Setelah basa basi dilakukan, orangtua Bayu menyampaikan maksud undangannya.“Setelah mempertimbangkan banyak hal. Kami berkeinginan untuk mempercepat pernikahan menjadi bulan depan.”Seperti ada guntur menggelegar menghantam telinga Fahira. Gadis itu menoleh pada tunangan yang tengah tersenyum lebar.“Apa kamu tidak suka?”Suara datar wanita di depannya mengembalikan kesadaran Fahira. Cepat-cepat ditebarkan senyuman.“Saya senang sekali, Tante, Om.”“Syukurlah. Besok kami akan menemui orangtuamu.”“Iya, Tante.”“Hai, masa masih manggil Tante.”Fahira kembali ternganga melihat perubahan sikap wanita itu. Kali ini begitu hangat dan bersahabat.Lepas perbincangan bersama, mama Bayu mengajaknya bicara empat mata di teras samping kanan rumah. Keduanya duduk berdampingan di bangku kayu ukir, sedang alasnya dari busa super yang dilapisi kain beludru. “Maafkan mama, ya. Selama ini kurang baik sama kamu. Mama sadar kamu itu benar-benar terbaik untuk Bayu.”Wanita anggun itu memeluk calon mena
Keesokan harinya orang tua Bayu menepati janji. Keluarga Fahira menyambut semringah calon besan yang terlihat sangat baik saat ini. Semua bersukacita kecuali dirinya.Mereka duduk di sofa krem keemasan di ruang utama. Berbagai hidangan tersaji di atas meja kaca berbentuk oval.Semua ini murni inisiatif orang tua Bayu. Pria itu sama sekali tidak meminta memajukan tanggal pernikahan. Terlebih di situasi duka Aslena. Tak ada niatan sedikit pun menyakiti mereka yang tengah menderita.Perbincangan dua keluarga mengalir hingga tiga jam lamanya. Segala tetek bengek pernikahan dibahas hingga dipastikan tidak ada yang tertinggal.Fahira mengikuti saja semua yang diinginkan dua keluarga. Apapun itu ia tak peduli. Gairahnya menurun hingga titik terendah. Diskusi ini terasa lambat di sisinya. Remasan di gamisnya sudah menciptakan kerutan-kerutan di sana.Berbanding terbalik dengan Bayu. Hari ini benar-benar indah di sisinya. Apa yang didamba bertahun lamanya akan terwujud nyata. Bersanding dengan
Ia sampai di masjid rumah sakit yang terletak di sisi kiri gedung poliklinik. Bangunan suci yang cukup luas ini kiranya menjadi pilihan jiwa yang sedang merapuh.Diambil wudhu, lalu bersimpuh di dalam ruangan yang tak tampak satu orang pun di sana. Diadukan segala keresahan, sakit hati, kepedihan dan lara yang entah kapan akan sirna.Satu, dua tetes bening jatuh dari netranya. Kaca mata minus itu memburam akibat terkenai air yang tak henti mengalir.Selepas sesak mereda, Reynan mulai memikirkan solusi untuk masalah ini. Tak boleh dibiarkan terus memainkan hati. Terlebih nasib Aslena juga belum jelas ke depannya.Apakah dia harus membawa putrinya ke Singapura? Selain pengobatan lebih mutakhir juga untuk melarikan diri dari permainan hati. Sepertinya itu solusi paling tepat yang harus diambil.Reynan bangkit, hatinya mantap untuk mengurus kepindahan Aslena hari ini juga.Fahira dan Bayu keheranan mendapati Reynan tak kunjung kembali. Sudah satu jam keduanya menunggu.Mereka makin bingun
“Apa? Membatalkan pernikahan? Kamu waras?” bentak Ayah pada Fahira. Lelaki itu melotot mendengar ucapan putrinya malam ini di ruang makan. Gadis itu sudah memikirkan selama satu hari satu malam terkait hal ini. Keputusan Reynan benar-benar membuatnya hampir gila. Ia sadar betapa takut kehilangan keduanya lebih besar daripada berpisah dengan Bayu. “Sadar, Fa. Orangtuanya sudah melamar resmi, uang seserahan telah kami terima!” teriak mama yang merasa putrinya keterlaluan. Wajah itu memerah. Sendok dalam genggaman, dihempaskan kasar. Fahira tak berani menatap wajah kedua orangtuanya. Gadis itu tertunduk dalam, diremas kuat-kuat jari-jari lentik itu. Hati mulai menciut melihat amarah pria dan wanita di depannya. Farhan tak kalah kaget mendengar ucapan kembarannya di meja makan. Tak menyangka dia akan senekat itu. Meski paham alasannya, tetapi tetaplah tak masuk akal memutuskan pernikahan yang tinggal selangkah lagi.“Fa, pikirkan lagi matang-matang. Jangan terbawa perasaan sesaat saja,
“Mama sudah siapkan paket bulan madu paling romantis. Supaya cepet dapet cucu. Hihihi!” canda wanita paruh baya itu melepas pelukan, menjawil hidung bangir putranya. Bayu mencoba tersenyum menanggapi candaan mamanya.“Besok Oma sama Opa mau datang, pengen ketemu sama calon pengantin. Bilang sama Fa, diundang mama ke rumah besok.”Mata dan mulut Bayu terbuka lebar. Jantungnya berdetak kencang mendapat info spektakuler ini. Kebingungan segera saja menerpa diri. Bagaimana mengatakan ini pada Fahira.*Akhirnya seluruh administrasi pemindahan Aslena ke rumah sakit di Singapura selesai. Besok mereka sudah bisa terbang ke sana. Keputusan ini telah disetujui kakek dan nenek dari pihak ibu.Asisten rumah tangga telah selesai pula mempersiapkan semua keperluan yang akan dibawa. Mereka begitu teliti untuk memastikan tak ada yang tertinggal. Reynan keluar dari ruangan Aslena. Dia kembali duduk di ruang tunggu pasien untuk istirahat barang sebentar. Jiwa raganya begitu lelah menghadapi ujian yan
Fahira mendongakkan wajah yang sudah berurai airmata. Digerakan-gerakkan bola mata itu. Tanpa disangka, tiba-tiba dia berlutut. “Fa, apa yang kamu lakukan? Jangan begini, ayo bangun!” Kontan Bayu ikut menjatuhkan diri di hadapan gadis yang sedang mengiba. Fahira bergeming, kedua pasang mata itu bertemu pandang. Ada derita disorot itu, sakit tak terperi menghiasi. Binarnya makin meredup. Bayu mendengkus, bangkit dan mengacak rambutnya kasar. Berjalan mondar mandir di hadapan gadis yang masih berlutut. “Setelah Aslena sembuh, apa kau akan kembali padaku?” Hening ... hanya tetesan airmata terus berjatuhan.“Kalau Aslena memintamu menjadi mamanya, apa kau bisa menolaknya?” cecar Bayu kembali. Fahira tetap bungkam. Tak ada kata yang mampu ia ucapkan untuk menjawab cecaran pertanyaan.“Apa cinta kita sudah tak ada lagi di hatimu? Setakberharga itukah aku di sisimu?”Brak!Berkas-berkas di atas meja kerja berhamburan ke lantai. Tubuh Bayu luruh bersama airmata yang mulai terteteskan.
Satu menit dari tertutupnya pintu pesawat, Fahira tiba di bandara. Ia berlari-lari di sepanjang tempat itu. Seperti orang linglung berputar-putar mencari seseorang. Tak dihiraukan napas yang tersengal-sengal. Matanya menebar pandangan, satu sudut pun tak terlewatkan.Tiba-tiba harapan itu berhamburan saat mendengar deru pesawat yang mungkin ditumpangi Reynan telah lepas landas. Lututnya melemas, tubuh itu terhuyung meluncur bebas menuju lantai.Fahira terduduk lemah di lantai. Beberapa wanita berusaha membantunya. Memapah menuju kursi, menyodorkan sebotol air mineral. Setelah memastikan baik-baik saja, perempuan yang menolongnya pamit melanjutkan perjalanan.Lama Fahira duduk untuk memulihkan kekuatan. Satu tangan sibuk menyeka air mata. Sementara yang satunya mengusap dada. Hati dan pikirannya berantakan. Kini, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Hingga bermenit-menit ia pun terduduk dalam diam. “Kau tak apa?”Tepukan Farhan di pundaknya membuyarkan segala lamunan. Fahira menole
Lepas kejadian itu Fahira demam tinggi, mulutnya terus meracau hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Bayu datang segera setelah mendapat informasi tunangannya drop. Siang malam dia bersikukuh ingin menjaga bersama Farhan.Ditatap gadis yang telah dicintai tujuh tahun lamanya. Ia berjuang empat tahun untuk mendapat restu orang tua. Entah bagaimana jika harus kehilangan, akan lebih sakit dari meregang nyawa.Berawal dari pertemuan saat bertamu ke rumah Farhan. Di detik itu hatinya telah terpanah asmara. Segala alasan dikeluarkan demi bisa kembali ke rumah itu terus dan terus. Keyakinan cinta telah mematahkan arogansi orang tua. Akhirnya mereka mau menerima gadis yang tak sejajar dalam kasta.Kini, apa yang terjadi, saat tinggal selangkah lagi, dia berpaling pada seseorang yang sekilat saja bertemu. Kiranya apa yang paling menyakitkan dari itu?Setelah dua hari dirawat, Fahira diizinkan pulang. Sebelum pergi, Bayu masih mencoba meraih hati gadis yang jelas-jelas telah menyakitinya.“Fa,