PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant) 30. Belum rundingan (Bagian A) “Kepo!” balasku dengan sedikit ketus. “Yahhhh, ketus amat, Dik!” Joko menyahut santai. “Bos, nimbang nggak? Siang atau sekarang? Soalnya aku mau ngantar Ibu ke rumah Dika, kalau bisa siang aja, sih!” lanjutnya sambil masuk ke dalam rumah, dan langsung mendudukkan dirinya di sofa yang tadi diduduki oleh Lisa dan Bu Maryam. “Waalaikumsalam, Ko! Dateng-dateng malah nyelonong gitu aja, bukannya ngucapin salam!” Ibu berujar mengingatkan. “Maaf, Bi. Kalau belum sarapan memang suka lupa,” balasnya mengelak, sambil mengusap rambutnya dengan gaya cool. “Halah, memang selalu begitu, kok! Malah mengkambinghitamkan sarapan kamu itu!” Bi Ramlah mencibir, sambil menggeleng prihatin. “Ya Allah, Bi. Aku nggak ada niatan begitu, sumpah!” Lelaki yang masih berstatus bujang itu menegakkan kedua jarinya, dan melakukan pose peace. “Sak karepmu, Ko! Sak karepmu!” sahut Bi Ramlah dengan malas. “Siangan aja, deh. A
331. Belum rundingan (Bagian B)Z“Nggak kenapa-kenapa begini?” tanya Bi Ramlah dengan nada lembut.“Ya nggak kenapa-kenapa, ini kan Aji yang memutuskan, Ram. Bukan kita yang menyuruhnya,” sahut Ibu dengan lirih.“Tapi, bagaimana dengan Naufal dan juga Salsa?” Bi Ramlah kembali bertanya.“Terserah Aji saja, dan kita lihat saja bagaimana keputusan mereka nanti. Kalau memang Naufal dan juga Salsa mau di sini, ya aku urus. Wong, cucuku.” Ibu mengangkat bahu dengan santai. “Tapi, kalau mau di sana juga gak masalah. Bagaimanapun juga mereka itu juga berhak mengurus Naufal dan Salsa,” lanjut Ibu lagi.“Dan bagaimana jika Aji memutuskan untuk rujuk? Mbak merestui? Atau menentang?” tanya Bi Ramlah lagi.“Entahlah, Ram. Terlalu banyak kebohongan dan juga rasa sakit yang sudah Lisa torehkan, rasa-rasanya aku nggak bisa menerimanya.” Ibu menjawab dengan pandangan yang menerawang. “Tapi, kalau dia memang mau berubah, mungkin aku akan memikirkan ulang.”Aku mengangguk-angguk mengerti, sedikit banya
332. Belum rundingan (Bagian C)“Ya. Ibu harap, apa yang kamu katakan itu benar. Karena bagaimanapun juga, Ibu tidak mau kedua anak Ibu jadi saling tidak enak, jika Abi tidak mau membeli kebun milik Aji, dan jika hal itu memang terjadi ... maka jalan satu-satunya adalah Aji harus mencari pembeli lain yang bisa membeli kebun miliknya di tangan Karta,” kata Ibu panjang lebar.“Bu, aku pergi dulu!” Mas Aji tiba-tiba datang, dengan Joko yang berjalan di belakangnya.“Jangan lupa jemput adikmu, bilang kalau dia harus melihat panen kali ini untuk membantu Bapak. Tenang saja, nanti siang Ibu, bibimu, dan juga Anna akan menyusul ke sana sambil membawa makanan,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.“Iya, nanti aku akan menjemput Abi terlebih dahulu,” sahut Mas Aji sambil melenggang keluar.“Bi, aku juga pergi ya, mau ngantar Ibu dulu sebelum siang!” Joko ikut berpamitan.“Iya, hati-hati!” Ibu melambaikan tangannya dengan lembut.Setelah suara motor dari kedua orang lelaki itu terdengar menjauhi ru
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)333. Kedatangan Jumiati (Bagian A)Bi Ramlah lantas bangun dari kursi yang dia duduki dan berjalan ke arah kulkas. Tangannya dengan cekatan mengambil air dingin yang ada di dalam botol."Yah, ternyata Bibi mau minum. Aku kira Bibi mau buka pintu dan melihat siapa yang datang," kataku dengan nada kecewa."Tenang aja, Bibi yang akan melihat ke depan. Kalian makan saja di sini dengan tenang!" sahut Bi Ramlah sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.Setelah menenggak air dingin itu dengan nikmat, dia lantas meletakkan gelas yang baru saja dipakainya ke atas wastafel dan berjalan keluar dari dapur dengan langkah malas."Kira-kira, siapa yang datang ya, An?" tanya Ibu tanpa menatapku sedikitpun."Nggak tahu, Bu," jawabku singkat. "Memangnya Ibu nggak ada janji gitu sama orang? Mana tahu ada tamu yang datang karena sudah janjian," kataku sekenanya."Seingat Ibu, sih, nggak ada. Atau Ibu yang lupa ya?" Ibu bergumam setelahnya."Ya, udahl
