325. Mengusir Juragan Karta (Bagian B)"Mas, kamu beneran mau menjual kebun kamu kepada si Ana?" tanya Lisa sambil menatap Mas Aji dengan pandangan Memuja."Jika hal itu adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan aku dari hutang riba, maka aku akan menjual kebun tersebut. Aku yakin suatu saat aku pasti bisa membeli ataupun menebusnya lagi, karena bagaimanapun juga yang aku pentingkan sekarang adalah bisa melunasi segala hutang-hutang milikku," kata Mas Aji dengan nada mantap. "Dan jika memang, Adikku mampu untuk membeli kebun itu, maka aku akan sangat berterima kasih. Aku akan sangat merasa terbantu dengan hal tersebut, karena kebun yang diberikan oleh orang tuaku itu tidak harus jatuh ke tangan orang lain," kata Mas Aji dengan nada sendu.Aku menatapnya dengan pandangan kasihan, walaupun Mas Aji bersikap songong dan juga sombong dahulu, tetapi saat ini dia benar-benar sudah berubah. Dan aku juga berharap, kalau perubahan ini akan berlangsung selamanya.Karena aku juga menginginkan M
326. Mengusir Juragan Karta (Bagian C)Bapak dan juga Ibu yang memang pekerja keras, sangat anti dengan yang namanya uang riba. Mereka menganggap uang riba adalah salah satu pemutus rezeki, yang bisa membuat mereka semakin terpuruk."Nah, Juragan Karta sudah pulang. Lalu kalian kapan pulang?" tanya Bi Ramlah dengan nada sewot."Kamu nggak usah terlalu lancang ngusir kami, ya. Sedangkan yang punya rumah saja anteng! Dasar manusia gila, berani-beraninya ngusir kami!" kata Bu Maryam dengan nada tidak suka."Aku hanya mewakilkan mereka, karena aku yakin Mbak dan juga Masku itu tidak akan mau mengusir kalian dengan alasan kesopanan, dan juga saling menghargai. Tetapi aku tahu mereka itu sudah tidak nyaman dengan kehadiran kalian di sini. Jadi, sebagai adik yang baik, aku menyampaikan unek-unek mereka kepada kalian. Dan aku harap kalian itu mengerti dan juga sadar diri!" kata Bi Ramlah dengan nada mengejek.Aku benar-benar langsung tertawa terbahak-bahak saat mendengar kata-kata Bi Ramlah y
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)327. Terusir secara tidak hormat (Bagian A)"Jika tidak ada lagi yang kalian ingin bicarakan. Maka saya pamit dulu ya, Bu Maryam, dan keluarga. Karena saya mau melihat orang yang panen di sawah, kebetulan sawah saya yang sebanyak dua puluh lima hektar itu panennya secara bersamaan," kata Bapak sambil bangkit berdiri."Apa? Dua puluh lima hektar?!" Bu Maryam bertanya dengan mata yang melotot kaget."Iya, yang dua puluh lima hektar ini, Alhamdulillah panennya itu secara bersamaan serentak. Jadi, saya butuh waktu untuk menjenguk sawah pergi ke sana. Jadi, saya itu jarang di rumah. Kalau kalian memang sudah selesai, saya mau pamit terlebih dahulu," kata Bapak dengan nada santai."Jadi, yang lima belas hektar lagi gimana, Mas? Belum panen?" tanya Bi Ramlah dengan nada ingin tahu.Padahal aku jelas tahu kalau niat nya adalah untuk menyombongkan diri, agar keluarga Lisa tahu kalau walaupun orang desa uang yang mertuaku miliki itu tidak
328. Terusir secara tidak hormat (Bagian B)"Kamu kok nggak bilang, sih, sama Ibu, kalau mertua kamu ini sangat kaya. Bahkan melebihi yang Ibu bayangkan selama ini?" tanya Bu Maryam sambil berbisik kepada Lisa.Namun, walaupun dia berbisik, tetapi kami semua bisa mendengar ucapannya dengan amat jelas. Apalagi dia sambil mencubit pinggang Lisa, hingga membuat wanita itu meringis kecil."Aku kan, udah bilang kalau orang tua Mas Aji itu kaya raya, Bu!" Lisa berujar tak terima."Ya, tapi kamu nggak bilang kalau mereka itu sekaya ini!" kata Bu Maryam dengan nada sinis.Ibu dan juga Bapak memang tergolong kaya raya. Tetapi, karena mereka hidup di desa, jadi mereka itu berpenampilan sangat sederhana. Hanya Ibu saja yang memakai perhiasan. Namun, kehidupan mereka sama seperti warga lainnya. Bahkan mereka tidak punya mobil, motor pun hanya dua biji, itu pun, bukan motor yang mahal.Jadi, jelas saja kalau Bu Maryam pasti mengira kalau Bapak dan Ibu hanya kaya seadanya. Tapi dia pasti tidak meny
329. Terusir secara tidak hormat (Bagian C)"Dan saya tidak berniat untuk rujuk, Bu. Maaf, saya harus mengecewakan. Tetapi saya memang sudah bulat dengan keputusan saya untuk tetap bercerai dengan Lisa!" Mas Aji ikut menambahkan."Astaghfirullahaladzim, Aji! Ngak bagus loh ngomong seperti itu!" kata Bu Maryam dengan nada menggurui."Halah, udah, udah! Kalau begini terus, sampai seterusnya itu pasti tidak akan ada hasilnya! Yang pasti anak saya itu sudah mau bercerai dari Lisa. Dan insya Allah Aji itu istiqomah dengan keputusannya, dan dia tidak akan rujuk. Jadi kalian bisa pulang sekarang!" kata Ibu mengusir secara terang-terangan.Bu Maryam yang dari tadi memberikan senyum manis, kini sudah merubah wajahnya menjadi masam dan juga keruh. Dia menatap ibu dengan pandangan nyalang, seolah apa yang dikatakan Ibu tadi adalah suatu hal yang benar-benar membuat harga dirinya terluka."Dasar keluarga gila. Heh, dengar ya, Bu Sri! Masih mending ya kamu itu setuju untuk Lisa kembali rujuk denga
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant) 30. Belum rundingan (Bagian A) “Kepo!” balasku dengan sedikit ketus. “Yahhhh, ketus amat, Dik!” Joko menyahut santai. “Bos, nimbang nggak? Siang atau sekarang? Soalnya aku mau ngantar Ibu ke rumah Dika, kalau bisa siang aja, sih!” lanjutnya sambil masuk ke dalam rumah, dan langsung mendudukkan dirinya di sofa yang tadi diduduki oleh Lisa dan Bu Maryam. “Waalaikumsalam, Ko! Dateng-dateng malah nyelonong gitu aja, bukannya ngucapin salam!” Ibu berujar mengingatkan. “Maaf, Bi. Kalau belum sarapan memang suka lupa,” balasnya mengelak, sambil mengusap rambutnya dengan gaya cool. “Halah, memang selalu begitu, kok! Malah mengkambinghitamkan sarapan kamu itu!” Bi Ramlah mencibir, sambil menggeleng prihatin. “Ya Allah, Bi. Aku nggak ada niatan begitu, sumpah!” Lelaki yang masih berstatus bujang itu menegakkan kedua jarinya, dan melakukan pose peace. “Sak karepmu, Ko! Sak karepmu!” sahut Bi Ramlah dengan malas. “Siangan aja, deh. A
331. Belum rundingan (Bagian B)Z“Nggak kenapa-kenapa begini?” tanya Bi Ramlah dengan nada lembut.“Ya nggak kenapa-kenapa, ini kan Aji yang memutuskan, Ram. Bukan kita yang menyuruhnya,” sahut Ibu dengan lirih.“Tapi, bagaimana dengan Naufal dan juga Salsa?” Bi Ramlah kembali bertanya.“Terserah Aji saja, dan kita lihat saja bagaimana keputusan mereka nanti. Kalau memang Naufal dan juga Salsa mau di sini, ya aku urus. Wong, cucuku.” Ibu mengangkat bahu dengan santai. “Tapi, kalau mau di sana juga gak masalah. Bagaimanapun juga mereka itu juga berhak mengurus Naufal dan Salsa,” lanjut Ibu lagi.“Dan bagaimana jika Aji memutuskan untuk rujuk? Mbak merestui? Atau menentang?” tanya Bi Ramlah lagi.“Entahlah, Ram. Terlalu banyak kebohongan dan juga rasa sakit yang sudah Lisa torehkan, rasa-rasanya aku nggak bisa menerimanya.” Ibu menjawab dengan pandangan yang menerawang. “Tapi, kalau dia memang mau berubah, mungkin aku akan memikirkan ulang.”Aku mengangguk-angguk mengerti, sedikit banya
332. Belum rundingan (Bagian C)“Ya. Ibu harap, apa yang kamu katakan itu benar. Karena bagaimanapun juga, Ibu tidak mau kedua anak Ibu jadi saling tidak enak, jika Abi tidak mau membeli kebun milik Aji, dan jika hal itu memang terjadi ... maka jalan satu-satunya adalah Aji harus mencari pembeli lain yang bisa membeli kebun miliknya di tangan Karta,” kata Ibu panjang lebar.“Bu, aku pergi dulu!” Mas Aji tiba-tiba datang, dengan Joko yang berjalan di belakangnya.“Jangan lupa jemput adikmu, bilang kalau dia harus melihat panen kali ini untuk membantu Bapak. Tenang saja, nanti siang Ibu, bibimu, dan juga Anna akan menyusul ke sana sambil membawa makanan,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.“Iya, nanti aku akan menjemput Abi terlebih dahulu,” sahut Mas Aji sambil melenggang keluar.“Bi, aku juga pergi ya, mau ngantar Ibu dulu sebelum siang!” Joko ikut berpamitan.“Iya, hati-hati!” Ibu melambaikan tangannya dengan lembut.Setelah suara motor dari kedua orang lelaki itu terdengar menjauhi ru