PILIH KASIH20. Dijual Murah (Bagian A)Ini, inilah yang membuat aku muak dan juga marah. Ibu selalu mengatakan kami tidak pernah memberi uang belanja untuk beliau dan juga Bapak, tetapi setiap minggu ada saja yang Ibu pinta dari suamiku. Gaji Mas Abi dalam satu minggu hanya tujuh ratus dua puluh ribu, dan tidak jarang Ibu meminta setengahnya untuk membeli keperluannya yang sebenarnya tidak mendesak, seperti, gamis, baju, tas, ataupun sepatu.Bila dihitung-hitung, maka lebih banyak uang yang Mas Abi berikan daripada yang Mas Aji beri. Namun, Ibu seolah menutup mata dengan kebaikan suamiku, dan malah membangga-banggakan anak sulungnya yang kaya raya itu.Hahhhhh, ingin sekali rasanya aku berkata kasar. Sumpah!“Mana, Bi? Ibu mau ke pasar ini!” katanya sambil menadahkan tangannya.“Tidak ada, Bu. Uangnya sudah habis!” balasku dengan santai.“Habis?” tanya Ibu dengan mata melotot. “Enak sekali kamu menghabiskan gaji anakku, ingat ya dia itu harus menafkahi orang tuanya juga. Surga Abi a
21. Dijual Murah (Bagian B)"Dek! Kamu udah selesai sholat?" Mas Abi memasuki kamar dan langsung duduk di atas ranjang.Aku yang memang sudah selesai, langsung mencium punggung tangannya dengan takzim. Sambil membuka mukena, aku melirik wajah Mas Abi yang terlihat berseri-seri."Kenapa, Mas? Kok, sepertinya bahagia sekali!" kataku ingin tahu."Alhamdulillah, semuanya dimudahkan oleh Allah, Dek!" sahut Mas Abi sambil menarik tanganku dan mendudukkan diriku di sampingnya."Kenapa? Wak Cokro mau menjual tanah dan rumah ini pada kita?" tanyaku ingin tahu."Mau, Dek! Mau!" sahut Mas Abi semangat.Aku hanya mengangguk kecil, ikut bahagia dengan kabar yang diberikannya. Tapi, bagaimana dengan harganya? Walau di desa, tapi harga tanah di sini sudah mahal. Satu rantai saja harganya bisa mencapai empat puluh juta. Dan tanah yang kami tempati ini, luasnya satu rantai dan juga ada bangunan rumah di atasnya. Walaupun bangunan ini tidak mewah, tetapi pasti tetap ada hitungannya."Harganya gimana,
PILIH KASIH22. Perang Komentar (Bagian A)Gigi gerahamku beradu dengan sangat kuat, saat melihat pesan yang baru saja dibuka oleh Mas Abi. Tanganku mengepal dengan erat, namun entah kenapa mataku malah memanas aku ingin menangis, dan aku harus menahan air mata yang ingin tumpah sekuat tenaga.Tidak, aku tidak boleh menangis! Aku kuat, aku Anna. Dan akan aku buat Lisa menyesal karena sudah berani berurusan denganku.Namun tidak bisa dipungkiri, hatiku sangat sakit dan juga kembali berdarah, seolah mengerti Mas Abi langsung menggenggam tanganku dan mengucapkan ribuan kata maaf.Padahal aku sangat ingin berteriak, kalau itu semua sekali tidak ada gunanya bagiku, dia mengucapkan maaf untuk siapa? Dan untuk apa? Dia bahkan tidak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa harus dia yang selalu meminta maaf kepadaku?Tidak! Saat ini aku tidak akan diam! Demi Allah!Aku langsung melirik kembali ponsel yang kini terletak begitu saja di atas meja, disana masih terpampang pesan Aira yang terkirim
23. Perang Komentar (Bagian B)DEG! DEG! DEG!Aku kemudian melemparkan ponselku ke atas sofa dengan emosi yang meluap-luap, Mas Abi langsung mengambil ponsel itu dengan cepat. Aku tidak peduli dia mau melakukan apa, aku sudah muak dengan keluarganya. Sepertinya dia akan menghubungi seseorang, karena tak lama kemudian aku bisa mendengar suara Mas Aji yang menyahut di seberang sana. Ternyata dia menelpon kakak kandungnya itu.[Ada apa, Bi?] Tanyanya dengan sangat santai."Mas, aku mohon suruh Mbak Lisa untuk menghapus postingannya di Facebook. Aku merasa terganggu dan juga merasa terhina dengan postingan istrimu!" ujar Mas Abi dengan tegas.Lalu kami sama-sama bisa mendengar suara derit dari seberang sana, mungkin saja saat ini Mas Aji sedang duduk dan berleha-leha di kasur atau di sofanya yang empuk itu.[Postingan apa?] tanyanya dengan nada heran."Mbak Lisa memposting di wall facebooknya, dan itu sangat merendahkanku, Mas. Bagaimana bisa dia merendahkan saudaranya sendiri?" ujar Mas
