121. Amarah Ibu! (Bagian B)Aku benar-benar geram melihatnya, dia sepertinya sangat membela Mas Aji dan juga Lisa, padahal sudah terbukti kalau kedua manusia itu sudah membohongi mereka. Tapi Bapak sepertinya malah santai-santai saja.Setelah ditegur oleh Bapak, Bi Ramlah terlihat mencebik sinis, namun dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Ibu memandang Ibu dari atas ke bawah."Lah, masih mending punya menantu seperti Anna, sudah tidak pernah menyusahkan, baik, sopan lagi!" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku tersentak kaget saat namaku disebut, apalagi biramlah menjunjungku setinggi langit sehingga membuat aku mengernyit heran menatapnya, sepertinya Bi Ramlah saat ini sedang berpihak kepadaku sehingga dia begitu meninggikanku.Aku hanya diam dan tidak menyahuti ucapannya, berlagak seperti orang-orang polos yang baik hati dan tidak tahu apa-apa."Anna dan Abi tidak pernah menyusahkan Mbak, tidak juga pernah membuat malu! Haduh, ternyata menantu pegawai negeri yang di bangga-banggakan
122. Amarah Ibu! (Bagian C)"Wah, ibumu masak enak nih! Makan ah …" Kata Bi Ramlah dengan nada ceria.Dia lalu dengan cekatan mengambil piring dan mengisinya dengan dua centong nasi, juga tak lupa mengambil sayur asem lengkap dengan sambal terasi, dan juga ikan asinnya, aku hanya menatapnya dengan gelengan pelan.Benar-benar takjub dengan tingkah ajaib Bi Ramlah yang dengan seenaknya bisa makan, padahal yang punya rumah tidak mempersilahkan."Memangnya tadi belum makan ya, B" tanyaku ingin tahu."Belumlah, aku belum makan. Apalagi ini aku barusan mengompori Ibumu, itu tentu saja aku saat ini sudah kelaparan, karena energiku sudah terkuras habis," kata Bi Ramlah sambil mulai makan, dia duduk di meja makan dengan tenang."Lah, salah siapa Bibi semangat seperti itu? Lagi pula Bibi ini menghasut Ibu dengan menjelek-jelekkan Lisa padahal aslinya Bibi 'kan sangat pro dengan Lisa," kataku sambil mencebik sinism"Lah, pro ya pro, An. Tetapi tetap saja Ibumu dan bapakmu itu adalah Kang Mas da
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)123. Untuk apa uang itu? (Bagian A)“IBUUUUUU!” Lisa berteriak dengan manja, dia berlari mendekati Ibu dengan langkah ringan dan juga bahagia. Sedangkan Mas Aji mengikuti di belakangnya dengan senyum terkembang. Kelihatannya pasangan suami istri ini tidak merasa bersalah sedikitpun, dan bersikap santai dan juga cuek saja.Ibu hanya diam, dan sama sekali tidak menyahuti panggilan Lisa. Hanya menatap anak dan menantu kesayangannya itu dengan pandangan datar, dan juga muram.Walau bukan aku yang ditatap Ibu sedemikian rupa, tapi tetap saja aku merasa panas dingin. Eh, malah lisa dan Mas Aji bersikap masa bodoh, apa mereka tidak bisa merasakan hawa dingin yang mulai merayap?Aku benar-benar tidak berkedip melihat kepercayaan diri mereka, saat mataku melihat ke sekeliling aku bisa melihat Mas Abi dan juga Bi Ramlah yang sudah berkeringat dingin. Mereka jelas tahu bagaimana Ibu, dibandingkan olehku, jelas mereka yang lebih lama hidup
124. Untuk apa uang itu? (Bagian B)Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelahnya aku tidak bisa mendengar apapun, hanya keheningan yang mendominasi hingga aku dan Bi Ramlah berpandangan heran.Lisa berjalan memasuki rumah dengan langkah anggun, dan senyum yang terkembang lebar, dia lalu berjalan mendekati Ibu dan segera duduk di sampingnya."Ibu sudah tahu kalau aku mencicil motor itu?" tanya Lisa dengan nada lemah lembut.Ibu sama sekali tidak menjawab, hanya menatap ke depan dengan pandangan lurus, seolah-olah dia sangat malas untuk melihat wajah dan juga mendengar suara Lisa."Ibu kok, diam saja? Kenapa Ibu tidak menjawab? Ibu sudah tahu ya, kalau aku mencicil motor itu? Maaf ya, Bu!" kata Lisa lagi dengan nada yang semakin lirih.Lalu hening, Ibu sama sekali belum mengeluarkan suara apapun. Begitu juga dengan Bapak, di dalam keheningan aku bisa melihat Mas Aji yang memasuki rumah dengan langkah malas."Aji, duduk!" titah Ibu dengan tegas.Mas Aji terlonjak kaget, lalu dia
125. Untuk apa uang itu? (Bagian C)“Oh ya? Kamu butuh uang untuk apa?” tanya Ibu tiba-tiba.Lisa terlihat gugup, dia menelan ludah berkali-kali dan menatap Mas Aji seolah tengah meminta pertolongan. Tetapi Mas Aji sendiri sudah berkeringat dingin, dia pasti tidak mengira kalau Ibu akan mempertanyakan hal tersebut, karena biasanya Ibu tidak peduli dengan uang yang sudah dia gelontorkan untuk Mas Aji dan juga Lisa.“Ayo cepat jawab! Untuk apa uang tiga puluh juta itu?” tanya Ibu dengan nada tegas. “Kalian sudah berani membohongi Ibu ternyata, ya? Kalian meminta uang untuk membeli motor secara cash, Ibu menambah uang itu tiga puluh juta, Abi! Lisa! LALU KEMANA UANG TIGA PULUH JUTA ITU, HAH?!” tanya Ibu dengan nada yang membentak.Hingga membuat kami semua yang ada di sana, terlonjak kaget. Bapak langsung mengusap pundak Ibu yang sebelah kanan, karena dia pasti tahu kalau Ibu saat ini sedang dikuasai oleh amarah.Sedangkan Lisa yang berada di sebelah kiri Ibu, hanya bisa menutup matanya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)126. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian A)“Mas!”Belum sempat Mas Aji menyelesaikan ucapannya, Lisa sudah menyela dan menggeleng. Dia seolah melarang Mas Aji untuk melanjutkan ucapannya, hingga sanggup membuat Ibu mengernyitkan dahinya.Mas Aji sendiri kelihatan bingung, di satu sisi Ibu tengah memelototinya agar dia melanjutkan kata-katanya, dan di sisi lainnya Lisa memelototi dia agar tidak melanjutkan kata-katanya.“Ibumu menunggu, Aji!” kata Bapak tiba-tiba. "Jawab pertanyaan ibumu!" kata Bapak lagi.Kelihatannya Bapak mertuaku itu juga sudah gerah dengan sikap Mas Aji, yang malah lembek dan juga kelihatannya seperti takut dengan Lisa.Mas Aji tidak bisa menjawab kata-kata Bapak, dia hanya diam dan menunduk dalam sehingga membuat Bapak mendengus kesal dan menatapnya dengan pandangan tajam."Lah, kok malah diam? Ibumu itu nanya Aji, dijawab dong!" ulang Bapak dengan nada tegas. "Ini ditanya kok malah diem, kayak orang bisu saja!" L
127. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian B)Karena aku juga sedang melakukan hal itu, dan ternyata rasanya benar-benar sangat sulit dan juga susah menahan tawa yang hampir keluar, benar-benar membuat aku hampir sakit perut."Iya, bagus!" kata Ibu lagi."Nah, kamu sih, Mas. Terlalu ketakutan!" kata Lisa sambil menatap Mas Aji dengan pandangan meremehkan."Iya, aku cuma panik, Sayang! Hahahaha …." Mas Aji terkekeh kuat.BRAK!"DIAM!" Ibu menggebrak meja, dan sukses membuat kami semua membeku di tempat. Ya Allah, aku kaget. Hening! Sunyi! Sepi!"Lah, kamu itu gendeng? Opo piye, toh, Sa? Uang tiga puluh juta kamu habiskan hanya untuk suntik brosom? Keterlaluan kamu itu!" kata Bi Ramlah tiba-tiba."Kromosom, Bi!" kataku mengoreksi ucapannya."Lah, iya … brosom!" kata Bi Ramlah tak suka."Ya, terserah Bibi!" kataku sekenanya.Aku malas berdebat dengan Bi Ramlah, apalagi dia pasti tidak akan mau mengalah. Padahal niatku baik, ingin membetulkan kata-katanya yang salah."Uang tiga puluh juta itu bu
128. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian C)"Ana benar! Setidaknya dia tidak pernah menyusahkan Ibu dan juga Bapak, tidak pernah meminta-minta seperti kalian. Lah, kalian ini sudah diberi, kok, malah mempergunakannya untuk hal yang salah. Suntik kromosom! Suntik kromosom, ndasmu!" kata Ibu dengan sinis. "Kamu juga Aji, kamu tidak bisa menasehati istrimu? Bagaimana bisa uang sebanyak itu digunakan untuk hal yang tidak diperlukan!" kata Ibu lagi."Ya ampun, Bu. Hanya uang segitu, kan, tidak perlu dibesar-besarkan. Lagi pula itu semua kan, untuk Lisa, untuk anak kesayangan Ibu!" kata Mas Aji dengan nada merayu."Kalau uang itu kalian gunakan untuk membeli beras, Ibu masih bisa merasa rela, merasa ridho. Setidaknya uang itu dimakan oleh anak cucu, IbuTetapi nyatanya apa? Uang itu malah kalian belikan untuk sesuatu hal yang tidak berguna, Ibu kecewa kepada kalian, Aji, Lisa! Kalian telah berbohong kepada Ibu dan Ibu tidak suka dibohongi!" kata Ibu lagi."Lagian, kalian itu kenapa berani-beraniny