12. Penjualan Tanah (Bagian B)Aku bahkan tidak bisa menghentikan tangisku, hanya anggukan pelan yang bisa aku berikan. Sedangkan ruangan ini terasa hening, hanya diisi dengan tangisan kami. Orang yang memelukku bertambah, setelahnya isakan kami semakin besar karena Aina dan Aira ikut menangis dan menenggelamkan tubuhku semakin dalam. Ya Allah, bukankah mempunyai keluarga yang menyayangi kita, adalah salah satu keberkahan dan kenikmatan? Bahkan sangat banyak orang yang menginginkan hal ini di dalam kehidupan mereka.“Sudah! Sudah! Kalian jangan nangis-nangis lagi, kalian itu harus bahagia!” ujar Emak sambil mengusap kepala kami bertiga. Kami bertiga mengangguk kompak, walau isakan kecil masih sesekali keluar dari belah bibir kami namun sudah tidak sekencang tadi. Hidung kami memerah dan juga mata kami sembab, Emak menatap kami dengan pandangan lembut tapi juga dalam di saat yang bersamaan.“Emak manggil kalian ke sini, karena ada yang mau Emak bicarakan. Bukankah sistem keluarga kit
13. Penjualan Tanah (Bagian C)“Cukup, kok. InsyaAllah kita akan beli laptop untuk Aina, biar semakin rajin mengerjakan tugasnya,” ujar Emak dengan nada yang terdengar luar biasa senang.“Beneran, Mak?” tanya Aina dengan nada sungguh-sungguh. “Memangnya uang yang dikasih Wak Sarah cukup, Mak? Harga laptop kan mahal,” cicitnya di akhir kalimat.“Cukup, Nduk. Kamu tenang saja,” kata Emak lagi.“Nah, kamu dengar, kan? Kamu tenang saja, Dek! Alhamdulillah kuliahmu aman, dan juga laptop bisa terbeli!” seru Aira dengan nada senang.Wajahnya berbinar, Aira juga pasti bahagia karena akhirnya Aina bisa membeli laptop sendiri. Aku dan Aira sama, kami belum bisa membahagiakan Emak dan juga membantu menguliahkan Aina. Jadi mendengar hal ini, kami sudah sangat senang.Aku mengangguk membenarkan, dan menatap Aina dengan pandangan meminta maaf.“Kami ini belum bisa bantu biaya kuliah kamu, Dek. Setidaknya dengan kabar ini, kami sudah tenang. Kamu bisa kuliah dengan nyaman, dan tidak kekurangan. Doak
PILIH KASIH14. Uang tiga Puluh juta (Bagian A)Hening!Kami bahkan tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun saat mendengar nominal yang Emak utarakan, seolah tubuh kami membeku dan lidah kami semua menjadi kelu. Bagaimana bisa? Aku rasa tidak hanya aku yang mempertanyakan hal itu, tapi semuanya juga mempertanyakan hal yang sama.Bagaimana bisa? Nominal itu bukanlah nominal yang kecil, besar, bahkan sangat besar! Di dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan akan memiliki uang sebanyak itu, dan kini Emak baru saja mengatakan kalau keluarga kami memiliki uang sebanyak itu?Wah, ini pasti mimpi! Tidak mungkin kenyataan!“AWWWWW! Sakit, Dek! Apaan, sih?” Kami semua langsung tersadar dan menatap Gunawan yang baru saja berteriak, dia memegangi lengannya yang aku tebak baru saja di cubit oleh Aira. Sedangkan adikku itu kini menatap kami dengan pandangan gamang.“Kalau sakit, berarti ini kenyataan, kan? Nggak mimpi, kan?” tanyanya dengan bingung.Ternyata bukan hanya aku yang menganggap i
15. Uang Tiga Puluh Juta (Bagian B)1Kami semua mengangguk paham, dan saling berpandangan dalam rasa haru dan juga bahagia yang tidak terkira. Allah benar-benar baik, dan aku jadi merasa malu karena sudah sering melupakan-Nya.Aku duduk di kamar Aina setelah kami selesai makan bersama, gulai ayam kampung yang tadi aku bawa menjadi menu utama selain sayur asam ikan mas yang dimasak oleh Emak. Rasa kekeluargaan yang begitu kental, benar-benar membuat aku terharu."Jangan melamun saja, Mbak!" Aina yang duduk di depan jendela sambil memainkan ponsel menegurku, wajahnya melihat ke arahku dengan pandangan geli. "Karena sekarang punya uang banyak, terus bingung mau ngabisin buat apa, ya?" tanyanya dengan jahil.Aku melempar bantal ke arahnya, dan langsung mengenai wajahnya dengan telak. Aku menjulurkan lidah mengejek, sedangkan dia hanya terkekeh."Beli skincare kak, kan sudah dikasih Emak uang yang banyak, beli motor juga!" ujar Aina tiba-tiba."Memang kenapa? Nggak pakai skincare saja Mbak
