“Mama sudah siapkan paket bulan madu paling romantis. Supaya cepet dapet cucu. Hihihi!” canda wanita paruh baya itu melepas pelukan, menjawil hidung bangir putranya. Bayu mencoba tersenyum menanggapi candaan mamanya.“Besok Oma sama Opa mau datang, pengen ketemu sama calon pengantin. Bilang sama Fa, diundang mama ke rumah besok.”Mata dan mulut Bayu terbuka lebar. Jantungnya berdetak kencang mendapat info spektakuler ini. Kebingungan segera saja menerpa diri. Bagaimana mengatakan ini pada Fahira.*Akhirnya seluruh administrasi pemindahan Aslena ke rumah sakit di Singapura selesai. Besok mereka sudah bisa terbang ke sana. Keputusan ini telah disetujui kakek dan nenek dari pihak ibu.Asisten rumah tangga telah selesai pula mempersiapkan semua keperluan yang akan dibawa. Mereka begitu teliti untuk memastikan tak ada yang tertinggal. Reynan keluar dari ruangan Aslena. Dia kembali duduk di ruang tunggu pasien untuk istirahat barang sebentar. Jiwa raganya begitu lelah menghadapi ujian yan
Fahira mendongakkan wajah yang sudah berurai airmata. Digerakan-gerakkan bola mata itu. Tanpa disangka, tiba-tiba dia berlutut. “Fa, apa yang kamu lakukan? Jangan begini, ayo bangun!” Kontan Bayu ikut menjatuhkan diri di hadapan gadis yang sedang mengiba. Fahira bergeming, kedua pasang mata itu bertemu pandang. Ada derita disorot itu, sakit tak terperi menghiasi. Binarnya makin meredup. Bayu mendengkus, bangkit dan mengacak rambutnya kasar. Berjalan mondar mandir di hadapan gadis yang masih berlutut. “Setelah Aslena sembuh, apa kau akan kembali padaku?” Hening ... hanya tetesan airmata terus berjatuhan.“Kalau Aslena memintamu menjadi mamanya, apa kau bisa menolaknya?” cecar Bayu kembali. Fahira tetap bungkam. Tak ada kata yang mampu ia ucapkan untuk menjawab cecaran pertanyaan.“Apa cinta kita sudah tak ada lagi di hatimu? Setakberharga itukah aku di sisimu?”Brak!Berkas-berkas di atas meja kerja berhamburan ke lantai. Tubuh Bayu luruh bersama airmata yang mulai terteteskan.
Satu menit dari tertutupnya pintu pesawat, Fahira tiba di bandara. Ia berlari-lari di sepanjang tempat itu. Seperti orang linglung berputar-putar mencari seseorang. Tak dihiraukan napas yang tersengal-sengal. Matanya menebar pandangan, satu sudut pun tak terlewatkan.Tiba-tiba harapan itu berhamburan saat mendengar deru pesawat yang mungkin ditumpangi Reynan telah lepas landas. Lututnya melemas, tubuh itu terhuyung meluncur bebas menuju lantai.Fahira terduduk lemah di lantai. Beberapa wanita berusaha membantunya. Memapah menuju kursi, menyodorkan sebotol air mineral. Setelah memastikan baik-baik saja, perempuan yang menolongnya pamit melanjutkan perjalanan.Lama Fahira duduk untuk memulihkan kekuatan. Satu tangan sibuk menyeka air mata. Sementara yang satunya mengusap dada. Hati dan pikirannya berantakan. Kini, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Hingga bermenit-menit ia pun terduduk dalam diam. “Kau tak apa?”Tepukan Farhan di pundaknya membuyarkan segala lamunan. Fahira menole
Lepas kejadian itu Fahira demam tinggi, mulutnya terus meracau hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Bayu datang segera setelah mendapat informasi tunangannya drop. Siang malam dia bersikukuh ingin menjaga bersama Farhan.Ditatap gadis yang telah dicintai tujuh tahun lamanya. Ia berjuang empat tahun untuk mendapat restu orang tua. Entah bagaimana jika harus kehilangan, akan lebih sakit dari meregang nyawa.Berawal dari pertemuan saat bertamu ke rumah Farhan. Di detik itu hatinya telah terpanah asmara. Segala alasan dikeluarkan demi bisa kembali ke rumah itu terus dan terus. Keyakinan cinta telah mematahkan arogansi orang tua. Akhirnya mereka mau menerima gadis yang tak sejajar dalam kasta.Kini, apa yang terjadi, saat tinggal selangkah lagi, dia berpaling pada seseorang yang sekilat saja bertemu. Kiranya apa yang paling menyakitkan dari itu?Setelah dua hari dirawat, Fahira diizinkan pulang. Sebelum pergi, Bayu masih mencoba meraih hati gadis yang jelas-jelas telah menyakitinya.“Fa,
Bayu kembali datang ke rumah Fahira untuk memastikan kondisi gadis itu benar-benar pulih. Dia berusaha menampilkan wajah ceria meski hati dipenuhi luka.Ayah senantiasa semringah pada calon menantu kesayangannya. Segala cara ditempuh agar hubungan putrinya dengan pria itu kembali harmoni.“Saya tidak masalah, Om, kalau pernikahan kembali di rencana semula. Tak harus buru-buru jika Fahira memang belum siap.”Fahira menatap bayu lekat, memohon agar pria itu mau melepas seperti yang sering dia katakan. Gadis itu memalingkan pandangan tatkala tak ada tanda-tanda Bayu bersedia mundur.“Tidak usah diundur lagi. Pernikahan akan dilaksanakan sesuai kesepakatan sebelumnya!” tegas Ayah.Meski kesal setengah mati, Fahira tak bisa membantah apapun lagi pada ayahnya. Diremas jari kuat-kuat, dihela napas dalam-dalam agar airmata tidak berjatuhan. Dia sudah bosan menangis, sesering apapun tak akan ada yang berubah.Di tengah kecamuk rasa, mobil sport yang sangat dikenal berhenti di pelataran rumahny
Reynan menyeka airmata yang sudah mencapai dagu. Apapun akan dia lakukan demi keselamatan putrinya, termasuk menjatuhkan harga diri.“Saya mohon, selamatkanlah Aslena. Saya tak bisa hidup Tanpanya!”Luruh sudah hati Bayu, seluruh egonya porak poranda melihat derita yang terpampang di hadapan mata. Jelas bagaimana Reynan mengiba demi sebuah nyawa.“Maaf kalau kami hadir di waktu dan tempat yang salah. Maaf atas perasaan yang tidak seharusnya. Setelah ini saya akan melepas semua dan pergi untuk selamanya!”Ayah tertegun melihat sikap Reynan. Bayangan bahwa pria itu jahat dan penghancur kebahagiaan orang lain seketika lenyap. Kini menelusup kesadaran tentang kebenaran masalah ini.Tak ada yang salah di sini, keadaanlah yang telah membelitnya.Pria yang sedang berlutut itu tak pernah sengaja mengganggu hati putrinya. Begitu pula keterikatan gadis kecil itu pada Fahira. Kesalahannya hanya satu, mereka datang di saat yang tak tepat waktunya. *“Ayah, mohon izinkan aku menyelamatkan Aslena.
Di malam hari, Reynan yang menjaga. Sementara oma harus pulang dulu sebab Ledia melahirkan.Lepas melaksanakan rutinitas, Fahira keluar ruangan. Baru saja duduk di bangku biru, seseorang datang.“Makan dulu!”Sesaat, Fahira terpana melihat pria yang tiba-tiba ada di hadapannya. Dandanannya kini mulai membaik. Rambut dan pakaian tertata rapi. Pendar pesona itu kembali bersinar.“Makasih!”Diambilnya nasi kotak yang disodorkan. Tak lama dilahap makanan yang aromanya menggugah selera.Reynan hapal Fahira lebih suka makanan khas Indonesia. Untuk itulah dia selalu memesan khusus dari restoran yang menjajakan kuliner nusantara.Keduanya makan dalam diam. Meski begitu, desiran di dada makin meriuh saja.“Mau tambah?” tanya Reynan perlahan. Fahira cepat-cepat menggeleng sebelum Reynan memaksanya makan di kotak kedua.“Wanita itu lucu. Selalu takut gemuk!” ucap Reynan dengan nada tak lagi pelan. Sekali lagi muncul debaran kencang di dada Fahira saat tawa renyah terpampang nyata di bibir itu.
Pengorbanan Fahira dan Reynan tak sia-sia. Kelelahan siang dan malam dijawab dengan siumannya Aslena. Gadis mungil itu bangun dari koma tepat dua bulan dari kecelakaan.Reynan dan Fahira tak henti mengucap hamdalah. Airmata sudah tak terhitung jumlah yang berjatuhan. Bahagia meliputi seluruh hidup mereka kini.“Aaa!” titah Fahira pada gadis mungil yang masih menutup mulutnya.Aslena terpaksa membuka mulut untuk menyuap bubur yang sebenarnya tak disukai. Perkembangannya cukup pesat setelah siuman. Putri kecil itu sudah bisa duduk kini. “Udah, Ma, kenyang!” rahim Aslena disuapan ketiga. “Makannya harus banyak supaya cepet sembuh!”rayu Fahira sambil tak henti menyodorkan sendok berisi bubur ke mulut putri kecil itu. Sejak siuman Aslena memanggilnya mama. Meski kaget, gadis itu membiarkan saja demi membahagiakannya.“Benar kata mama, makannya harus banyak!” Reynan yang baru saja masuk tersenyum pada dua orang yang sangat dicintai. Ia duduk di samping kiri Aslena. “Iya, deh, Mama, Pa
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
Reynan mendudukkan Fahira di kursi roda. Lantas menghadapkannya pada cermin. Disisir rambut yang masih basah itu. Sesekali dihidu wanginya.Fahira memakai cream wajah, compact powder serta lip gloss merah muda. Merias diri untuk menyenangkan suami akan mengundang pahala besar pikirnya.Kini fisiknya sudah dimiliki seorang pria. Tak bisa lagi seenaknya sendiri. Apakah mau kusam atau cerah.Dipandangani dari belakang cermin membuatnya grogi. Hampir-hampir bedaknya jatuh.“Cantik,” rayu Reynan pada wanita yang kini wajahnya merona. Rayuan itu sukses menjadikannya merinding. Ah, lelaki ini benar-benar mengancam kestabilan detakan jantung.Setelah Fahira selesai berdandan, Reynan memutarkan kursi roda hingga wajah mereka berhadapan. Lelaki itu berjongkok, disentuh pipi halus itu, lalu jarak pun terhapus.Sekian detik dinikmati kembali sentuhan bibir yang kerap diulang. Sepertinya Fahira mulai terbiasa dengan aktivitas yang membawanya terbang menembus awan.“Aslena pasti sudah merindukan m
“Terima kasih untuk semuanya. Maaf kalau selama ini aku kurang baik pada kalian!”Ayah menghampiri Reynan, memeluk dan menepuk-nepuk punggung.. Baginya nyata sudah ketulusan menantu yang tak dirindukan ini. Hancur seluruh ego yang membentengi dirinya dan pria muda ini.Kini, pandangannya beralih pada gadis mungil yang tengah di peluk omanya. Aslena menggigit jari telunjuk, mata polos itu mengerjap saat menangkap sorot redup kakek tirinya.Ruang hati kakek tiba-tiba dipenuhi rasa bersalah seluruhnya. Ia merutuki kerasnya ego yang menampik keberadaan malaikat kecil yang begitu tulus mencintai putrinya. Bahkan mamapu membawa Fahira pada derajat kesembuhan luar biasa. Tentu saja, Aslena sangat berjasa dalam hal ini.Didekati bocah mungil itu, berjongkok di depannya, mengulurkan tangan untuk meraih. Aslena mundur satu langkah. Ia pikir kakek akan berbuat kasar karena ia telah membuat Mama Fahira tak bisa berjalan.Aslena takut sekali, bahkan ia berniat lari, lalu bersembunyi sampai kakek p
Ketiganya masuk ke kamar utama. Di tempat ini kelak pengantin itu melepas asmara yang menggila. Sementara Aslena akan tidur di kamar sebelahnya. Ia sudah dipahamkan bahwa anak berusia tujuh tahun tak boleh satu kamar dengan orang tua.Gadis kecil itu tergolong mandiri. Baginya tak masalah tidur sendiri. Meski tak paham sempurna mengapa tak boleh bersama mama dan papa tidurnya, ia menurut saja.“Ini kamar Mama dan Papa. Aku tidur di sebelah, Ma!” celoteh Aslena. Sebenarnya Fahira gugup sekarang. Apalagi saat pandangan bertemu dengan tatapan mesra suaminya. Ada hasrat luar biasa di sana. Ia sadar yang lumpuh hanya kaki bagian bawah, selebihnya normal, tentu masih bisa melaksanakan aktivitas ‘ibadah’ suami istri.“Aslena nanti tidurnya setelah solat Isya. Besok’kan harus fit. Mama juga butuh istirahat yang banyak supaya cepat sembuh!” titah Reynan pada putrinya yang manggut-manggut. “Iya, aku mengerti, Pah!” sahut Aslena. Fahira dapat menangkap maksud tersirat ucapan tersebut. Ah, ia
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey