PILIH KASIH 11. Penjualan Tanah (Bagian A) Kenapa Aina lama sekali, sih? Aku bergerak tidak nyaman di tempatku duduk dan sesekali menatap ke belakang berharap adik bungsuku itu muncul dengan senyum mengembang, sehingga pembicaraan ini bisa dimulai. Kata-kata yang dikeluarkan oleh Aira tadi membuat rasa penasaranku melambung hingga ke ubun-ubun, cuan? Cuan dari mana? Kami ini hidup pas-pasan, walau tidak tergolong keluarga yang susah. Emak hanya bekerja di sawah peninggalan bapak, lumayan luas sehingga Emak bisa menyewakan sawahnya sebagian dan sebagian lagi digarap sendiri. Dari sanalah kami semua hidup dan juga bisa mengenyam pendidikan walau aku dan AIra hanya bisa sampai bangku sekolah menengah atas, makanya Emak bertekad agar Aina menjadi orang sukses. Setidaknya dia harus berkuliah, dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Alhamdulillah, hasil panen Emak selalu melimpah dan juga bagus. Emak adalah satu-satu wanita yang paling aku hormati di dunia ini, Bapak meninggal saat Aina m
12. Penjualan Tanah (Bagian B)Aku bahkan tidak bisa menghentikan tangisku, hanya anggukan pelan yang bisa aku berikan. Sedangkan ruangan ini terasa hening, hanya diisi dengan tangisan kami. Orang yang memelukku bertambah, setelahnya isakan kami semakin besar karena Aina dan Aira ikut menangis dan menenggelamkan tubuhku semakin dalam. Ya Allah, bukankah mempunyai keluarga yang menyayangi kita, adalah salah satu keberkahan dan kenikmatan? Bahkan sangat banyak orang yang menginginkan hal ini di dalam kehidupan mereka.“Sudah! Sudah! Kalian jangan nangis-nangis lagi, kalian itu harus bahagia!” ujar Emak sambil mengusap kepala kami bertiga. Kami bertiga mengangguk kompak, walau isakan kecil masih sesekali keluar dari belah bibir kami namun sudah tidak sekencang tadi. Hidung kami memerah dan juga mata kami sembab, Emak menatap kami dengan pandangan lembut tapi juga dalam di saat yang bersamaan.“Emak manggil kalian ke sini, karena ada yang mau Emak bicarakan. Bukankah sistem keluarga kit
13. Penjualan Tanah (Bagian C)“Cukup, kok. InsyaAllah kita akan beli laptop untuk Aina, biar semakin rajin mengerjakan tugasnya,” ujar Emak dengan nada yang terdengar luar biasa senang.“Beneran, Mak?” tanya Aina dengan nada sungguh-sungguh. “Memangnya uang yang dikasih Wak Sarah cukup, Mak? Harga laptop kan mahal,” cicitnya di akhir kalimat.“Cukup, Nduk. Kamu tenang saja,” kata Emak lagi.“Nah, kamu dengar, kan? Kamu tenang saja, Dek! Alhamdulillah kuliahmu aman, dan juga laptop bisa terbeli!” seru Aira dengan nada senang.Wajahnya berbinar, Aira juga pasti bahagia karena akhirnya Aina bisa membeli laptop sendiri. Aku dan Aira sama, kami belum bisa membahagiakan Emak dan juga membantu menguliahkan Aina. Jadi mendengar hal ini, kami sudah sangat senang.Aku mengangguk membenarkan, dan menatap Aina dengan pandangan meminta maaf.“Kami ini belum bisa bantu biaya kuliah kamu, Dek. Setidaknya dengan kabar ini, kami sudah tenang. Kamu bisa kuliah dengan nyaman, dan tidak kekurangan. Doak
PILIH KASIH14. Uang tiga Puluh juta (Bagian A)Hening!Kami bahkan tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun saat mendengar nominal yang Emak utarakan, seolah tubuh kami membeku dan lidah kami semua menjadi kelu. Bagaimana bisa? Aku rasa tidak hanya aku yang mempertanyakan hal itu, tapi semuanya juga mempertanyakan hal yang sama.Bagaimana bisa? Nominal itu bukanlah nominal yang kecil, besar, bahkan sangat besar! Di dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan akan memiliki uang sebanyak itu, dan kini Emak baru saja mengatakan kalau keluarga kami memiliki uang sebanyak itu?Wah, ini pasti mimpi! Tidak mungkin kenyataan!“AWWWWW! Sakit, Dek! Apaan, sih?” Kami semua langsung tersadar dan menatap Gunawan yang baru saja berteriak, dia memegangi lengannya yang aku tebak baru saja di cubit oleh Aira. Sedangkan adikku itu kini menatap kami dengan pandangan gamang.“Kalau sakit, berarti ini kenyataan, kan? Nggak mimpi, kan?” tanyanya dengan bingung.Ternyata bukan hanya aku yang menganggap i
15. Uang Tiga Puluh Juta (Bagian B)1Kami semua mengangguk paham, dan saling berpandangan dalam rasa haru dan juga bahagia yang tidak terkira. Allah benar-benar baik, dan aku jadi merasa malu karena sudah sering melupakan-Nya.Aku duduk di kamar Aina setelah kami selesai makan bersama, gulai ayam kampung yang tadi aku bawa menjadi menu utama selain sayur asam ikan mas yang dimasak oleh Emak. Rasa kekeluargaan yang begitu kental, benar-benar membuat aku terharu."Jangan melamun saja, Mbak!" Aina yang duduk di depan jendela sambil memainkan ponsel menegurku, wajahnya melihat ke arahku dengan pandangan geli. "Karena sekarang punya uang banyak, terus bingung mau ngabisin buat apa, ya?" tanyanya dengan jahil.Aku melempar bantal ke arahnya, dan langsung mengenai wajahnya dengan telak. Aku menjulurkan lidah mengejek, sedangkan dia hanya terkekeh."Beli skincare kak, kan sudah dikasih Emak uang yang banyak, beli motor juga!" ujar Aina tiba-tiba."Memang kenapa? Nggak pakai skincare saja Mbak
PILIH KASIH16. Meminta Sebidang Tanah (Bagian A)“Ngapain kalian di sini?” Aira masuk sambil mengelap tangannya yang basah pada baju yang dipakainya, dia sepertinya baru saja selesai mencuci piring.“Udah selesai, Dek?” tanyaku sambil nyengir lebar.“Udahlah, anak nggak ada akhlak. Kalian biarkan Emak yang mencuci piring, untung saja aku lihat!” serunya emosi.Aku dan Aina kompak meminta maaf, kami tahu kalau Aira akan menggantikan Emak makanya kami masuk ke dalam kamar dan bersantai di sini. Aira ini butuh olahraga, badannya sudah membesar dan tambah montok saja.“Lagian kalian ngapain di sini?” tanya Aira lagi, dia mengambil tempat di sebelah Aina dan duduk di depan jendela sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.“Lagi bahas hal yang viral, Mbak!” sahut Aina sambil tersenyum lebar. “Menantu yang tersisihkan, itu judulnya!” katanya lagi, dan aku hanya memutar bola mata dengan bosan.“Mana? Film apa sinetron?” tanya Aira dengan antusias. “Aku tebak sih, pasti drama ikan terbang. Kis
17. Meminta Sebidang Tanah (Bagian B)“Fix! Aku sangat beruntung karena mempunyai mertua yang baik banget, Mbak! Aku bersyukur sudah terhindar dari keluarga toxic macam keluarganya Mas Abi!” Aira menggeleng pelan.“Makanya aku bilang, beli skincare, beli motor, bangun rumah! Aku nggak mau kalian diremehkan, Mbak! Buat usaha biar sukses! Mbak Lisa memang mempunyai gaji, tapi Mbak punya rezeki,“ kata Aina berujar panjang lebar. “Iya lah! Jangan mau diinjak-injak, Mbak! Tunjukkan jati diri Mbak yang sebenarnya!” ujar Aira meluap-luap.“Kalian ini ngomong apa?” Emak tiba-tiba masuk ke kamar dan ikut duduk di bibir ranjang, matanya memindai kami satu persatu dengan tatapan teduh dan juga dalam.“Nggak ngomong apa-apa, hanya ngomongin tentang kuliah Ai, Mak,” balas Aina sambil tersenyum kecil.Bagus! Tambah satu catatan dosa kami hari ini karena sudah membohongi orang tua, tapi jika tidak berbohong pasti Emak akan marah karena tahu kami sedang menggosipi orang, dan yang lebih parah orangny
PILIH KASIH18. Direndahkan (Bagian A)“A—-apa?” tanya Ibu dengan tergagap. “Apa yang baru saja kamu katakan, An?” tanyanya masih berusaha memastikan, dia mengorek telinganya menggunakan kelingking sambil menatapku dengan bingung."Iya, Ibu nggak salah dengar. Ana memang meminta sebidang tanah, karena kami mau membangun sebuah rumah," balasku dengan santai.Ibu menatap Mas Abi dengan pandangan tajam, beliau langsung menyunggingkan senyum sinis dan mencebik seolah jijik dengan kami."Kamu anggap aku ini apa? Hah?" tanyanya dengan nada yang lantang. "Bisa-bisanya istrimu yang tidak berpendidikan ini meminta warisan di saat aku masih hidup! Tidak punya otak!" katanya lagi."Ana tidak meminta warisan, Bu. Hanya sebidang tanah untuk tapak rumah, kok!" sahutku sambil nyengir.Aku tidak mau terikut emosi, toh apapun yang Ibu katakan tidak akan memberikan efek apapun padaku. Aku hanya mengetesnya saja, apakah dia akan memberikan satu petak tanahnya yang memang sangat banyak itu untuk kami mem