PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)114. Tunggakan Lisa! (Bagian A)"Ada perlu apa ya, Pak?" tanya Bi Ramlah dengan cepat.Wajahnya terlihat luar biasa kepo, karena ada orang yang mencari Lisa dengan penampilan sangar seperti ini. Walaupun mereka terlihat sangat sopan, tetapi tetap saja tato di lengan Bapak yang satunya membuat orang lain menjadi ngeri-ngeri sedap."Kami dari pihak leasing, ingin menarik motor seudari Lisa Artha. Karena dia sudah menunggak cicilan selama tiga bulan, kami sudah memberi surat peringatan kepada beliau, tetapi dia tidak juga menghiraukan peringatan kami, jadi terpaksa kami menarik sepeda motor yang dia miliki," kata Bapak bertato dengan sopan.Aku dan Bi Ramlah sontak saling berpandangan lagi, begitu terkejut dengan jawaban dari Bapak bertato. Karena bagaimanapun juga, setahu kami Lisa memang membeli sepeda motor itu dengan cara cash. Apalagi, Ibu memang memberikan uang tunai sebanyak tiga puluh juta, kepada Lisa untuk membantu membeli
115. Tunggakan Lisa! (Bagian B)Bi Ramlah dengan semangat langsung berjalan untuk mengantarkan kedua lelaki itu ke rumah Ibu dan Bapak, aku benar-benar dibuat heran oleh tingkahnya. Bagaimana bisa dia begitu semangat ketika orang lain mendapatkan sebuah musibah?Ibaratnya orang lain mendapat musibah, maka Bi Ramlah yang akan mendapatkan bahan untuk bergosip dengan orang-orang di desa ini. Aku yakin Lisa tidak akan luput dari gosipan Bi Ramlah, hingga satu bulan ke depan.Aku langsung bergegas masuk ke dalam rumah, saat melihat motor yang dikendarai oleh kedua orang debt collector itu mengikuti langkah kaki Bi Ramlah secara perlahan. Bagaimanapun juga, aku harus memberitahu Mas Abi tentang hal ini."Mas! Mas! Oh Mas!" Aku menepuk punggungnya, yang saat ini malah enak-enakan tidur padahal Kakak iparnya tengah terlibat masalah dengan pihak leasing."Apa sih, Dek? Mas baru tidur juga, udah dibangunin!" sahut Mas Abi dengan ketus, dia kelihatannya benar-benar mengantuk karena terlihat dar
116. Tunggakan Lisa (Bagian C)"Emang aku boleh ikut?" tanyaku sambil menatapnya dengan pandangan tertarik."Lah, ya boleh … datang ke rumah Ibu sendiri masa kamu nggak boleh ikut," Kata Mas Abi lagi. "Ayo, Mas tunggu di depan!" katanya sambil mengedikkan kepalanya ke samping."Oke, aku pakai jilbab dulu ya, Mas!" kataku dengan semangat, lalu mengambil jilbab instan yang ada di lemari dan memakainya di kaca, bagaimanapun juga aku harus terlihat paripurna walaupun belum mandi.Aku dan Mas Abi lalu berboncengan dengan mesra, menggunakan nemex berwarna biru ke rumah Ibu, yah setidaknya motor nemex yang kami kendarai tidak kredit. Tetapi aku beli menggunakan uang yang diberikan Emak, dengan cara cash! No credit, credit!Setelah sampai di rumah Ibu aku bisa melihat kedua debt collector itu yang sudah duduk di kursi teras, dengan ibu dan juga Bi Ramlah yang ada di sana. Ibu saat melihat kami datang, langsung berdiri dan melambaikan tangannya ke arah Mas Abi.Suamiku itu lantas dengan cepat
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)117. Keputusan Ibu! (Bagian A)“Tunggu!” Kami semua menoleh ke arah halaman, di sana ada Bapak yang sepertinya baru pulang dari kebun. Dia menatap Pak Sofyan dan juga Pak Abdul dengan pandangan heran, dia mengkode Ibu agar segera mengikuti langkahnya yang kini memasuki rumah.“Sebentar ya, Bapak-bapak!” kata Ibu dengan sungkan. “An, buatin Paka Sofyan dan juga Pak Abdul minum!” suruh Ibu padaku.“Baik, Bu!” sahut mereka kompak.Aku hanya mengangguk cepat dan mengikuti langkah kaki Ibu yang sudah masuk ke dalam rumah, di dalam aku bisa melihat Bapak yang sedang bicara dengan Ibu di depan pintu kamar mereka. Aku segera ke dapur, dan mengambil satu teko air dan mengisinya dengan sirup dan juga es batu. Setelah meletakkannya di atas nampan bersama beberapa buah gelas, aku langsung membawanya ke depan.“Jadi bagaimana?!”Aku masih bisa mendengar suara Ibu yang menyahuti ucapan Bapak, dan aku bisa menyimpulkan kalau mereka tengah be
