124. Untuk apa uang itu? (Bagian B)Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelahnya aku tidak bisa mendengar apapun, hanya keheningan yang mendominasi hingga aku dan Bi Ramlah berpandangan heran.Lisa berjalan memasuki rumah dengan langkah anggun, dan senyum yang terkembang lebar, dia lalu berjalan mendekati Ibu dan segera duduk di sampingnya."Ibu sudah tahu kalau aku mencicil motor itu?" tanya Lisa dengan nada lemah lembut.Ibu sama sekali tidak menjawab, hanya menatap ke depan dengan pandangan lurus, seolah-olah dia sangat malas untuk melihat wajah dan juga mendengar suara Lisa."Ibu kok, diam saja? Kenapa Ibu tidak menjawab? Ibu sudah tahu ya, kalau aku mencicil motor itu? Maaf ya, Bu!" kata Lisa lagi dengan nada yang semakin lirih.Lalu hening, Ibu sama sekali belum mengeluarkan suara apapun. Begitu juga dengan Bapak, di dalam keheningan aku bisa melihat Mas Aji yang memasuki rumah dengan langkah malas."Aji, duduk!" titah Ibu dengan tegas.Mas Aji terlonjak kaget, lalu dia
125. Untuk apa uang itu? (Bagian C)“Oh ya? Kamu butuh uang untuk apa?” tanya Ibu tiba-tiba.Lisa terlihat gugup, dia menelan ludah berkali-kali dan menatap Mas Aji seolah tengah meminta pertolongan. Tetapi Mas Aji sendiri sudah berkeringat dingin, dia pasti tidak mengira kalau Ibu akan mempertanyakan hal tersebut, karena biasanya Ibu tidak peduli dengan uang yang sudah dia gelontorkan untuk Mas Aji dan juga Lisa.“Ayo cepat jawab! Untuk apa uang tiga puluh juta itu?” tanya Ibu dengan nada tegas. “Kalian sudah berani membohongi Ibu ternyata, ya? Kalian meminta uang untuk membeli motor secara cash, Ibu menambah uang itu tiga puluh juta, Abi! Lisa! LALU KEMANA UANG TIGA PULUH JUTA ITU, HAH?!” tanya Ibu dengan nada yang membentak.Hingga membuat kami semua yang ada di sana, terlonjak kaget. Bapak langsung mengusap pundak Ibu yang sebelah kanan, karena dia pasti tahu kalau Ibu saat ini sedang dikuasai oleh amarah.Sedangkan Lisa yang berada di sebelah kiri Ibu, hanya bisa menutup matanya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)126. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian A)“Mas!”Belum sempat Mas Aji menyelesaikan ucapannya, Lisa sudah menyela dan menggeleng. Dia seolah melarang Mas Aji untuk melanjutkan ucapannya, hingga sanggup membuat Ibu mengernyitkan dahinya.Mas Aji sendiri kelihatan bingung, di satu sisi Ibu tengah memelototinya agar dia melanjutkan kata-katanya, dan di sisi lainnya Lisa memelototi dia agar tidak melanjutkan kata-katanya.“Ibumu menunggu, Aji!” kata Bapak tiba-tiba. "Jawab pertanyaan ibumu!" kata Bapak lagi.Kelihatannya Bapak mertuaku itu juga sudah gerah dengan sikap Mas Aji, yang malah lembek dan juga kelihatannya seperti takut dengan Lisa.Mas Aji tidak bisa menjawab kata-kata Bapak, dia hanya diam dan menunduk dalam sehingga membuat Bapak mendengus kesal dan menatapnya dengan pandangan tajam."Lah, kok malah diam? Ibumu itu nanya Aji, dijawab dong!" ulang Bapak dengan nada tegas. "Ini ditanya kok malah diem, kayak orang bisu saja!" L
127. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian B)Karena aku juga sedang melakukan hal itu, dan ternyata rasanya benar-benar sangat sulit dan juga susah menahan tawa yang hampir keluar, benar-benar membuat aku hampir sakit perut."Iya, bagus!" kata Ibu lagi."Nah, kamu sih, Mas. Terlalu ketakutan!" kata Lisa sambil menatap Mas Aji dengan pandangan meremehkan."Iya, aku cuma panik, Sayang! Hahahaha …." Mas Aji terkekeh kuat.BRAK!"DIAM!" Ibu menggebrak meja, dan sukses membuat kami semua membeku di tempat. Ya Allah, aku kaget. Hening! Sunyi! Sepi!"Lah, kamu itu gendeng? Opo piye, toh, Sa? Uang tiga puluh juta kamu habiskan hanya untuk suntik brosom? Keterlaluan kamu itu!" kata Bi Ramlah tiba-tiba."Kromosom, Bi!" kataku mengoreksi ucapannya."Lah, iya … brosom!" kata Bi Ramlah tak suka."Ya, terserah Bibi!" kataku sekenanya.Aku malas berdebat dengan Bi Ramlah, apalagi dia pasti tidak akan mau mengalah. Padahal niatku baik, ingin membetulkan kata-katanya yang salah."Uang tiga puluh juta itu bu
128. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian C)"Ana benar! Setidaknya dia tidak pernah menyusahkan Ibu dan juga Bapak, tidak pernah meminta-minta seperti kalian. Lah, kalian ini sudah diberi, kok, malah mempergunakannya untuk hal yang salah. Suntik kromosom! Suntik kromosom, ndasmu!" kata Ibu dengan sinis. "Kamu juga Aji, kamu tidak bisa menasehati istrimu? Bagaimana bisa uang sebanyak itu digunakan untuk hal yang tidak diperlukan!" kata Ibu lagi."Ya ampun, Bu. Hanya uang segitu, kan, tidak perlu dibesar-besarkan. Lagi pula itu semua kan, untuk Lisa, untuk anak kesayangan Ibu!" kata Mas Aji dengan nada merayu."Kalau uang itu kalian gunakan untuk membeli beras, Ibu masih bisa merasa rela, merasa ridho. Setidaknya uang itu dimakan oleh anak cucu, IbuTetapi nyatanya apa? Uang itu malah kalian belikan untuk sesuatu hal yang tidak berguna, Ibu kecewa kepada kalian, Aji, Lisa! Kalian telah berbohong kepada Ibu dan Ibu tidak suka dibohongi!" kata Ibu lagi."Lagian, kalian itu kenapa berani-beraniny
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)129. Meminjam Uang pada kami? (Bagian A)"Ya, tapi tatapan Mas itu nggak enak, loh. Seolah-olah Mas itu menuduh kami mempengaruhi Ibu!" kata suamiku lagi. "Emang Mas pikir Ibu itu anak kecil yang bisa dipengaruhi begitu saja? Ibu juga melek kali Mas, selama ini sudah sangat sering kalian bohongi dan juga kalian tipu," kata Mas Abi dengan enteng.Dan aku benar-benar terkejut saat suamiku itu berbicara seperti tadi, bagaimanapun juga selama ini Mas Abi selalu saja bersikap baik kepada kakaknya ituz walaupun yang aku lihat Mas Aji seringkali berlaku semena-mena.Tapi entah kenapa saat ini Mas Abi bisa bersikap ketus, apakah dia juga sudah melek? Atau karena dia memang kesal karena tatapan Mas Aji yang seolah menuduh kami?"Loh, maksud kamu apa, Bi? Kenapa kamu bisa bilang kalau kami sering bohong, dan juga sering menipu Ibu? Kamu jangan seenaknya ya! Aku nggak suka kamu tuduh seperti itu!" kata Mas Aji dengan geram."Lah, aku nggak
130. Meminjam Uang pada kami? (Bagian B)"Itu bukan urusan Ibu, Lisa. Yang pasti Ibu sudah memberikan uang itu kepada kamu, tapi kamu lebih memilih untuk suntik kromosom yang tidak penting daripada membeli motor itu secara cash. Lihat Anna dan Abi, mereka bisa membeli motor secara cash padahal Ibu sama sekali tidak memberikan bantuan apa-apa kepada mereka!" kata Ibu dengan nada tegas. "Pokoknya Ibu tidak mau tahu, selesaikan urusan ini dan juga pertanggung jawabkan apa yang sudah kalian kerjakan!" kata Ibu lagi.Ibu lalu melemparkan secarik kertas surat penarikan yang diberikan oleh Pak Sofyan dan juga Pak Abdul tadi, kepada Lisa dan juga Mas Aji, di sana jelas tertera bahwa tunggakan mereka adalah tujuh juta sudah termasuk denda selama tiga bulan.Mata Lisa dan juga Mas Aji terlihat melotot kaget, mereka pasti tidak menyangka kalau ibu bersikap seperti ini apalagi uang tujuh juta itu bukanlah uang yang sedikit .Eh! Tapi tunggu dulu, pasti mereka menganggap uang tujuh juta ini adalah
131. Meminjam Uang pada kami? (Bagian C)"Pak, tolong bilang sama Ibu, Pak. Tidak mungkin kami mempunyai uang sebanyak itu sekarang, apa kalian tega kalau motor kami ditarik oleh pihak leasing?" kata Lisa, kali ini dia memohon kepada Bapak.Tapi Bapak hanya menghela nafas, dan memalingkan wajahnya ke arah jendela. Dia tidak mau menatap wajah memohon Lisa."Maaf, maaf saja, tetapi bapakmu itu tidak akan bisa menolong kalian. Ibu sudah bilang tadi, jika dia memang mau menolong kalian, maka dia harus menggunakan uang sendiri untuk membayarkan tunggakan kalian!" kata Ibu dengan nada ketus.Lisa dan Aji langsung lesu, karena kami semua tahu kalau Bapak itu tidak pernah memegang uang. Semua keuangan dikelola oleh Ibu, dan itu artinya Bapak tidak akan pernah bisa menolong Lisa dan juga Mas Aji."Bu! Tolonglah, jangan begitu. Ibu rela melihat aku dipermalukan oleh teman-temanku nanti?" tanya Lisa dengan nada memelas."Wah, itu bukan urusan Ibu. Ibu sudah tidak mau ikut campur dengan urusan ka