233. Aji dan Abi! (Bagian C)Aji tak menyahut lagi, dia bisa mengambil kesimpulan kalau adiknya itu juga rindu dengan kamar ini. Dulu mereka akan berebut untuk tidur di sini, dan ujung-ujungnya Abi serta Aji akan tidur di sini berdua. Dan kedua orang tuanya malah tidur di kamar mereka."Mas …." Kini giliran Abi yang membuka pembicaraan, dia memanggil Aji dengan lirih."Apa?" tanya Aji cepat."Gimana masalah tabungan anak-anak? Udah ada jalan keluar?" tanya Abi."Mbakmu punya uang sepuluh juta kemarin, dan aku akan suruh dia jual emas-emasnya dulu nanti buat nutupin kekurangannya," sahut Aji dengan lesu. "Hahhhh … aku nggak tahu kalau uang itu habis, Bi. Aku kira uangnya memang disimpan, dan akan dikembalikan secepatnya," lanjut Aji lagi."Memangnya berapa semuanya?" tanya Abi tanpa menoleh."Tiga puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu!" Aji menyahuti.Abi diam, sedikit banyak dia sudah menebak jumlah uang yang Lisa pakai. Menurut penuturan Anwar, uang tabungan Jesi, Gina,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)234. Murka Sri! (Bagian A)Abi sudah kembali, sambil membawakan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk untuk Aji. Dia memberikan piring itu kepada kakaknya, yang sudah menunggu dengan wajah yang terlihat sangat sumringah."Lama amat! Ngapain aja sih, kamu di dapur?" tanya Aji penasaran."Aku buat minum Mas, buat sirup. Aku nggak tahu sirupnya di mana, ternyata di letak Ibu di lemari bawah. Lagian ngambil es batunya juga susah, aku harus mengeluarkan tenaga dalam ekstra untuk mengeluarkan es batu itu!" kata Abi menyahuti.Dia lalu mendudukkan dirinya di lantai, dan bersandar di lemari jati milik kedua orang tuanya, tepat berhadapan dengan Aji yang kini makan sambil bersila di atas tempat tidur."Di bawah aja, Mas. Nanti kalau makanan Mas tumpah ke sprei milik Ibu, Ibu pasti akan mengamuk," kata Abi mengingatkan."Aku udah pw, Bi. Aku males turun," sahut Aji dengan cuek.Dia lalu melanjutkan makannya dengan lahap, hari ini ibunya m
235. Murka Sri! (Bagian B)"Sudah, sudah! Nggak usah banyak alasan! Sana cepat keluar, makan di ruang makan! Jangan makan di kamar! Memangnya kamu itu pengantin baru? Pakai acara makan di kamar segala, kamu itu tidak takut menjadi ular kalau makan di kasur? Hah?" ujar Sri tidak mau mendengar, dia menunjuk ke arah luar."Itu hanya mitos, Bu. Aku bukan anak kecil lagi yang bisa Ibu takut-takuti seperti itu!" Aji menggerutu dengan kesal.Dia langsung berdiri dan keluar dari kamar dengan kaki yang menghentak, sedangkan Abi saat ini sudah terkekeh sambil memegangi perutnya. Lelaki itu merasa lucu karena ibunya mengusir Aji, dengan cara menyampaikan mitos yang dulu sering dia sampaikan kepada mereka berdua.Dulu, sewaktu mereka masih kecil, mereka memang sangat sering meminta makan di kamar. Karena Abi dan juga Aji memang ada tipe anak yang malas untuk keluar, dan lebih memilih untuk berada di kamar. Karena di kamar mereka, memang disediakan PlayStation oleh Sri dan juga Amran. Dan untuk m
236. Murka Sri! (Bagian C)Anak sulungnya ini bukan tipe pemikir, suka bekerja, bertindak, dan juga bicara tanpa berpikir lebih dahulu. Dan melihat Aji yang tengah berpikir serius seperti ini, tentu saja adalah hal yang langka."Nggak mikirin apa-apa, Bu. Cuma lagi pusing saja," sahut Aji dengan lesu."Pusing kenapa?" tanya Sri cepat."Uang tabungan anak-anak, Bu." Aji berujar lirih.Sri langsung diam, benar tebakannya tadi. Memang firasat seorang Ibu tidak akan meleset, dan dia kembali membuktikannya walau sudah puluhan tahun lamanya dia menjadi Ibu dari kedua putranya ini."Kenapa memangnya?" tanya Sri ingin tahu. "Kan, kemarin istrimu bilang semuanya sepuluh juta. Dan uangnya juga sudah ada, lalu apa masalahnya lagi, Ji?" tanya Sri dengan cemas.Hahhhhhhh ….Aji menghela nafas berat, dia kemudian mendudukkan dirinya dan menyugar rambutnya. Terlihat sangat frustasi dan juga hilang arah, sukses membuat Sri semakin cemas dan kini menatap Abi meminta penjelasan.Sedangkan yang