PILIH KASIH16. Meminta Sebidang Tanah (Bagian A)“Ngapain kalian di sini?” Aira masuk sambil mengelap tangannya yang basah pada baju yang dipakainya, dia sepertinya baru saja selesai mencuci piring.“Udah selesai, Dek?” tanyaku sambil nyengir lebar.“Udahlah, anak nggak ada akhlak. Kalian biarkan Emak yang mencuci piring, untung saja aku lihat!” serunya emosi.Aku dan Aina kompak meminta maaf, kami tahu kalau Aira akan menggantikan Emak makanya kami masuk ke dalam kamar dan bersantai di sini. Aira ini butuh olahraga, badannya sudah membesar dan tambah montok saja.“Lagian kalian ngapain di sini?” tanya Aira lagi, dia mengambil tempat di sebelah Aina dan duduk di depan jendela sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.“Lagi bahas hal yang viral, Mbak!” sahut Aina sambil tersenyum lebar. “Menantu yang tersisihkan, itu judulnya!” katanya lagi, dan aku hanya memutar bola mata dengan bosan.“Mana? Film apa sinetron?” tanya Aira dengan antusias. “Aku tebak sih, pasti drama ikan terbang. Kis
17. Meminta Sebidang Tanah (Bagian B)“Fix! Aku sangat beruntung karena mempunyai mertua yang baik banget, Mbak! Aku bersyukur sudah terhindar dari keluarga toxic macam keluarganya Mas Abi!” Aira menggeleng pelan.“Makanya aku bilang, beli skincare, beli motor, bangun rumah! Aku nggak mau kalian diremehkan, Mbak! Buat usaha biar sukses! Mbak Lisa memang mempunyai gaji, tapi Mbak punya rezeki,“ kata Aina berujar panjang lebar. “Iya lah! Jangan mau diinjak-injak, Mbak! Tunjukkan jati diri Mbak yang sebenarnya!” ujar Aira meluap-luap.“Kalian ini ngomong apa?” Emak tiba-tiba masuk ke kamar dan ikut duduk di bibir ranjang, matanya memindai kami satu persatu dengan tatapan teduh dan juga dalam.“Nggak ngomong apa-apa, hanya ngomongin tentang kuliah Ai, Mak,” balas Aina sambil tersenyum kecil.Bagus! Tambah satu catatan dosa kami hari ini karena sudah membohongi orang tua, tapi jika tidak berbohong pasti Emak akan marah karena tahu kami sedang menggosipi orang, dan yang lebih parah orangny
PILIH KASIH18. Direndahkan (Bagian A)“A—-apa?” tanya Ibu dengan tergagap. “Apa yang baru saja kamu katakan, An?” tanyanya masih berusaha memastikan, dia mengorek telinganya menggunakan kelingking sambil menatapku dengan bingung."Iya, Ibu nggak salah dengar. Ana memang meminta sebidang tanah, karena kami mau membangun sebuah rumah," balasku dengan santai.Ibu menatap Mas Abi dengan pandangan tajam, beliau langsung menyunggingkan senyum sinis dan mencebik seolah jijik dengan kami."Kamu anggap aku ini apa? Hah?" tanyanya dengan nada yang lantang. "Bisa-bisanya istrimu yang tidak berpendidikan ini meminta warisan di saat aku masih hidup! Tidak punya otak!" katanya lagi."Ana tidak meminta warisan, Bu. Hanya sebidang tanah untuk tapak rumah, kok!" sahutku sambil nyengir.Aku tidak mau terikut emosi, toh apapun yang Ibu katakan tidak akan memberikan efek apapun padaku. Aku hanya mengetesnya saja, apakah dia akan memberikan satu petak tanahnya yang memang sangat banyak itu untuk kami mem
19. Direndahkan (Bagian B)"Loh, aku ada buktinya loh. Wong, Mbak Lisa sendiri yang bilang, Ibu itu nambahi tiga puluh juta untuk membeli motornya itu!" kataku santai sambil menunjukkan screenshot percakapan Mbak Lisa tadi yang ada di kolom komentar.Mas Abi langsung memalingkan wajahnya sesaat setelah dia melihat ponselku, wajahnya terlihat sangat sedih. Dia menghela nafasnya beberapa kali dan kemudian menatap Ibu dengan pandangan nanar."Buktinya sudah kuat, Bu. Lalu Ibu mau ngeles seperti apa lagi?" tanya Mas Abi dengan lelah. "Padahal aku dari bujang hanya memakai motor bekas, disaat Ibu membelikan motor baru untuk Mas Aji. Dan sekarang Ibu juga membelikan motor untuk istrinya, ya Allah …." Mas Abi berujar lirih di akhir kalimat."Halahhh, kamu ini kok, semakin lebay saja sih, Bi?" tanya Ibu dengan tidak ber perasaannya. "Mbakmu itu pegawai negeri, malu dong kalau motornya itu butut. Kalau kamu kan hanya kuli bangunan, dan istrimu juga nggak kerja dan di rumah saja. Nggak perlulah
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata