328. Terusir secara tidak hormat (Bagian B)"Kamu kok nggak bilang, sih, sama Ibu, kalau mertua kamu ini sangat kaya. Bahkan melebihi yang Ibu bayangkan selama ini?" tanya Bu Maryam sambil berbisik kepada Lisa.Namun, walaupun dia berbisik, tetapi kami semua bisa mendengar ucapannya dengan amat jelas. Apalagi dia sambil mencubit pinggang Lisa, hingga membuat wanita itu meringis kecil."Aku kan, udah bilang kalau orang tua Mas Aji itu kaya raya, Bu!" Lisa berujar tak terima."Ya, tapi kamu nggak bilang kalau mereka itu sekaya ini!" kata Bu Maryam dengan nada sinis.Ibu dan juga Bapak memang tergolong kaya raya. Tetapi, karena mereka hidup di desa, jadi mereka itu berpenampilan sangat sederhana. Hanya Ibu saja yang memakai perhiasan. Namun, kehidupan mereka sama seperti warga lainnya. Bahkan mereka tidak punya mobil, motor pun hanya dua biji, itu pun, bukan motor yang mahal.Jadi, jelas saja kalau Bu Maryam pasti mengira kalau Bapak dan Ibu hanya kaya seadanya. Tapi dia pasti tidak meny
329. Terusir secara tidak hormat (Bagian C)"Dan saya tidak berniat untuk rujuk, Bu. Maaf, saya harus mengecewakan. Tetapi saya memang sudah bulat dengan keputusan saya untuk tetap bercerai dengan Lisa!" Mas Aji ikut menambahkan."Astaghfirullahaladzim, Aji! Ngak bagus loh ngomong seperti itu!" kata Bu Maryam dengan nada menggurui."Halah, udah, udah! Kalau begini terus, sampai seterusnya itu pasti tidak akan ada hasilnya! Yang pasti anak saya itu sudah mau bercerai dari Lisa. Dan insya Allah Aji itu istiqomah dengan keputusannya, dan dia tidak akan rujuk. Jadi kalian bisa pulang sekarang!" kata Ibu mengusir secara terang-terangan.Bu Maryam yang dari tadi memberikan senyum manis, kini sudah merubah wajahnya menjadi masam dan juga keruh. Dia menatap ibu dengan pandangan nyalang, seolah apa yang dikatakan Ibu tadi adalah suatu hal yang benar-benar membuat harga dirinya terluka."Dasar keluarga gila. Heh, dengar ya, Bu Sri! Masih mending ya kamu itu setuju untuk Lisa kembali rujuk denga
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant) 30. Belum rundingan (Bagian A) “Kepo!” balasku dengan sedikit ketus. “Yahhhh, ketus amat, Dik!” Joko menyahut santai. “Bos, nimbang nggak? Siang atau sekarang? Soalnya aku mau ngantar Ibu ke rumah Dika, kalau bisa siang aja, sih!” lanjutnya sambil masuk ke dalam rumah, dan langsung mendudukkan dirinya di sofa yang tadi diduduki oleh Lisa dan Bu Maryam. “Waalaikumsalam, Ko! Dateng-dateng malah nyelonong gitu aja, bukannya ngucapin salam!” Ibu berujar mengingatkan. “Maaf, Bi. Kalau belum sarapan memang suka lupa,” balasnya mengelak, sambil mengusap rambutnya dengan gaya cool. “Halah, memang selalu begitu, kok! Malah mengkambinghitamkan sarapan kamu itu!” Bi Ramlah mencibir, sambil menggeleng prihatin. “Ya Allah, Bi. Aku nggak ada niatan begitu, sumpah!” Lelaki yang masih berstatus bujang itu menegakkan kedua jarinya, dan melakukan pose peace. “Sak karepmu, Ko! Sak karepmu!” sahut Bi Ramlah dengan malas. “Siangan aja, deh. A
331. Belum rundingan (Bagian B)Z“Nggak kenapa-kenapa begini?” tanya Bi Ramlah dengan nada lembut.“Ya nggak kenapa-kenapa, ini kan Aji yang memutuskan, Ram. Bukan kita yang menyuruhnya,” sahut Ibu dengan lirih.“Tapi, bagaimana dengan Naufal dan juga Salsa?” Bi Ramlah kembali bertanya.“Terserah Aji saja, dan kita lihat saja bagaimana keputusan mereka nanti. Kalau memang Naufal dan juga Salsa mau di sini, ya aku urus. Wong, cucuku.” Ibu mengangkat bahu dengan santai. “Tapi, kalau mau di sana juga gak masalah. Bagaimanapun juga mereka itu juga berhak mengurus Naufal dan Salsa,” lanjut Ibu lagi.“Dan bagaimana jika Aji memutuskan untuk rujuk? Mbak merestui? Atau menentang?” tanya Bi Ramlah lagi.“Entahlah, Ram. Terlalu banyak kebohongan dan juga rasa sakit yang sudah Lisa torehkan, rasa-rasanya aku nggak bisa menerimanya.” Ibu menjawab dengan pandangan yang menerawang. “Tapi, kalau dia memang mau berubah, mungkin aku akan memikirkan ulang.”Aku mengangguk-angguk mengerti, sedikit banya