ditatap,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)237. Terungkap (Bagian A)"I—itu …." Sri menunggu, begitu juga dengan Abi yang diam-diam menyimak. Walau terlihat cuek tapi dia juga penasaran, uang enam ratus juta itu tidak sedikit. Dan Abi setuju dengan apa yang ibunya katakan, dia juga tidak yakin kalau Aji dan Lisa mempunyai tabungan sebanyak itu.Apalagi ditilik dari kehidupan kakak iparnya itu yang begitu hedon dan juga mewah Lisa selalu saja bersikap seperti Tuan Putri yang harus dituruti keinginannya baik itu oleh Aji oleh kedua orang tuanya dan juga orang-orang di sekitar mereka"Ji, ngomong itu yang jelas. Dari mana kamu dapat uang segitu banyaknya?" Sri kembali bertanya, semakin menekan Aji dengan pertanyaannya.Mimik wajahnya sudah terlihat panik, dan juga cemas. Kekhawatiran itu terlihat jelas, membuat Aji langsung tidak enak hati. Bagaimanapun juga, dia tahu kalau Sri sampai mengetahui hal ini. Maka dia tidak akan selamat."I—itu …."Aji sudah berusaha untuk berbi
238. Terungkap (Bagian B)Padahal, bukan sekali dua kali Karta menawari Abi untuk meminjam uang padanya. Walau Abi hanya kuli bangunan, tapi siapapun tahu kalau harta milik Amran dan juga Sri itu sangat banyak. Jelas, diantaranya akan menjadi milik Abi pada akhirnya.Makanya Karta sangat getol menawarkan pinjaman, namun Abi dan juga Anna cukup tangguh. Mereka bahkan tak tergoyahkan, dan lebih memilih hidup susah dibanding harus tercekik jeratan rentenir macam Karta."Ya Allah, Ji. Ibu dan Bapak tak pernah mengajarkan kalian untuk melakukan hal yang dilarang agama, apalagi memakan riba!" Sri berujar lemah. "Walau kami tidak terlalu paham agama, tapi kami tahu besarnya dosa riba. Tidak pernah sekalipun kalian kami beri makan dari uang tidak halal, lah sekarang? Kok, begini kelakuanmu, Nang? Ya Allah …." Sri menangis, dia terisak kecil.Cemas, khawatir, kecewa, marah, takut, semuanya bercampur menjadi satu. Dia benar-benar tak habis pikir, dan dia tak mampu menguraikan benang kusut di da
239. Terungkap (Bagian C)Dia kemudian menunduk, tatapannya terpaku menatap sprei berwarna biru yang terpasang apik di ranjang milik Sri. Tatapan Aji terasa kosong, dia saat ini benar-benar tidak bisa memikirkan apapun.Terlalu banyak masalah yang menghantui kehidupan rumah tangganya, dan masalah yang terbesar memang ada pada kata disaat mereka meminjam uang kepada Karta."Sudah berapa bulan kamu meminjam uang kepada Karta?" tanya Sri ingin tahu, dan berusaha semakin mengorek informasi yang ingin diketahuinya pada Aji."Sudah empat bulan, Bu!" sahut Aji dengan lesu."Empat bulan?!" Abi memekik kecil. "Mas! Sudah berapa uang yang kalian keluarkan untuk juragan Karta? Karena menurut kabar yang beredar, dia mematok bunga sebanyak 10% untuk setiap pinjaman yang dia berikan. Jika Mas meminjam uang sebanyak enam ratus juta, maka enam puluh juta rupiah harus Mas bayar setiap bulannya, dan itu artinya sudah dua ratus empat puluh juta yang Mas bayar kepada juragan Karta!" lanjut Abi lagi denga
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)240. Ultimatum! (Bagian A)"Nggak, bukan rumah ataupun sawah, Bu!" Aji menyahut cepat."Terus? Darimana kamu dapat uangnya? Tiga ratus juta, Ji. Tiga ratus juta," ujar Sri dengan penuh penekanan. "Tabungan aku," ujar Aji dengan sangat lirih, bahkan bisa dibilang hampir berbisik."Tabungan?" Sri bertanya sangsi."Iya tabungan aku," katanya lagi."Oh, kamu masih belum mau jujur sama kami?" tanya Sri dengan sangat sinis."Bu—""Apa?" Sri langsung menyambar.Wanita berusia lima puluh tiga tahun itu benar-benar geram saat ini, apalagi saat melihat Aji yang kelihatannya masih menutup-nutupi sesuatu. Jika rumah dan juga sawahnya aman, lalu apa sumber uang lainnya? "Yang pasti bukan rumah dan juga sawah," sahut Aji setengah hati."Ya lalu apa?" Sri kembali mendesak. "Bisa saja kalian menggadaikan rumah itu, apalagi rumah iru atas nama Lisa," ujar Sri lagi."Tidak, Bu. Sertifikat rumah dan juga sawah masih aman di tanganku. Ibu tidak pe