24. Perang Komentar (Bagian C)"Bagaimana bisa Mas bilang itu adalah hal yang sepele? Dia baru saja menginjak-injak harga diriku di depan orang banyak, Mas. Itu sosial media Mas, semua orang bisa mengaksesnya. Dan Mas hanya diam saja melihat Adik Mas sendiri diinjak-injak dan dijatuhkan harga dirinya oleh istrimu itu?" tanya Mas Abi dengan tak habis pikir.Lalu setelahnya kami hanya bisa mendengar suara tawa sumbang yang Mas Aji keluarkan.[Lah, memang kamu saja yang baper. Mbakmu itu kan berkata betul, kalian itu terlalu halu!] Katanya dengan penuh penekanan. [Aku ini ngomong yang betul ya, Bi. Jangan terlalu halu nanti kamu dan istri kamu itu bisa jadi gila, ingat kamu cuman kerja sebagai tukang bangunan dan istrimu pun cuman ngeler di rumah. Ya betul kata Mbakmu, kok bisa bisanya kalian memimpikan mempunyai rumah dengan cara membeli tanah Wak Cokro. Dikasih numpang saja kalian itu sudah sukur, Bi! Sudah syukur!] Katanya semakin merendahkan kami.[Lalu, kalau masalah mandul, Mbakmu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)25. Adu Mulut dengan Ibu (Bagian A)“Apa, Bu? Ana nggak ngerti, loh, maksud Ibu apa!”Aku langsung meninggalkan Ibu dan berjalan masuk ke dalam rumah, kepalaku sakit, dan aku sudah tidak mampu lagi untuk meladeni ocehan Ibu yang hanya seputar menantu kesayangannya itu.Lisa, Lisa, dan Lisa! Mendengar namanya, dan membayangkan wajahnya saja sudah membuat aku ingin menjambak rambutku sendiri, lama-lama aku bisa gila karena harus selalu berhubungan dengan Lisa sialan ini.Jangan begini, jangan begitu, Mbak Lisa nggak suka begini, Mbak Lisa nggak suka begitu, kenapa aku yang harus selalu mengalah padanya? Sedangkan posisi kami adalah sama, sama-sama menantu.Aku lantas merebahkan tubuhku ke sofa busuk yang dulu Ibu berikan kepada kami, punggungku terasa sakit karena per-besi yang menusuk. Namun aku menghiraukan rasa sakit itu dan tetap memejamkan mataku.Aku lelah, aku sedih, aku kecewa, dan aku juga marah. Aku tidak pernah meminta a
26. Adu Mulut dengan Ibu (Bagian B)"Bu, dia mengatakan kalau kami hanya berhalusinasi untuk bisa membeli tanah Wak Cokro karena Mas Abi hanya seorang tukang bangjngan, dan yang membuat Ana paling marah adalah dia mengatakan kalau kami ini mandul, Bu! Karena kami belum mempunyai anak hingga saat ini!" kataku sambil menatap ibu dengan pandangan sedih."Lah, kalian juga memang halusinasinya sangat besar. Dari mana kalian bisa membayar Mas Cokro, coba? Seharusnya kalian itu sadar diri, memang benar apa yang dikatakan Mbakmu, Abi itu hanya tukang bangunan dan jangan terlalu banyak berhalusinasi Nanti kalian bisa menjadi gila!" cecar Ibu dengan nada mengejek. "Dan lagi, masalah belum mempunyai anak ya Mbakmu juga betul. Kenapa kalian belum punya anak sampai sekarang? Padahal kalian sudah menikah bertahun-tahun lamanya," kata Ibu sambil mencebikkan bibirnya.Aku langsung tertawa tanpa suara dan menengadahkan kepalaku menatap langit-langit, yang hanya dihiasi oleh seng yang sudah bolong di
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)27. Ibu Minta Bagian (Bagian A)"Bu! Ibu!" Suara seseorang terdengar di luar sana, dan aku sudah bisa menebak siapa yang datang hanya dengan bau bangkai yang tiba-tiba tercium."IBU!""Di sini, Nduk! Masuk saja ke dalam," ujar Ibu dengan sangat lembut.Aku memutar bola mataku dengan malas, apalagi saat melihat Mbak Lisa datang bersama Mas Aji. Wah, mana suamiku tidak ada di rumah lagi, pasti aku diserang dan dikeroyok mereka ini."Bu, Ibu udah ngasih faham sama si Anna belom?" tanya Mbak Lisa dengan nada manja, dia langsung menggelayut di bahu Ibu.Matanya yang dihiasi eyeliner tebal dan juga eyeshadow berwarna biru, melirik aku dengan tatapan tajam. Aku sama sekali tidak menghiraukan keberadaan mereka dan malah menatap ponselku dengan pandangan antusias.Aku menunggu kedatangan Mas Abi dan juga Wak Cokro untuk mengukur tanah ini dan langsung melakukan pembayaran, bagaimanapun juga aku harus menunjukkan pada mereka kalau kami bi