PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)336. Pertanyaan Abi (Bagian A)“Kamu itu kalau nggak tahu apa-apa, mending diem aja, Ram!” Jumiati menyentak marah.“Aku memang nggak tahu apa-apa, Mbak. Tapi, ngedenger nama Lisa itu sampeyan sebut, aku tahu ada yang nggak beres!” sahut Ramlah dengan ketus.Wanita itu lantas mendudukkan dirinya di samping Sri, dan menatap Jumiati dengan pandangan tegas. Sedangkan wanita yang lebih tua, balas menatap Ramlah dengan pandangan yang tak kalah gAnnas.Ramlah memang lebih muda, tapi dia sama sekali tidak gentar akan hal itu. Jumiati ke sini untuk meminta haknya kembali, bukan untuk mengemis ataupun merampok. Lalu? Di mAnna letak kesalahannya? “Lisa nggak ada di sini, dia ada di rumah orang tuanya!” ujar Ramlah tiba-tiba. “Kalau ada perlu, ya ke sAnna saja. Jangan ke sini, kami udah nggak ada hubungan apa-apa sAnna dia,” kata Ramlah lagi.“Ada atau tidak, aku tidak peduli. Aku ke sini mau mengambil hak ku kembali!” Jumiati berujar tega
337. Pertanyaan Abi (Bagian B)“Tapi, Bude—”“Bude mohon … mungkin Ramlah tidak nyaman jika sendirian mengantar Bude ke sana, jadi Bude berharap Anna mau membantu Bude menemani Ramlah dan mengantar Bude ke sana, ya?” Jumiati segera memotong ucapan Anna, dan kembali memberikan permohonan kepada wanita itu.Anna yang memang dasarnya sangat baik hati, tidak sanggup menentang permintaan yang Jumiati berikan dan dengan berat hati dia mengangguk dan tersenyum kecil.“Baiklah Bude, tapi mohon maaf siang ini kami belum bisa mengantar Bude ke sAnna. bagaimana kalau sore? Karena siang ini kami harus menemani Ibu ke sawah, untuk melihat orang panen,” sahut Anna dengan nafas yang terdengar berat.“Nggak apa-apa, An. Bude mau diantar kapan juga tidak masalah, kalian mau mengantar Bude saja … Bude sudah sangat senang,” sahut Jumiati sambil tersenyum riang. “Alhamdulillah ya, Ci. Mereka mau mengantar kita ke sAnna,” ujar Jumiati lagi sambil menatap Suci dengan pandangan berbinar.“Iya Bude, Alhamdul
338. Pertanyaan Abi (Bagian C)“Iya, gimana juga nggak masalah,” sahut Sri dengan lelah. “Ya sudah, Ibu juga masuk ke dalam, mau nyuci, sama nyuci piring, biar nanti siang kita perginya rumah dalam keadaan bersih,” ujar Sri lalu masuk ke dalam rumah.Anna dan Ramlah langsung bergegas pulang, di atas motor Ramlah berkali-kali mengumpati Lisa dengan kata-kata yang bahkan Anna sendiri tidak sanggup mendengarnya.“Udahlah, Bi. Jangan mengumpati dia terus, nanti pahala dia bertambah, dan dosa Bibi juga ikut bertambah,” ujar Anna berusaha menasehati.“Gemes aku lo, An. Kok, ada ya manusia begitu? Heran aku! Aku udah nggak habis pikir!” kata Ramlah dengan gigi yang bergemeretak dengan keras.Anna menghela nafas dengan panjang saat mendengar jawaban Ramlah, walaupun dia juga merasa kesal. tetapi dia tidak bisa melampiaskannya seperti Ramlah yang bisa mengumpat dengan kata-kata kotor, dan juga nama berbagai isi kebun binatang di dalamnya.Memang setelah dipikir-pikir, Lisa sangat keterlaluan.
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)339. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian A)POV ANNAAku mengeluarkan keringat dingin, saat melihat Mas Abi memberikan tatapan bertanya dengan nada suara yang terdengar serak dan juga dalam. Bulu kudukku entah kenapa berdiri, membuat aku merasa amat gugup dan juga mual.Setelah mengajukan pertanyaan tadi, Mas Abi tidak lagi memberikan pertanyaan apapun. Dia hanya menunggu aku untuk menjawab, dengan tatapan yang sangat sulit aku artikan.Mas Abi yang diam seperti ini membuat aku menjadi serba salah, karena suamiku yang sebenarnya, biasanya bersifat ceria dan juga blak-blakan, tidak seperti ini yang kaku dan juga terlihat menyeramkan.“Mas tahu dari mana?” tanyaku dengan penuh kehati-hatian.“Dari Mas Aji!” sahut Mas Abi dengan nada santai, namun terdengar amat berbahaya di telingaku.Aku menelan ludah susah payah saat mendengar jawaban yang Mas Abi berikan, bagaimana bisa Mas Aji memberitahu Mas Abi? Bukankah dia tahu kalau aku s
340. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian B)Mendengar perkataannya, aku menghembuskan nafas lega karena ternyata perkiraanku mengenai Mas Abi yang keberatan untuk membeli kebun Mas Aji ternyata tidak benar.Suamiku masihlah orang baik masihlah lelaki yang amat bertanggung jawab dan juga menyayangi saudaranya dengan segenap hati. Suamiku sama sekali tidak menyimpan dendam, dan juga menyimpan kemarahan mengenai sikap Mas Aji yang terdahulu.Aku lalu menatap mas Abi dengan pandangan bangga, dan merasa luar biasa bahagia karena mempunyai sosok suami seperti Mas Abi yang berada di sampingku."Nah, waktu Mas ngomel begini kamu malah senyum-senyum sendiri!" Mas Abi mencentikkan telunjuknya di keningku."Sakit, Mas …." kataku merajuk dengan manja."Uluh-uluh … mana yang sakit, Sayang? Sini Mas tiup, biar hilang sakitnya," sahut Mas Abi sambil terkekeh kecil.Kami berdua lalu tertawa dengan candaan masing-masing, merasa luar biasa senang dengan keadaan yang seperti ini. Sudah sejak lama, sej
341. Uang pemberian Bapak dan Ibu (Bagian C)"Ya Allah, Dek. Lain kali kalau kamu itu dititipi pesan sama orang, kamu itu harus membicarakan hal tersebut setelah sampai di rumah sama Mas. Oke? Soalnya Mas tadi begitu terkejut saat Mas Aji bilang kalau kita akan membeli kebun dia yang ada di juragan Karta, Mas sampai kehilangan kata-kata karena Mas bingung. Kita itu bisa dapat uang dari mana?" kata Mas Abi dengan penuh kelembutan."Iya, Mas. Aku minta maaf ya, soalnya aku benar-benar lupa," kataku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menyesal."Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting Mas udah tahu sekarang ini, terus gimana? Ibu dan Bapak meminjamkan uang tersebut, begitu?" tanya Mas Abi lagi."Bapak sama Ibu nggak ada ngomong apa-apa sih, Mas. Mereka cuman bilang supaya kita menebusi tanah Mas Aji yang ada di juragan Karta, mereka yang menyediakan uangnya. Udah gitu aja," kataku ikutan bingung.Sebenarnya ini juga yang aku pikirkan dari k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)342. Om Edi (Bagian A)Siang ini kami semua memutuskan untuk pergi ke sawah dan menutup toko jauh lebih cepat, karena Aina dan juga Emak begitu antusias ketika aku mengatakan akan makan siang bersama di sawah. Sekalian melihat para pekerja, yang sedang memanen sawah Ibu dan juga Bapak.Ibu dan juga Bapak mempunyai rumah kecil di atas kolam ikan yang ada di sawah. Rumah itu cukup mini, hanya dengan satu kamar mandi dan juga satu ruangan. Tapi mempunyai teras yang amat lebar, gunanya untuk duduk-duduk dan juga memudahkan jika ingin makan bersama seperti saat ini.Setelah membagikan makanan kepada para pekerja, dan mereka memilih untuk makan di gubuk-gubuk yang tersedia di sana, kami juga ikut makan di teras rumah milik Ibu.Suasananya amat tenang dan juga nyaman. Walaupun cuaca terasa amat panas di luar sana, tetapi di dalam rumah ini sama sekali tidak terasa selain karena terlindung dari matahari. Keberadaan kolam yang berada di b
343. Om Edi (Bagian B)"Itu kan induk, Dek. Mana mungkin dikasih sama Ibu, lagian kamu nggak ngeri makan ikan segitu gedenya?" tanya Mas Aji sambil menatapku dengan pandangan heran."Iya, sih, itu gede banget. Ya, udah deh yang lain aja," kataku sambil mengangkat bahu."Oh iya, An, kamu udah izin sama Abi untuk rencana kita nanti sore?" tanya Bi Ramlah tiba-tiba.Dia yang duduk di sebelahku menatapku dengan pandangan heran,Bi Ramlah tidak menjuntaikan kakinya ke air, tetapi bersandar di batang kayu yang sengaja dibuat bapak untuk menjadi pembatas teras rumahnya ini."Memangnya mau ke mana?" tanya Mas Abi ingin tahu."Oh, itu nanti sore rencananya aku sama Bi Ramlah mau ke rumah Mbak Lisa," ucapku tanpa menatap wajah suamiku itu sedikitpun."Hah, ngapain kalian ke sana?" Malah Mas Aji yang menjawab kata-kataku barusan.Suaranya terdengar heran, dan terlihat amat penasaran dengan kami yang ingin datang ke rumah mantan istrinya itu."Mau ngantar Mbak Jum untuk menemui istrimu," sahut Bi