118. Keputusan Ibu! (Bagian B)Walau wajah Bapak terlihat muram, tetapi Pak Sofyan dan Pak Abdul tetap harus melaksanakan tugas mereka, karena bagaimanapun juga mereka sudah disuruh oleh atasan mereka untuk menyelesaikan motor Lisa hari ini."Bagaimana, Pak, Bu? Apakah sudah ada keputusan?" tanya Pak Sofyan dengan nada tegas."Iya, Pak. Kalau boleh tahu, berapa tunggakan Lisa?" tanya Bapak ingin tahu."Tujuh juta, Pak. Sudah termasuk denda," sahut Pak Abdul cepat.Mas Bai kemudian memberikan surat penarikan yang tadi dibetika Pak Sofyan padanya kepada Bapak, di sana tertera jumlah tunggakan yang harus dibayarkan.Bapak terlihat mengangguk-angguk mengerti, dia lalu menatap Ibu sambil menaikkan alisnya. Namun, Ibu kelihatannya tidak senang karena dia hanya menggeleng."Kami tidak akan membayarnya, Pak. Silahkan Bapak berurusan langsung dengan Lisa dan Aji!" kata Ibu dengan tegas."Bu!" Bapak berujar cepat. "Bukannya sudah diputuskan kalau kita akan menalangi dulu?" tanya Bapak dengan bi
119. Keputusan Ibu! (Bagian C)Tetapi kenapa saat ini dia tidak mau membayarkan uang tujuh juta itu? Bukankah jika tidak Ibu bayar, maka motor itu bisa ditarik oleh pihak leasing?"Capek aku Ram, capek! Sudah diberi uang tiga puluh juta bukannya malah dibelikan cash, malah mereka kredit motor. Eh … menunggak pula! Aku benar-benar meradang, melihat Aji dan juga Lisa!" kata Ibu sambil memijat keningnya. "Padahal sudah aku kasih uang, tetapi malah disia-siakan. Untuk apa uang tiga puluh juta itu, kalau tidak mereka belikan motor coba?" kata Ibu lagi.Mas Aji langsung dengan sigap memijat bahu Ibu, dia kelihatannya begitu khawatir dengan Ibu yang saat ini sedang marah-marah. Mungkin saja dia teringat dengan perkataanku waktu di rumah tadi, Ibu bisa stroke jika dia terlalu banyak memikirkan hal ini.Sedangkan aku sedikit banyak merasa bahagia, karena Ibu tidak membayarkan tunggakan motor Lisa. Bagaimanapun juga, aku memang berharap kalau Ibu akan berubah tidak lagi timpang dalam memberikan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)120. Amarah Ibu! (Bagian A)Saat telepon dimatikan, Ibu langsung kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dan mata tuanya langsung terjatuh menatap ke arah halaman dengan pandangan menerawang. Jangankan aku, Bi Ramlah, dan juga Mas Abi, bahkan Bapak sekalipun tidak berani menegur Ibu.Wajah wanita yang sudah membesarkan suamiku itu terlihat benar-benar mengerikan, wajahnya muram dan juga terlihat sangat tidak mengenakan. Sepertinya dia benar-benar marah saat ini, dan menahan emosinya sedemikian rupa.Kembali aku tegaskan, aku benar-benar menunggu apa karma yang akan menimpa Lisa setelah ini. Karena ternyata dia yang selama ini begitu dipuja-puja, dan juga dielu-elukan, ternyata adalah seorang penipu yang dengan tega menipu Ibu mertuanya yang menyayanginya seperti anak sendiri."Kok, bisa-bisanya Lisa menipu Mbak seperti itu, ya, Mbak? Aku nggak pernah lo nyangka bakalan seperti itu, padahal Lisa itu 'kan anak baik-baik!" kata Bi R
121. Amarah Ibu! (Bagian B)Aku benar-benar geram melihatnya, dia sepertinya sangat membela Mas Aji dan juga Lisa, padahal sudah terbukti kalau kedua manusia itu sudah membohongi mereka. Tapi Bapak sepertinya malah santai-santai saja.Setelah ditegur oleh Bapak, Bi Ramlah terlihat mencebik sinis, namun dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Ibu memandang Ibu dari atas ke bawah."Lah, masih mending punya menantu seperti Anna, sudah tidak pernah menyusahkan, baik, sopan lagi!" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku tersentak kaget saat namaku disebut, apalagi biramlah menjunjungku setinggi langit sehingga membuat aku mengernyit heran menatapnya, sepertinya Bi Ramlah saat ini sedang berpihak kepadaku sehingga dia begitu meninggikanku.Aku hanya diam dan tidak menyahuti ucapannya, berlagak seperti orang-orang polos yang baik hati dan tidak tahu apa-apa."Anna dan Abi tidak pernah menyusahkan Mbak, tidak juga pernah membuat malu! Haduh, ternyata menantu pegawai negeri yang di bangga-banggakan
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata