127. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian B)Karena aku juga sedang melakukan hal itu, dan ternyata rasanya benar-benar sangat sulit dan juga susah menahan tawa yang hampir keluar, benar-benar membuat aku hampir sakit perut."Iya, bagus!" kata Ibu lagi."Nah, kamu sih, Mas. Terlalu ketakutan!" kata Lisa sambil menatap Mas Aji dengan pandangan meremehkan."Iya, aku cuma panik, Sayang! Hahahaha …." Mas Aji terkekeh kuat.BRAK!"DIAM!" Ibu menggebrak meja, dan sukses membuat kami semua membeku di tempat. Ya Allah, aku kaget. Hening! Sunyi! Sepi!"Lah, kamu itu gendeng? Opo piye, toh, Sa? Uang tiga puluh juta kamu habiskan hanya untuk suntik brosom? Keterlaluan kamu itu!" kata Bi Ramlah tiba-tiba."Kromosom, Bi!" kataku mengoreksi ucapannya."Lah, iya … brosom!" kata Bi Ramlah tak suka."Ya, terserah Bibi!" kataku sekenanya.Aku malas berdebat dengan Bi Ramlah, apalagi dia pasti tidak akan mau mengalah. Padahal niatku baik, ingin membetulkan kata-katanya yang salah."Uang tiga puluh juta itu bu
128. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian C)"Ana benar! Setidaknya dia tidak pernah menyusahkan Ibu dan juga Bapak, tidak pernah meminta-minta seperti kalian. Lah, kalian ini sudah diberi, kok, malah mempergunakannya untuk hal yang salah. Suntik kromosom! Suntik kromosom, ndasmu!" kata Ibu dengan sinis. "Kamu juga Aji, kamu tidak bisa menasehati istrimu? Bagaimana bisa uang sebanyak itu digunakan untuk hal yang tidak diperlukan!" kata Ibu lagi."Ya ampun, Bu. Hanya uang segitu, kan, tidak perlu dibesar-besarkan. Lagi pula itu semua kan, untuk Lisa, untuk anak kesayangan Ibu!" kata Mas Aji dengan nada merayu."Kalau uang itu kalian gunakan untuk membeli beras, Ibu masih bisa merasa rela, merasa ridho. Setidaknya uang itu dimakan oleh anak cucu, IbuTetapi nyatanya apa? Uang itu malah kalian belikan untuk sesuatu hal yang tidak berguna, Ibu kecewa kepada kalian, Aji, Lisa! Kalian telah berbohong kepada Ibu dan Ibu tidak suka dibohongi!" kata Ibu lagi."Lagian, kalian itu kenapa berani-beraniny
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)129. Meminjam Uang pada kami? (Bagian A)"Ya, tapi tatapan Mas itu nggak enak, loh. Seolah-olah Mas itu menuduh kami mempengaruhi Ibu!" kata suamiku lagi. "Emang Mas pikir Ibu itu anak kecil yang bisa dipengaruhi begitu saja? Ibu juga melek kali Mas, selama ini sudah sangat sering kalian bohongi dan juga kalian tipu," kata Mas Abi dengan enteng.Dan aku benar-benar terkejut saat suamiku itu berbicara seperti tadi, bagaimanapun juga selama ini Mas Abi selalu saja bersikap baik kepada kakaknya ituz walaupun yang aku lihat Mas Aji seringkali berlaku semena-mena.Tapi entah kenapa saat ini Mas Abi bisa bersikap ketus, apakah dia juga sudah melek? Atau karena dia memang kesal karena tatapan Mas Aji yang seolah menuduh kami?"Loh, maksud kamu apa, Bi? Kenapa kamu bisa bilang kalau kami sering bohong, dan juga sering menipu Ibu? Kamu jangan seenaknya ya! Aku nggak suka kamu tuduh seperti itu!" kata Mas Aji dengan geram."Lah, aku nggak
130. Meminjam Uang pada kami? (Bagian B)"Itu bukan urusan Ibu, Lisa. Yang pasti Ibu sudah memberikan uang itu kepada kamu, tapi kamu lebih memilih untuk suntik kromosom yang tidak penting daripada membeli motor itu secara cash. Lihat Anna dan Abi, mereka bisa membeli motor secara cash padahal Ibu sama sekali tidak memberikan bantuan apa-apa kepada mereka!" kata Ibu dengan nada tegas. "Pokoknya Ibu tidak mau tahu, selesaikan urusan ini dan juga pertanggung jawabkan apa yang sudah kalian kerjakan!" kata Ibu lagi.Ibu lalu melemparkan secarik kertas surat penarikan yang diberikan oleh Pak Sofyan dan juga Pak Abdul tadi, kepada Lisa dan juga Mas Aji, di sana jelas tertera bahwa tunggakan mereka adalah tujuh juta sudah termasuk denda selama tiga bulan.Mata Lisa dan juga Mas Aji terlihat melotot kaget, mereka pasti tidak menyangka kalau ibu bersikap seperti ini apalagi uang tujuh juta itu bukanlah uang yang sedikit .Eh! Tapi tunggu dulu, pasti mereka menganggap uang tujuh juta ini adalah
131. Meminjam Uang pada kami? (Bagian C)"Pak, tolong bilang sama Ibu, Pak. Tidak mungkin kami mempunyai uang sebanyak itu sekarang, apa kalian tega kalau motor kami ditarik oleh pihak leasing?" kata Lisa, kali ini dia memohon kepada Bapak.Tapi Bapak hanya menghela nafas, dan memalingkan wajahnya ke arah jendela. Dia tidak mau menatap wajah memohon Lisa."Maaf, maaf saja, tetapi bapakmu itu tidak akan bisa menolong kalian. Ibu sudah bilang tadi, jika dia memang mau menolong kalian, maka dia harus menggunakan uang sendiri untuk membayarkan tunggakan kalian!" kata Ibu dengan nada ketus.Lisa dan Aji langsung lesu, karena kami semua tahu kalau Bapak itu tidak pernah memegang uang. Semua keuangan dikelola oleh Ibu, dan itu artinya Bapak tidak akan pernah bisa menolong Lisa dan juga Mas Aji."Bu! Tolonglah, jangan begitu. Ibu rela melihat aku dipermalukan oleh teman-temanku nanti?" tanya Lisa dengan nada memelas."Wah, itu bukan urusan Ibu. Ibu sudah tidak mau ikut campur dengan urusan ka
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)132. Berdamai dengan Ibu (Bagian A)"Memang bener, lucu kalian ini!" Bi Ramlah bahkan tertawa terbahak-bahak. "Wong mau minjem duit, kok malah marah-marah. Heh, Aji! Bibi nggak percaya tuh, kalau kalian nggak punya uang tujuh juta. Ini masih tanggal muda, istri kamu baru aja gajian. Terus, harga sawit juga masih mahal loh, pasti uang kamu banyak! Kok, malah mau menyusahkan orang, sih?" ujar Bi Ramlah mengejek.Mas Aji dan Lisa langsung saling berpandangan, dan aku yakin kalau ada rahasia tersembunyi yang sebenarnya sedang mereka tutupi. Karena setahuku, apa yang Bi Ramlah katakan memang benar. Jadi, kecil kemungkinan kalau mereka tidak punya uang. Lain cerita kalau mereka punya rahasia kotor lainnya, wah … apa ya? Membuat aku penasaran aja.“Ibu kok, ngomongnya ngelantur ke mana-mana sih?” tanya Mas Aji tak terima. “Ibu nggak ikhlas ngasih itu semua ke kami, begitu? Membangunkan sebuah rumah, mengisi perabotannya, sampai membeli
133. Berdamai dengan Ibu (Bagian B)Jangan dia kira aku hanya akan diam saja saat dia menghinaku dekil dan juga kusam, syalan skali memang! Aku bukan dekil, yah! Aku hanya kurang perawatan saja!Buktinya saja Mas Abi mencintaiku dan memilihku menjadi istrinya, padahal suamiku itu ganteng banget. Ya, sebelas dua belas dengan Park Chanyeol yang anggota EXO itu, gila ya? Kalau sekelas Mas Abi yang mirip Park Chanyeol saja mau denganku, dan tergila-gila denganku, tentu saja aku ini bukan wanita buluk.Aku hanya kurang … polesan? Ah, gara-gara Lisa itu aku jadi tidak bersyukur dengan yang sudah Allah beri. Memang penyakit dia itu!“Pulang aja yuk, Mas. Malas aku di sini, nggak enak! Bawaannya body shaming mulu!” kataku kesal.“Ya sudah kalau mau pulang, ayo!” Mas Abi langsung menyetujui.“Iya, biar saja mereka mengurus masalah mereka sendiri. Tadi kata Ramlah barang-barang toko kalian sudah datang, kalian pasti sibuk!” kata Ibu dengan santai.Aku mengangguk, ah … ternyata menyenangkan sek
134. Berdamai dengan Ibu (Bagian C)Apa aku gila? Kami bahkan tidak pernah berbicara dengan santai, dan duduk berdua dengan obrolan-obrolan santai. Eh, sekarang aku malah mengajaknya ngerujak bareng? Aku pasti sudah gila!Ya Allah, aku bakalan malu sekali kalau Ibu menolak. Lisa bakalan mengejekku hingga seumur hidup! Aku yakin itu, dan aku benar-benar gugup sekarang. Tapi bukan Anna namanya, jika menunjukkan kegugupan dan menyerah begitu saja.“Gimana, Bu?” tanyaku lagi.“O—oh!” Ibu bahkan terkesiap.“Aku janji, bakalan seru dan juga asyik!” kataku lagi. “Kalau Ibu capek, Ibu bisa duduk saja dan melihatku. Ibu tidak harus bekerja!” kataku memastikan.“Ya, Ibu bisa santai di rumah kami. Tenang saja, Bu. Di rumah Ibu tidak akan kepanasan lagi, sudah ada kipas angin dan bahkan Ac. Ibu juga tidak akan merasa bosan, ada televisi yang warnanya sudah jernih tidak merah lagi layarnya," kata Mas Abi dengan antusias. "Buah-buahan dan juga kue, ada di kulkas. Mau makan? Anna bisa masakkan ayam