332. Belum rundingan (Bagian C)“Ya. Ibu harap, apa yang kamu katakan itu benar. Karena bagaimanapun juga, Ibu tidak mau kedua anak Ibu jadi saling tidak enak, jika Abi tidak mau membeli kebun milik Aji, dan jika hal itu memang terjadi ... maka jalan satu-satunya adalah Aji harus mencari pembeli lain yang bisa membeli kebun miliknya di tangan Karta,” kata Ibu panjang lebar.“Bu, aku pergi dulu!” Mas Aji tiba-tiba datang, dengan Joko yang berjalan di belakangnya.“Jangan lupa jemput adikmu, bilang kalau dia harus melihat panen kali ini untuk membantu Bapak. Tenang saja, nanti siang Ibu, bibimu, dan juga Anna akan menyusul ke sana sambil membawa makanan,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.“Iya, nanti aku akan menjemput Abi terlebih dahulu,” sahut Mas Aji sambil melenggang keluar.“Bi, aku juga pergi ya, mau ngantar Ibu dulu sebelum siang!” Joko ikut berpamitan.“Iya, hati-hati!” Ibu melambaikan tangannya dengan lembut.Setelah suara motor dari kedua orang lelaki itu terdengar menjauhi ru
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)333. Kedatangan Jumiati (Bagian A)Bi Ramlah lantas bangun dari kursi yang dia duduki dan berjalan ke arah kulkas. Tangannya dengan cekatan mengambil air dingin yang ada di dalam botol."Yah, ternyata Bibi mau minum. Aku kira Bibi mau buka pintu dan melihat siapa yang datang," kataku dengan nada kecewa."Tenang aja, Bibi yang akan melihat ke depan. Kalian makan saja di sini dengan tenang!" sahut Bi Ramlah sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.Setelah menenggak air dingin itu dengan nikmat, dia lantas meletakkan gelas yang baru saja dipakainya ke atas wastafel dan berjalan keluar dari dapur dengan langkah malas."Kira-kira, siapa yang datang ya, An?" tanya Ibu tanpa menatapku sedikitpun."Nggak tahu, Bu," jawabku singkat. "Memangnya Ibu nggak ada janji gitu sama orang? Mana tahu ada tamu yang datang karena sudah janjian," kataku sekenanya."Seingat Ibu, sih, nggak ada. Atau Ibu yang lupa ya?" Ibu bergumam setelahnya."Ya, udahl
334. Kedatangan Jumiati (Bagian B)Aku langsung menoleh dan menatap ke arah Ibu dengan pandangan heran. Bagaimanapun juga aku bisa melihat wajahnya yang berubah menjadi gusar, Ibu terlihat menghela nafas dengan panjang dan juga dalam.Bi Ramlah yang belum menerima jawaban, terlihat menunjukkan wajah tidak puas. Dia lalu berjalan kembali ke arah kursinya yang tadi dan menatap ibu dengan pandangan dalam."Sumpah ya, Mbak. Aku tuh nggak habis pikir, masalah kok nggak habis-habis menghampiri keluarga ini?" kata Bi Ramlah lagi. “Lah, itu Mbak Jum ngapain ke sini? Kok, katanya ada urusan sama Lisa dan juga sama Mbak. Memangnya anak itu buat masalah apa lagi? Aku jelas nggak bisa ngomong, Mbak. Orang aku nggak tahu apa-apa," kata Bi Ramlah semakin menggebu-gebu."Ya, udah kamu nggak usah ngomong apa-apa!" kata Ibu dengan santai. Beliau lantas bangkit berdiri dan berjalan keluar dari dapur."Nah, ibumu ini, ini yang nggak aku suka, An. Bagaimana bisa dia selalu bersikap seolah-olah tidak terj
335. Kedatangan Jumiati (Bagian C)"Iya, Suci mengerti. Tetapi kan Suci sudah bilang kepada Bude, kalau ada selentingan yang bilang kalau Aji itu sudah mentalak Lisa. Kalau mereka itu sudah tidak punya hubungan apa-apa, nggak mungkin dong Bude masih meminta pertanggungjawaban sama mereka." Suci kembali berbicara dengan nada lembut."Haduh, sudahlah! Bude jadi pusing. Biar nanti saja Bude mendengar penjelasan Sri bagaimana. Karena bagaimanapun juga Bude ini udah nggak ada uang loh, Ci. Buat perputaran modal gimana Bude bisa tenang," kata Jumiati lagi.Sri kemudian melangkah mendekat keluar dari persembunyiannya saat mendengar pembicaraan mereka tadi, wajah Jumiati langsung berseri saat melihat kedatangan Sri."Sri, Maaf, ya, kalau pagi-pagi begini kami datang ke sini," kata Jumiati sambil tersenyum kecil. "Iya, nggak papa, Mbak Yu," kata Sri sambil mengganggu sopan."Lagi apa kamu? Sarapan, ya?" tanya Jumiati berbasa-basi."Ya, Yuk. Tetapi sudah selesai, kok," sahut Sri sekenanya. “Oh