334. Kedatangan Jumiati (Bagian B)Aku langsung menoleh dan menatap ke arah Ibu dengan pandangan heran. Bagaimanapun juga aku bisa melihat wajahnya yang berubah menjadi gusar, Ibu terlihat menghela nafas dengan panjang dan juga dalam.Bi Ramlah yang belum menerima jawaban, terlihat menunjukkan wajah tidak puas. Dia lalu berjalan kembali ke arah kursinya yang tadi dan menatap ibu dengan pandangan dalam."Sumpah ya, Mbak. Aku tuh nggak habis pikir, masalah kok nggak habis-habis menghampiri keluarga ini?" kata Bi Ramlah lagi. “Lah, itu Mbak Jum ngapain ke sini? Kok, katanya ada urusan sama Lisa dan juga sama Mbak. Memangnya anak itu buat masalah apa lagi? Aku jelas nggak bisa ngomong, Mbak. Orang aku nggak tahu apa-apa," kata Bi Ramlah semakin menggebu-gebu."Ya, udah kamu nggak usah ngomong apa-apa!" kata Ibu dengan santai. Beliau lantas bangkit berdiri dan berjalan keluar dari dapur."Nah, ibumu ini, ini yang nggak aku suka, An. Bagaimana bisa dia selalu bersikap seolah-olah tidak terj
335. Kedatangan Jumiati (Bagian C)"Iya, Suci mengerti. Tetapi kan Suci sudah bilang kepada Bude, kalau ada selentingan yang bilang kalau Aji itu sudah mentalak Lisa. Kalau mereka itu sudah tidak punya hubungan apa-apa, nggak mungkin dong Bude masih meminta pertanggungjawaban sama mereka." Suci kembali berbicara dengan nada lembut."Haduh, sudahlah! Bude jadi pusing. Biar nanti saja Bude mendengar penjelasan Sri bagaimana. Karena bagaimanapun juga Bude ini udah nggak ada uang loh, Ci. Buat perputaran modal gimana Bude bisa tenang," kata Jumiati lagi.Sri kemudian melangkah mendekat keluar dari persembunyiannya saat mendengar pembicaraan mereka tadi, wajah Jumiati langsung berseri saat melihat kedatangan Sri."Sri, Maaf, ya, kalau pagi-pagi begini kami datang ke sini," kata Jumiati sambil tersenyum kecil. "Iya, nggak papa, Mbak Yu," kata Sri sambil mengganggu sopan."Lagi apa kamu? Sarapan, ya?" tanya Jumiati berbasa-basi."Ya, Yuk. Tetapi sudah selesai, kok," sahut Sri sekenanya. “Oh
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)336. Pertanyaan Abi (Bagian A)“Kamu itu kalau nggak tahu apa-apa, mending diem aja, Ram!” Jumiati menyentak marah.“Aku memang nggak tahu apa-apa, Mbak. Tapi, ngedenger nama Lisa itu sampeyan sebut, aku tahu ada yang nggak beres!” sahut Ramlah dengan ketus.Wanita itu lantas mendudukkan dirinya di samping Sri, dan menatap Jumiati dengan pandangan tegas. Sedangkan wanita yang lebih tua, balas menatap Ramlah dengan pandangan yang tak kalah gAnnas.Ramlah memang lebih muda, tapi dia sama sekali tidak gentar akan hal itu. Jumiati ke sini untuk meminta haknya kembali, bukan untuk mengemis ataupun merampok. Lalu? Di mAnna letak kesalahannya? “Lisa nggak ada di sini, dia ada di rumah orang tuanya!” ujar Ramlah tiba-tiba. “Kalau ada perlu, ya ke sAnna saja. Jangan ke sini, kami udah nggak ada hubungan apa-apa sAnna dia,” kata Ramlah lagi.“Ada atau tidak, aku tidak peduli. Aku ke sini mau mengambil hak ku kembali!” Jumiati berujar tega
337. Pertanyaan Abi (Bagian B)“Tapi, Bude—”“Bude mohon … mungkin Ramlah tidak nyaman jika sendirian mengantar Bude ke sana, jadi Bude berharap Anna mau membantu Bude menemani Ramlah dan mengantar Bude ke sana, ya?” Jumiati segera memotong ucapan Anna, dan kembali memberikan permohonan kepada wanita itu.Anna yang memang dasarnya sangat baik hati, tidak sanggup menentang permintaan yang Jumiati berikan dan dengan berat hati dia mengangguk dan tersenyum kecil.“Baiklah Bude, tapi mohon maaf siang ini kami belum bisa mengantar Bude ke sAnna. bagaimana kalau sore? Karena siang ini kami harus menemani Ibu ke sawah, untuk melihat orang panen,” sahut Anna dengan nafas yang terdengar berat.“Nggak apa-apa, An. Bude mau diantar kapan juga tidak masalah, kalian mau mengantar Bude saja … Bude sudah sangat senang,” sahut Jumiati sambil tersenyum riang. “Alhamdulillah ya, Ci. Mereka mau mengantar kita ke sAnna,” ujar Jumiati lagi sambil menatap Suci dengan pandangan berbinar.“Iya Bude, Alhamdul