320. Nasib Rumah (Bagian C)“Heh, maaf ya, Mbak. Begini-begini aku tuh nggak pernah menyusahkan mertuaku, dan aku sama sekali tidak pernah meminta apapun kepada mereka. Tidak seperti adik Mbak itu!” balasku dengan nada geram.“Halah! Siapa yang percaya?” ujar Rossa sambil memutar bola matanya dengan malas.“Aku nggak mau tahu, terserah apa yang kalian bilang. Yang pasti keputusanku sudah bulat, aku akan menceraikan Lisa dan juga meminta uang yang aku titipkan kepada Marwan. Karena kalau tidak, aku akan melaporkan dia ke polisi. Tekadku sudah bulat, dan tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Jika kalian sudah selesai, maka kalian bisa pergi dari rumah ini sekarang juga!” kata Mas Aji dengan nada tegas.“Mas!” Lisa kembali berteriak.“Kalian sudah dengar dengan apa yang baru saja aku katakan, kan? Jadi aku tegaskan sekali lagi, dalam waktu satu minggu aku meminta uangku yang ada pada Marwan itu sudah ada, karena jika tidak maka aku akan langsung melaporkan hal ini ke polisi!” kata M
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)321. Gadai SK (Bagian A)Ruangan tiba-tiba saja berubah menjadi lebih hening, aku bisa melihat keluarga Lisa yang saling bertatapan dengan raut wajah yang ketakutan dan juga penuh dengan rasa panik.Mereka pasti tidak menyangka kalau Mas Aji akan bersikap sebegini tegas kepada Lisa, karena bagaimanapun juga kami semua tahu kalau Mas Aji selama ini begitu menyayangi dan mencintai Lisa sepenuh hati.Namun, sekarang ini semuanya sudah berubah. Yang terlihat dari raut wajah Mas Aji, hanya ada keputus asaan, dan juga rasa sakit, serta setitik kecewa ada di sana.Aku tahu pasti sangat berat rasanya untuk mengatakan hal ini, karena bagaimanapun juga hubungan yang sudah mereka bangun sudah bertahun-tahun lamanya, tetapi harus berujung dengan kata cerai yang terucap.“Saya tidak mau mencampuri urusan rumah tangga anak saya, tetapi kalau sudah begini kejadiannya maka mau tidak mau kami sekeluarga harus ikut campur!” ujar Bapak tiba-tiba.S
322. Gadai SK (Bagian B)“Mengenai rumah itu, bisa dibicarakan nanti. Yang pasti, itu termasuk harta gono gini. Kami ikhlas, uang yang sudah kami gelontorkan untuk membeli tanah, dan juga membangun rumah itu dibagi dua,” kata Bapak dengan nada bijaksana.Keluarga Lisa tidak mampu berkata apa-apa, mereka hanya terdiam dengan wajah yang menunduk dalam. Terlihat malu luar biasa dengan kata-kata yang dilontarkan Bapak secara bertubi-tubi.Aku menatap mereka semua dengan pandangan dalam, sedikit banyak aku merasa lega karena setidaknya mereka masih mempunyai perasaan dan juga rasa malu.“Tapi bagaimana dengan hutang-hutang kita? Aku tidak mau, aku tidak tahu cara membayarnya bagaimana!” Lisa tiba-tiba meracau dengan panik.“Maaf, masalah itu silakan kamu pikirkan sendiri. Karena aku sama sekali tidak tahu menahu mengenai hal tersebut!” kata Mas Aji dengan nada mantap. “Aku akan memfokuskan pikiranku untuk mencari cara, agar bisa membayar hutang kepada juragan Karta secepatnya. Walaupun har
323. Gadai SK (Bagian C)“Heh, Bu Sri! Jangan mentang-mentang kalian kaya, kalian kira orang juga tidak punya uang. Lupa, atau pura-pura lupa? Anakku ini pegawai negeri, uangnya banyak, kaya raya, terhormat, punya pendidikan yang bagus, punya jabatan yang bagus!” kata Bu Maryam dengan nada yang menggebu-gebu.“Saya tidak lupa Bu Maryam, tapi aneh saja ketika kehidupan mereka pun masih ditopang oleh saya, mereka punya uang sebanyak itu. Kalau Aji jelas tabungannya memang ada, dan dia menggadaikan kebunnya ke tempat Karta untuk mendapatkan tambahan lainnya. Tetapi Lisa, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Kalau perhiasan yang saya berikan saja, malah diberikan kepada Anda!” kata Ibu dengan nada sinis.“Heh, suka-suka Lisa, dong. Mau memberikan perhiasan ini kepada siapa, situ kan udah ngasih sama anak saya, kalau dia itu mau ngasih sama saya … masalahnya apa? Kalau situ nggak ikhlas, mendingan nggak usah ngasih!” kata Bu Maryam semakin nyolot.“Ya saya memang nggak ikhlas! Ya u
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)324. Mengusir Juragan Karta (Bagian A)"Apa?!" Lisa dan keluarganya kompak berteriak.Mereka mungkin tidak menyangka dengan jawabanku barusan, kalau yang akan membeli tanah Mas Aji adalah aku dan juga Mas Abi. Wajah mereka memang menunjukkan rasa tak percaya, dan juga rasa sanksi, menjadikan aku lumayan kesal."Kamu yang mau membeli tanah Mas Aji? Kamu mimpi, ya?" tanya Lisa dengan nada ketus."Hah, mimpi-mimpi? Kenapa ngomong begitu, Mbak? Aku nggak mimpi! Aku sangat sadar sekarang ini, dan aku memang akan membeli tanah Mas Aji sehingga dia bisa lepas dari hutang riba yang sedang membelenggunya," kataku dengan nada santai."Heh, Ana! Jangan mentang-mentang kamu sekarang sudah menjadi kaya, lalu kamu menjadi gila!" Lisa terkekeh dengan nada yang sangat geli.Aku mengeryitkan keningku, dan menatapnya dengan pandangan heran. Apa katanya tadi? Aku gila? Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa aku ini gila, sedangkan aku benar-benar meng
325. Mengusir Juragan Karta (Bagian B)"Mas, kamu beneran mau menjual kebun kamu kepada si Ana?" tanya Lisa sambil menatap Mas Aji dengan pandangan Memuja."Jika hal itu adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan aku dari hutang riba, maka aku akan menjual kebun tersebut. Aku yakin suatu saat aku pasti bisa membeli ataupun menebusnya lagi, karena bagaimanapun juga yang aku pentingkan sekarang adalah bisa melunasi segala hutang-hutang milikku," kata Mas Aji dengan nada mantap. "Dan jika memang, Adikku mampu untuk membeli kebun itu, maka aku akan sangat berterima kasih. Aku akan sangat merasa terbantu dengan hal tersebut, karena kebun yang diberikan oleh orang tuaku itu tidak harus jatuh ke tangan orang lain," kata Mas Aji dengan nada sendu.Aku menatapnya dengan pandangan kasihan, walaupun Mas Aji bersikap songong dan juga sombong dahulu, tetapi saat ini dia benar-benar sudah berubah. Dan aku juga berharap, kalau perubahan ini akan berlangsung selamanya.Karena aku juga menginginkan M
326. Mengusir Juragan Karta (Bagian C)Bapak dan juga Ibu yang memang pekerja keras, sangat anti dengan yang namanya uang riba. Mereka menganggap uang riba adalah salah satu pemutus rezeki, yang bisa membuat mereka semakin terpuruk."Nah, Juragan Karta sudah pulang. Lalu kalian kapan pulang?" tanya Bi Ramlah dengan nada sewot."Kamu nggak usah terlalu lancang ngusir kami, ya. Sedangkan yang punya rumah saja anteng! Dasar manusia gila, berani-beraninya ngusir kami!" kata Bu Maryam dengan nada tidak suka."Aku hanya mewakilkan mereka, karena aku yakin Mbak dan juga Masku itu tidak akan mau mengusir kalian dengan alasan kesopanan, dan juga saling menghargai. Tetapi aku tahu mereka itu sudah tidak nyaman dengan kehadiran kalian di sini. Jadi, sebagai adik yang baik, aku menyampaikan unek-unek mereka kepada kalian. Dan aku harap kalian itu mengerti dan juga sadar diri!" kata Bi Ramlah dengan nada mengejek.Aku benar-benar langsung tertawa terbahak-bahak saat mendengar kata-kata Bi Ramlah y
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)327. Terusir secara tidak hormat (Bagian A)"Jika tidak ada lagi yang kalian ingin bicarakan. Maka saya pamit dulu ya, Bu Maryam, dan keluarga. Karena saya mau melihat orang yang panen di sawah, kebetulan sawah saya yang sebanyak dua puluh lima hektar itu panennya secara bersamaan," kata Bapak sambil bangkit berdiri."Apa? Dua puluh lima hektar?!" Bu Maryam bertanya dengan mata yang melotot kaget."Iya, yang dua puluh lima hektar ini, Alhamdulillah panennya itu secara bersamaan serentak. Jadi, saya butuh waktu untuk menjenguk sawah pergi ke sana. Jadi, saya itu jarang di rumah. Kalau kalian memang sudah selesai, saya mau pamit terlebih dahulu," kata Bapak dengan nada santai."Jadi, yang lima belas hektar lagi gimana, Mas? Belum panen?" tanya Bi Ramlah dengan nada ingin tahu.Padahal aku jelas tahu kalau niat nya adalah untuk menyombongkan diri, agar keluarga Lisa tahu kalau walaupun orang desa uang yang mertuaku miliki itu tidak