, Marwan dan juga istrinya. Bahkan Rossa dan juga suaminya saja hanya beberapa kali aku lihat.Kalau keluarganya yang lain seperti Om dan juga tantenya, tentu saja aku tidak tahu. Karena mereka lebih dulu menikah daripada aku, dan sewaktu pernikahanku dan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)345. Balasan Telak dari Anna (Bagian A)Senyum yang tadi terbentuk manis di bibir Mas Abi langsung lenyap tak bersisa, dia memalingkan wajahnya demi menatap hamparan sawah yang sebagian sudah di arit. Sedangkan lelaki yang bernama Edi itu sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah, setelah melontarkan kata-kata yang tidak pantas seperti tadi. Dia masih tersenyum manis, sambil meneliti keadaan sekitar.“Wah, panen banyak ya, Mas?” tanyanya dengan nada penasaran.“Iya!” Bapak menyahut ketus, mungkin merasa tak terima karena anak lelakinya itu baru saja dihina oleh Om Lisa itu.“Luasnya berapa, Mas?” tanyanya lagi, seolah tak merasa hawa membunuh yang sudah kami kobarkan.“Cuma dua puluh lima hektar, Di.” Bapak kembali menyahut, namun sama sekali tidak menatap lelaki itu sedikitpun.Bapak lebih memilih menyibukkan dirinya dengan kegiatan lain, mengecek ponselnya, dan mengutak-atiknya sebentar. Baru saja Bapak meletakkan ponselnya di
346. Balasan Telak dari Anna (Bagian B)Aku bisa melihat, Ibu, Emak, dan juga Bi Ramlah yang sedang menahan tawa. Sedangkan dari ekor mataku, aku bisa melihat Mas Abi yang tersenyum sambil menggeleng.“Jadi mau kamu gimana, Dek? Apa Mas ini ke sawah pakai dasi, pakai jas, dan pakai sepatu?” tanya Mas Abi padaku.“Boleh juga, Mas. Kenapa nggak dicoba? Mana tau viral, kan?” kataku sambil terkekeh.“Udah-udah! Nggak usah yang aneh-aneh kalian!” Mas Aji menengahi. “Suamimu ini polos, Dek. Jangan sampai besok dia betulan pakai jas lengkap ke sawah!” kata Mas Aji lagi.“Ya ndak apa-apa, sih. Petani elit!” Bi Ramlah ikut menimpali.“Elit opo? Nggak usah yang aneh-aneh, dari pada gaya elit, ekonomi sulit, kantong menjerit, mending bergaya sesuai kemampuan, tapi bisa bantu orang yang membutuhkan!” Ibu menyahut dari seberang sana.Aku mengacungkan jempolku ke arah Ibu, dan hal itu membuat Edi dan istrinya terkekeh sambil menunjukkan senyum masam. Mau membully suamiku? Mau menjatuhkannya? Oh, ti