119. Keputusan Ibu! (Bagian C)Tetapi kenapa saat ini dia tidak mau membayarkan uang tujuh juta itu? Bukankah jika tidak Ibu bayar, maka motor itu bisa ditarik oleh pihak leasing?"Capek aku Ram, capek! Sudah diberi uang tiga puluh juta bukannya malah dibelikan cash, malah mereka kredit motor. Eh … menunggak pula! Aku benar-benar meradang, melihat Aji dan juga Lisa!" kata Ibu sambil memijat keningnya. "Padahal sudah aku kasih uang, tetapi malah disia-siakan. Untuk apa uang tiga puluh juta itu, kalau tidak mereka belikan motor coba?" kata Ibu lagi.Mas Aji langsung dengan sigap memijat bahu Ibu, dia kelihatannya begitu khawatir dengan Ibu yang saat ini sedang marah-marah. Mungkin saja dia teringat dengan perkataanku waktu di rumah tadi, Ibu bisa stroke jika dia terlalu banyak memikirkan hal ini.Sedangkan aku sedikit banyak merasa bahagia, karena Ibu tidak membayarkan tunggakan motor Lisa. Bagaimanapun juga, aku memang berharap kalau Ibu akan berubah tidak lagi timpang dalam memberikan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)120. Amarah Ibu! (Bagian A)Saat telepon dimatikan, Ibu langsung kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dan mata tuanya langsung terjatuh menatap ke arah halaman dengan pandangan menerawang. Jangankan aku, Bi Ramlah, dan juga Mas Abi, bahkan Bapak sekalipun tidak berani menegur Ibu.Wajah wanita yang sudah membesarkan suamiku itu terlihat benar-benar mengerikan, wajahnya muram dan juga terlihat sangat tidak mengenakan. Sepertinya dia benar-benar marah saat ini, dan menahan emosinya sedemikian rupa.Kembali aku tegaskan, aku benar-benar menunggu apa karma yang akan menimpa Lisa setelah ini. Karena ternyata dia yang selama ini begitu dipuja-puja, dan juga dielu-elukan, ternyata adalah seorang penipu yang dengan tega menipu Ibu mertuanya yang menyayanginya seperti anak sendiri."Kok, bisa-bisanya Lisa menipu Mbak seperti itu, ya, Mbak? Aku nggak pernah lo nyangka bakalan seperti itu, padahal Lisa itu 'kan anak baik-baik!" kata Bi R
121. Amarah Ibu! (Bagian B)Aku benar-benar geram melihatnya, dia sepertinya sangat membela Mas Aji dan juga Lisa, padahal sudah terbukti kalau kedua manusia itu sudah membohongi mereka. Tapi Bapak sepertinya malah santai-santai saja.Setelah ditegur oleh Bapak, Bi Ramlah terlihat mencebik sinis, namun dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Ibu memandang Ibu dari atas ke bawah."Lah, masih mending punya menantu seperti Anna, sudah tidak pernah menyusahkan, baik, sopan lagi!" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku tersentak kaget saat namaku disebut, apalagi biramlah menjunjungku setinggi langit sehingga membuat aku mengernyit heran menatapnya, sepertinya Bi Ramlah saat ini sedang berpihak kepadaku sehingga dia begitu meninggikanku.Aku hanya diam dan tidak menyahuti ucapannya, berlagak seperti orang-orang polos yang baik hati dan tidak tahu apa-apa."Anna dan Abi tidak pernah menyusahkan Mbak, tidak juga pernah membuat malu! Haduh, ternyata menantu pegawai negeri yang di bangga-banggakan
122. Amarah Ibu! (Bagian C)"Wah, ibumu masak enak nih! Makan ah …" Kata Bi Ramlah dengan nada ceria.Dia lalu dengan cekatan mengambil piring dan mengisinya dengan dua centong nasi, juga tak lupa mengambil sayur asem lengkap dengan sambal terasi, dan juga ikan asinnya, aku hanya menatapnya dengan gelengan pelan.Benar-benar takjub dengan tingkah ajaib Bi Ramlah yang dengan seenaknya bisa makan, padahal yang punya rumah tidak mempersilahkan."Memangnya tadi belum makan ya, B" tanyaku ingin tahu."Belumlah, aku belum makan. Apalagi ini aku barusan mengompori Ibumu, itu tentu saja aku saat ini sudah kelaparan, karena energiku sudah terkuras habis," kata Bi Ramlah sambil mulai makan, dia duduk di meja makan dengan tenang."Lah, salah siapa Bibi semangat seperti itu? Lagi pula Bibi ini menghasut Ibu dengan menjelek-jelekkan Lisa padahal aslinya Bibi 'kan sangat pro dengan Lisa," kataku sambil mencebik sinism"Lah, pro ya pro, An. Tetapi tetap saja Ibumu dan bapakmu itu adalah Kang Mas da
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)123. Untuk apa uang itu? (Bagian A)“IBUUUUUU!” Lisa berteriak dengan manja, dia berlari mendekati Ibu dengan langkah ringan dan juga bahagia. Sedangkan Mas Aji mengikuti di belakangnya dengan senyum terkembang. Kelihatannya pasangan suami istri ini tidak merasa bersalah sedikitpun, dan bersikap santai dan juga cuek saja.Ibu hanya diam, dan sama sekali tidak menyahuti panggilan Lisa. Hanya menatap anak dan menantu kesayangannya itu dengan pandangan datar, dan juga muram.Walau bukan aku yang ditatap Ibu sedemikian rupa, tapi tetap saja aku merasa panas dingin. Eh, malah lisa dan Mas Aji bersikap masa bodoh, apa mereka tidak bisa merasakan hawa dingin yang mulai merayap?Aku benar-benar tidak berkedip melihat kepercayaan diri mereka, saat mataku melihat ke sekeliling aku bisa melihat Mas Abi dan juga Bi Ramlah yang sudah berkeringat dingin. Mereka jelas tahu bagaimana Ibu, dibandingkan olehku, jelas mereka yang lebih lama hidup
124. Untuk apa uang itu? (Bagian B)Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelahnya aku tidak bisa mendengar apapun, hanya keheningan yang mendominasi hingga aku dan Bi Ramlah berpandangan heran.Lisa berjalan memasuki rumah dengan langkah anggun, dan senyum yang terkembang lebar, dia lalu berjalan mendekati Ibu dan segera duduk di sampingnya."Ibu sudah tahu kalau aku mencicil motor itu?" tanya Lisa dengan nada lemah lembut.Ibu sama sekali tidak menjawab, hanya menatap ke depan dengan pandangan lurus, seolah-olah dia sangat malas untuk melihat wajah dan juga mendengar suara Lisa."Ibu kok, diam saja? Kenapa Ibu tidak menjawab? Ibu sudah tahu ya, kalau aku mencicil motor itu? Maaf ya, Bu!" kata Lisa lagi dengan nada yang semakin lirih.Lalu hening, Ibu sama sekali belum mengeluarkan suara apapun. Begitu juga dengan Bapak, di dalam keheningan aku bisa melihat Mas Aji yang memasuki rumah dengan langkah malas."Aji, duduk!" titah Ibu dengan tegas.Mas Aji terlonjak kaget, lalu dia
125. Untuk apa uang itu? (Bagian C)“Oh ya? Kamu butuh uang untuk apa?” tanya Ibu tiba-tiba.Lisa terlihat gugup, dia menelan ludah berkali-kali dan menatap Mas Aji seolah tengah meminta pertolongan. Tetapi Mas Aji sendiri sudah berkeringat dingin, dia pasti tidak mengira kalau Ibu akan mempertanyakan hal tersebut, karena biasanya Ibu tidak peduli dengan uang yang sudah dia gelontorkan untuk Mas Aji dan juga Lisa.“Ayo cepat jawab! Untuk apa uang tiga puluh juta itu?” tanya Ibu dengan nada tegas. “Kalian sudah berani membohongi Ibu ternyata, ya? Kalian meminta uang untuk membeli motor secara cash, Ibu menambah uang itu tiga puluh juta, Abi! Lisa! LALU KEMANA UANG TIGA PULUH JUTA ITU, HAH?!” tanya Ibu dengan nada yang membentak.Hingga membuat kami semua yang ada di sana, terlonjak kaget. Bapak langsung mengusap pundak Ibu yang sebelah kanan, karena dia pasti tahu kalau Ibu saat ini sedang dikuasai oleh amarah.Sedangkan Lisa yang berada di sebelah kiri Ibu, hanya bisa menutup matanya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)126. Lisa dan Aji ngotot! (Bagian A)“Mas!”Belum sempat Mas Aji menyelesaikan ucapannya, Lisa sudah menyela dan menggeleng. Dia seolah melarang Mas Aji untuk melanjutkan ucapannya, hingga sanggup membuat Ibu mengernyitkan dahinya.Mas Aji sendiri kelihatan bingung, di satu sisi Ibu tengah memelototinya agar dia melanjutkan kata-katanya, dan di sisi lainnya Lisa memelototi dia agar tidak melanjutkan kata-katanya.“Ibumu menunggu, Aji!” kata Bapak tiba-tiba. "Jawab pertanyaan ibumu!" kata Bapak lagi.Kelihatannya Bapak mertuaku itu juga sudah gerah dengan sikap Mas Aji, yang malah lembek dan juga kelihatannya seperti takut dengan Lisa.Mas Aji tidak bisa menjawab kata-kata Bapak, dia hanya diam dan menunduk dalam sehingga membuat Bapak mendengus kesal dan menatapnya dengan pandangan tajam."Lah, kok malah diam? Ibumu itu nanya Aji, dijawab dong!" ulang Bapak dengan nada tegas. "Ini ditanya kok malah diem, kayak orang bisu saja!" L
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata