Di malam hari, Reynan yang menjaga. Sementara oma harus pulang dulu sebab Ledia melahirkan.Lepas melaksanakan rutinitas, Fahira keluar ruangan. Baru saja duduk di bangku biru, seseorang datang.“Makan dulu!”Sesaat, Fahira terpana melihat pria yang tiba-tiba ada di hadapannya. Dandanannya kini mulai membaik. Rambut dan pakaian tertata rapi. Pendar pesona itu kembali bersinar.“Makasih!”Diambilnya nasi kotak yang disodorkan. Tak lama dilahap makanan yang aromanya menggugah selera.Reynan hapal Fahira lebih suka makanan khas Indonesia. Untuk itulah dia selalu memesan khusus dari restoran yang menjajakan kuliner nusantara.Keduanya makan dalam diam. Meski begitu, desiran di dada makin meriuh saja.“Mau tambah?” tanya Reynan perlahan. Fahira cepat-cepat menggeleng sebelum Reynan memaksanya makan di kotak kedua.“Wanita itu lucu. Selalu takut gemuk!” ucap Reynan dengan nada tak lagi pelan. Sekali lagi muncul debaran kencang di dada Fahira saat tawa renyah terpampang nyata di bibir itu.
Pengorbanan Fahira dan Reynan tak sia-sia. Kelelahan siang dan malam dijawab dengan siumannya Aslena. Gadis mungil itu bangun dari koma tepat dua bulan dari kecelakaan.Reynan dan Fahira tak henti mengucap hamdalah. Airmata sudah tak terhitung jumlah yang berjatuhan. Bahagia meliputi seluruh hidup mereka kini.“Aaa!” titah Fahira pada gadis mungil yang masih menutup mulutnya.Aslena terpaksa membuka mulut untuk menyuap bubur yang sebenarnya tak disukai. Perkembangannya cukup pesat setelah siuman. Putri kecil itu sudah bisa duduk kini. “Udah, Ma, kenyang!” rahim Aslena disuapan ketiga. “Makannya harus banyak supaya cepet sembuh!”rayu Fahira sambil tak henti menyodorkan sendok berisi bubur ke mulut putri kecil itu. Sejak siuman Aslena memanggilnya mama. Meski kaget, gadis itu membiarkan saja demi membahagiakannya.“Benar kata mama, makannya harus banyak!” Reynan yang baru saja masuk tersenyum pada dua orang yang sangat dicintai. Ia duduk di samping kiri Aslena. “Iya, deh, Mama, Pa
Kalimat perpisahan yang keluar dari bibir Reynan merejam hatinya sendiri. Matanya tak lepas dari kepala yang tertunduk di depannya. Jelas sekali gadis itu tengah tbergetar tubuhnya. Jika boleh, ingin direngkuh agar tak pernah ada kata pisah. “Maaf telah merepotkan, maaf telah mengganggu ketenangan kalian.”Bulir-bulir bening di wajah putih itu makin menambah siksaan di diri Reynan. Untuk terakhir kali keduanya saling pandang. Ada lara di sana, cinta yang tak tersampaikan, harapan yang terus menghilang. “Maaf jika aku tak bisa kembali ....”Kalimat itu serupa batu yang menghantam dada Reynan kini. Meremukkan segala harapan. Kebersamaan mereka harus benar-benar berakhir kala Farhan datang. Lepas Reynan mengucapkan terima kasih kembali, Fahira berpamitan. Fahira memutar badan, melangkah menuju taksi yang siap mengantar ke bandara. Sebelum membuka handle pintu mobil, ia menoleh. Untuk terakhir kali netranya beradu dengan sorot sendu itu. Binarnya meredup, hampir padam. Satu tetes kem
Lepas tiga jam dari kecelakaan, keluarga Fahira datang. Ibunda Fahira langsung pingsan kala mendapat informasi bahwa putrinya termasuk korban yang terluka parah. Detik demi detik menanti kepastian bagai bom yang siap meledak. Ayah sekuat mungkin menahan amarah pada Reynan yang dianggap biang masalah. Tak mungkin putrinya kecelakaan, jika tak ke Singapura merawat Aslena. Setelah menanti sekian lama, korban kecelakaan tiba di bandara. Pihak yang berwenang membawa mereka ke rumah sakit terdekat.Jerit tangis para wanita membahana di rumah sakit. Sedang para lelaki sibuk menenangkan mereka. Reynan mematung di depan ruang penanganan para korban Ia tak diizinkan masuk untuk melihat ke dalam sebab bukan keluarga. Mama meraung melihat putrinya terbaring koma. Dia pun pingsan sebab tak mampu menahan tekanan jiwa. Kini, ayah harus pula menenangkan istrinya. Setelah mengurus istrinya yang pingsan, pria paruh baya itu keluar untuk sekedar menenangkan perasaan. Namun, bukan ketenangan yang di
Setelah sholat hajat dan berdiskusi dengan istri juga Farhan, Wijaya mengambil keputusan. Rencananya hari ini akan bicara dengan Bayu di apartemen yang disewa Farhan.Ia sudah memasrahkan semua ini pada Allah Yang Maha Kuasa. Jika pun Bayu marah dan tak terima, ia siap menghadapinya.Lafaz doa melembutkan hati diuntai tanpa henti. Berharap Allah meluluhkan hati Bayu hingga mampu menerima solusi menyakitkan ini.Detak jantung mulai berlompatan kala lelaki muda yang dinanti telah datang. Mereka duduk berhadapan di sofa berwarna marun. Setelah basa-basi beberapa menit masuklah pada inti pembicaraan.Nanar, Bayu menatap pria yang amat dihormati. Rangkaian kata yang berisi solusi untuk Fahira bagai lontaran batu berapi, menghantam dan membakar hati.“Maafkan Om,” desis Wijaya lirih. Ia tak sanggup beradu tatap dengan lelaki yang sedang berkalung emosi. Diarahkan pandangan pada dinding bercat abu di depannya.Bayu menghela napas panjang. Berharap apa yang menyumbat di tenggorokan menghilang
Vonis dokter itu seperti gelegar guntur menyambar tepat di telinga Bayu juga calon mertuanya. Raut Pak Wijaya tampak menegang, sedang tangannya meremas celana panjang yang dikenakan.“Kalau terus seperti ini, saya memprediksi Nona Wijaya akan-,”“Apa yang harus kami lakukan?”Ayah buru-buru memotong ucapan dokter tersebut. Tangannya diletakkan di atas meja kerja dokter Andre.“Harus ada stimulus yang benar-benar mampu membangkitkan jiwa rapuh itu. Biasanya itu dari orang yang benar-benar berarti di hatinya.”Tangan ayah bergetar hebat mendengar penjelasan lebih lanjut terkait kondisi putrinya. Wajah itu memucat seiring rahang yang beradu kuat.Tiba-tiba melintas wajah laki-laki yang amat dibencinya. Cepat-cepat ditepis dari benaknya. Tak ingin ia memikirkan bahwa Reynan adalah solusi.Kondisi Bayu tak beda jauh dengan calon mertuanya. Ada derakan hebat di rongga dada. Sedih bercampur frustrasi berpadu di hati kini.Seminggu sudah menemani Fahira dan memberi motivasi pada jiwa tertidur
Lepas puas bicara panjang lebar di tempat itu, ia menemui Salim Wijaya, ayah Fahira. Jejak air mata telah diupayakan hilang dari wajahnya.Mereka duduk bersisian di bangku tunggu pengunjung. Tak ada yang berlalu lalang di sini, hingga bebas bicara hal yang bersifat pribadi sekalipun.Ia datang untuk menyampaikan keputusan terberat dalam hidupnya. Meski itu pahit, demi Fahira, Bayu rela melakukannya.“Saya ikhlas, Om. Jika ini demi keselamatan Fahira. Saya mundur,” ucapnya dengan nada dibuat setenang mungkin. Ketenangan itu srjujurnya berbanding terbalik dengan kondisi hati yang kacau balau.Ayah menoleh, matanya yang redup membulat. Digenggam tangan pemuda itu, lalu direngkuh tubuhnya dalam pelukan. Diusap punggung lelaki yang telah berbesar hati merelakan segalanya. Diucapkan beribu maaf dan sesal hingga air mata tak henti bercucuran.Cukup lama keduanya berpelukan. Pakaian Bayu sama basah dengan baju yang dikenakan ayah. Tak bisa dilukiskan perasaan kedua lelaki ini. Mereka sama-sam
Sesuatu di dada Reynan bergelombang. Riak-riaknya makin meluas. Apa yang diinginkan sekarang terpampang di hadapan. Tanpa sanggahan lagi, Reynan meluluskan permintaan.Ayah dan Farhan mengucapkan terima kasih atas kesediaan Reynan mengabulkan permintaan. Menit berikutnya mereka membahas akad nikah.Lepas berdiskusi, diputuskan besok sore akad nikah baru akan dilangsungkan. Reynan meminta tenggat waktu untuk bicara dengan ibu dan menyiapkan mahar pernikahan. Penghulu sendiri akan meminta pada staf KBRI yang ada di Singapura.Lepas kepergian dua pria itu, Reynan langsung menelpon ibunya, mengabarkan berita bahagia ini.Mama mengulang-ulang pertanyaan akan kebenaran informasi ini. Hari ini juga ia akan meminta suami Ledia mengantarnya ke Singapura.Malam harinya, Reynan berbicara pada Aslena. Ia menyampaikan kabar gembira sekaligus duka ini.Hati-hati bicara agar Aslena tak syok atas berita kecelakaan Fahira. Ia memang belum bercerita sebab khawatir akan psikis putrinya. Namun, kali ini h
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
Reynan mendudukkan Fahira di kursi roda. Lantas menghadapkannya pada cermin. Disisir rambut yang masih basah itu. Sesekali dihidu wanginya.Fahira memakai cream wajah, compact powder serta lip gloss merah muda. Merias diri untuk menyenangkan suami akan mengundang pahala besar pikirnya.Kini fisiknya sudah dimiliki seorang pria. Tak bisa lagi seenaknya sendiri. Apakah mau kusam atau cerah.Dipandangani dari belakang cermin membuatnya grogi. Hampir-hampir bedaknya jatuh.“Cantik,” rayu Reynan pada wanita yang kini wajahnya merona. Rayuan itu sukses menjadikannya merinding. Ah, lelaki ini benar-benar mengancam kestabilan detakan jantung.Setelah Fahira selesai berdandan, Reynan memutarkan kursi roda hingga wajah mereka berhadapan. Lelaki itu berjongkok, disentuh pipi halus itu, lalu jarak pun terhapus.Sekian detik dinikmati kembali sentuhan bibir yang kerap diulang. Sepertinya Fahira mulai terbiasa dengan aktivitas yang membawanya terbang menembus awan.“Aslena pasti sudah merindukan m
“Terima kasih untuk semuanya. Maaf kalau selama ini aku kurang baik pada kalian!”Ayah menghampiri Reynan, memeluk dan menepuk-nepuk punggung.. Baginya nyata sudah ketulusan menantu yang tak dirindukan ini. Hancur seluruh ego yang membentengi dirinya dan pria muda ini.Kini, pandangannya beralih pada gadis mungil yang tengah di peluk omanya. Aslena menggigit jari telunjuk, mata polos itu mengerjap saat menangkap sorot redup kakek tirinya.Ruang hati kakek tiba-tiba dipenuhi rasa bersalah seluruhnya. Ia merutuki kerasnya ego yang menampik keberadaan malaikat kecil yang begitu tulus mencintai putrinya. Bahkan mamapu membawa Fahira pada derajat kesembuhan luar biasa. Tentu saja, Aslena sangat berjasa dalam hal ini.Didekati bocah mungil itu, berjongkok di depannya, mengulurkan tangan untuk meraih. Aslena mundur satu langkah. Ia pikir kakek akan berbuat kasar karena ia telah membuat Mama Fahira tak bisa berjalan.Aslena takut sekali, bahkan ia berniat lari, lalu bersembunyi sampai kakek p
Ketiganya masuk ke kamar utama. Di tempat ini kelak pengantin itu melepas asmara yang menggila. Sementara Aslena akan tidur di kamar sebelahnya. Ia sudah dipahamkan bahwa anak berusia tujuh tahun tak boleh satu kamar dengan orang tua.Gadis kecil itu tergolong mandiri. Baginya tak masalah tidur sendiri. Meski tak paham sempurna mengapa tak boleh bersama mama dan papa tidurnya, ia menurut saja.“Ini kamar Mama dan Papa. Aku tidur di sebelah, Ma!” celoteh Aslena. Sebenarnya Fahira gugup sekarang. Apalagi saat pandangan bertemu dengan tatapan mesra suaminya. Ada hasrat luar biasa di sana. Ia sadar yang lumpuh hanya kaki bagian bawah, selebihnya normal, tentu masih bisa melaksanakan aktivitas ‘ibadah’ suami istri.“Aslena nanti tidurnya setelah solat Isya. Besok’kan harus fit. Mama juga butuh istirahat yang banyak supaya cepat sembuh!” titah Reynan pada putrinya yang manggut-manggut. “Iya, aku mengerti, Pah!” sahut Aslena. Fahira dapat menangkap maksud tersirat ucapan tersebut. Ah, ia
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey