Seharian hampir tak ada pembicaraan di antara ketiganya. Meski mulut gatal untuk berkata-kata, mereka saling diam saja. Rumah ini seolah-olah tak berpenghuni. Lepas Isya, Farhan menghampiri gadis yang sedang termenung di taman. Lama keduanya terjeda dalam diam. Hingga salah seorang memecahkan kesunyian.“Aku harus bagaimana?”Fahira bicara hampirbrak tertangkap indera pendengaran. Untunglah Farhan sedang tak melamun jadi konsentrasi pada kata-kata. Jarak di antara mereka pun cukup dekat. Farhan menoleh pada wanita cantik yang sedang memainkan jarinya. Direngkuh tubuh itu ke dalam pelukan.“Harusnya dia tanya baik-baik, bukan marah-marah begitu,” lanjut FahiraTangisan Fahira meledak juga. Didekap erat pamuda yang sewajah dengannya. Belaian lembut Farhan cukup membantunya meredakan emosi yang meluap-luap.“Itu tandanya Bayu sangat mencintai kamu. Dia terlalu takut kehilanganmu,” ungkap Farhan. Kali ini, Fahira membenarkan ucapan itu. Namun, tetap saja kesal pada sikap emosionalnya.
Reynan menelungkupkan wajah di meja kerja. Konsentrasinya dibubarkan oleh bayangan wanita yang telah menjeratnya terlalu dalam. Dibiarkan kertas-kertas berserakan, persis seperti situasi hatinya kini. Didongakkan kepala, dagu tetap di atas meja. Nanar, netra memandang dinding-dinding bercat krem. Tak dapat ia menembus apa yang ada di balik sana. Tembok itu menghalangi. Seperti kisah cintanya kini, tak sampai. Seminggu sudah dia menjalani hari-hari menyakitkan. Hidup dalam jeratan rindu terlarang adalah penyiksaan. Entah, ia pun tak tahu mengapa sesakit ini, terlalu mendalamkah rasa ini? “Fa, aku rindu, sangat rindu ....”Tak tahan, diambil kunci mobil. Lepas menginformasikan pada sekretarisnya, dia meluncur menjemput Aslena.Debaran jantung makin mengencang, dentumannya bagai tabuhan genderang perang. Dikuatkan hati untuk dapat bertemu wanita pujaan. Mungkin, dengan melihatnya meski dari kejauhan akan terbasuh rindu ini. Mobil Reynan memasuki gerbang sekolah yang mulai riuh oleh
Fahira melajukan motor tanpa menoleh lagi. Ia ingin cepat pergi, lari dari rasa yang menyiksa. Tak diarahkan kendaraan menuju rumahnya. Dia hanya ingin sendiri, menyepi. Tak mungkin dalam kondisi begini berhadapan dengan orang tua. Bisa-bisa akan ditanyai macam-macam. Leboh baik cari aman. Fahira menepikan motor di parkiran kafe ’T’Lezato’. Mencari tempat paling pojok hingga tak satupun yang tahu keadaan wajahnya kini. Basah. Untunglah tempat makan ini luas dan tak banyak pengunjung hingga tak perlu was-was akan dilihat banyak orang. Ia bisa meluahkan segala sakit yang terpendam. Dialirkan air mata, tapi diupayakan tangisannya tanpa suara. *Reynan tak kalah sakit, pria jangkung itu tak sanggup menanggapi celotehan putrinya. Konsentrasi terkuras pada wanita yang telah membuatnya hampir gila.Menyaksikan kemesraan pasangan itu menorehkan sakit melebihi tusukan ribuan jarum. Sekeping di rongga dadanya merintih, menahan perih tak terperi ini. Lepas mengantar Aslena ke rumah dan memas
“Kok baru pulang?”Mama langsung saja menyambut Fahira dengan pertanyaan yang sudah ia tebak sebelumnya. “Tadi ada perlu dulu sebentar, Ma. “Lepas mencium tangan Mama, Fa cepat-cepat masuk kamar. Ia tak mau ada interogasi lebih. Tak ingin pikiran bertambah kacau dengan pertanyaan-pertanyaan menyudutkan. “Fa, kamu gak marahan lagi sama Bayu ‘kan?“Tak puas dengan jawaban putrinya, mama mengikuti hingga masuk kamar. Duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan Fahira yang sibuk menyimpan peralatan mengajar. “Gak, Mah. Kita baik-baik aja.”Embusan kelegaan keluar dari mulut wanita berkulit kuning langsat itu. Melihat Fahira meraih handuk, dia memutuskan keluar kamar. Lepas membersihkan diri, kepenatan sedikit terusir dari raga itu. Tetes demi tetes air meresap memberi sensasi kedamaian tersendiri. Diraih ponsel, berharap ada pesan dari Bayu. Sepertinya dia harus kecewa sebab asa itu tak menemukan muaranya. Diletakkan kembali di atas tumpukan dua bantal. “Fa, makan dulu!”Malas seben
Hanya saja, keputusan ini tak bisa diganggu gugat. Pergi dari sini adalah jalan mengakhiri deritanya mencintai milik orang. Selain itu juga untuk melepaskan keterikatan Aslena dari Fahira. Hari ini juga, lepas Isya, Reynan mengajak putrinya berbincang. Setelah berputar ke sana-sini, masuklah pada inti pembahasan. Dengan hati-hati disampaikan rencana kepindahan ini. “Gak mau, aku gak mau pindah sekolah!”Aslena menepis kasar genggaman tangan. Mata mungil itu membulat. Reynan sudah menyangka akan begini reaksinya. Namun, dia tak boleh menyerah sebab rencana ini sudah matang diputuskan. “Sayang, di sana sekolahnya lebih bagus. Nanti Aslena punya banyak teman lagi.”Dengan segala cara, Reynan membujuk putrinya untuk pindah ke Surabaya. Meski belum luluh juga, rayuan tetap terus dilancarkan. “Bu Fa ikut tidak?”Reynan terdiam, lidahnya kelu untuk sekedar menjawab kata tidak. Keadaan ini sama sulitnya saat dulu Aslena menanyakan kapan mama pulang. Kali kesekian, hatinya menangis. Tak te
“Bapak bohong! Papa bilang, Bu Fa akan jadi mamaku!” teriak gadis yang wajahnya masih dipenuhi air mata. Mata Aslena menyalang, ditepis tangan bayu yang hendak menyentuhnya lalu berpaling pada wanita di sebelahnya. “Ibu akan jadi mamaku ‘kan?” tanya Aslena untuk meyakinkan diri. Gadis kecil itu meraih tangan Fahira, menggoyang-goyangkannya. Bola mata itu dipenuhi harapan setinggi angkasa. Mendapati guru itu bungkam, Aslena berlari dengan deraian airmata. Tak dipedulikan panggilan dua guru di belakangnya.Gadis kecil itu berlari membawa luka yang sama saat kehilangan mama. Harapan akan pelukan seorang ibu terhempas begitu jauh. Jiwa rapuhnya tak mampu menerima kenyataan pahit ini. Dia tak mengerti mengapa dunia kejam padanya. Aslena berlari keluar gerbang tanpa menoleh kanan kiri. Mata Bayu dan Fahira berkilat saat melihat sebuah mobil melesat dari sisi kanan. Bayu mengerahkan seluruh tenaga untuk menyambar gadis kecil itu. Namun, takdir lebih berkuasa. Mobil hitam itu tanpa ampu
Ucapan pilu itu merejam hati Fahira. Dibalas tatapan itu untuk memberi kekuatan pada jiwa. “Insya Allah mereka akan selamat. Sekarang makanlah, kalau Anda sakit siapa yang akan mendampingi mereka?” hibur Fahira. Ia kembali membalas tatapan itu lama, mengangguk perlahan untuk meyakinkan.“Temani aku makan.” pinta Reynan. Lelaki itu menggerakkan-gerakkan bola mata, menyampaikan harapan besar pada gadis di depannya. Keduanya makan dalam diam, menikmati kebersamaan untuk saling menguatkan. Sesekali melempar pandangan, kadang melukis senyuman. Perlahan debaran halus itu kembali hadir.Pria itu sangat menikmati makannya kali ini, tersebab ditemani seseorang yang telah mengisi penuh ruang hati. Perbincangan mulai mengalir setelah lama terjeda dalam kesunyian. Aliran hangat mulai menjalar memenuhi ruang-ruang raga. Ada asa tersemat kembali. Jiwa yang merapuh seakan menemukan sandaran. “Terima kasih sudah membersamaiku. Aku lebih tenang sekarang,” ucap Reynan. Fahira melengkungkan dua sud
Reynan masuk ke ruang rawat putrinya. Dibelai rambut legam yang tiga hari ini tak dirawat. Disentuh pipi yang keadaannya makin memucat. Lagi, bulir bening itu jatuh. “Bangun, Sayang. Papa rindu,“ bisik Reynan tepat di telinga Aslena. Rinai bening itu makin deras berjatuhan seiring hati yang terus memerih. Ia menjatuhkan diri di lantai, sesenggukan dengan wajah ditelungkupkan pada sisi ranjang pasein. Bayu memandangi drama pilu itu dari balik kaca. Hati seperti ditusuk ribuan jarum. Sesal itu makin menggila. Dilema pun hadir, dia tahu Aslena sangat membutuhkan Fahira. Namun, untuk melepas itu tak mungkin juga. *Seminggu setelah dirawat, Oma pulih kembali. Meski dibujuk Reynan, wanita itu tetap ngotot ingin menemani cucunya.“Biar saya yang menjaga Aslena. Kesehatan Tante juga penting supaya saat pulih, Aselna bahagia melihat omanya sehat.”Wanita tua itu tersenyum, kata-kata Fahira dengan mudah meluluhkan hatinya. Meski kecewa saat mengetahui gadis itu telah memiliki tunangan, jauh
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
Reynan mendudukkan Fahira di kursi roda. Lantas menghadapkannya pada cermin. Disisir rambut yang masih basah itu. Sesekali dihidu wanginya.Fahira memakai cream wajah, compact powder serta lip gloss merah muda. Merias diri untuk menyenangkan suami akan mengundang pahala besar pikirnya.Kini fisiknya sudah dimiliki seorang pria. Tak bisa lagi seenaknya sendiri. Apakah mau kusam atau cerah.Dipandangani dari belakang cermin membuatnya grogi. Hampir-hampir bedaknya jatuh.“Cantik,” rayu Reynan pada wanita yang kini wajahnya merona. Rayuan itu sukses menjadikannya merinding. Ah, lelaki ini benar-benar mengancam kestabilan detakan jantung.Setelah Fahira selesai berdandan, Reynan memutarkan kursi roda hingga wajah mereka berhadapan. Lelaki itu berjongkok, disentuh pipi halus itu, lalu jarak pun terhapus.Sekian detik dinikmati kembali sentuhan bibir yang kerap diulang. Sepertinya Fahira mulai terbiasa dengan aktivitas yang membawanya terbang menembus awan.“Aslena pasti sudah merindukan m
“Terima kasih untuk semuanya. Maaf kalau selama ini aku kurang baik pada kalian!”Ayah menghampiri Reynan, memeluk dan menepuk-nepuk punggung.. Baginya nyata sudah ketulusan menantu yang tak dirindukan ini. Hancur seluruh ego yang membentengi dirinya dan pria muda ini.Kini, pandangannya beralih pada gadis mungil yang tengah di peluk omanya. Aslena menggigit jari telunjuk, mata polos itu mengerjap saat menangkap sorot redup kakek tirinya.Ruang hati kakek tiba-tiba dipenuhi rasa bersalah seluruhnya. Ia merutuki kerasnya ego yang menampik keberadaan malaikat kecil yang begitu tulus mencintai putrinya. Bahkan mamapu membawa Fahira pada derajat kesembuhan luar biasa. Tentu saja, Aslena sangat berjasa dalam hal ini.Didekati bocah mungil itu, berjongkok di depannya, mengulurkan tangan untuk meraih. Aslena mundur satu langkah. Ia pikir kakek akan berbuat kasar karena ia telah membuat Mama Fahira tak bisa berjalan.Aslena takut sekali, bahkan ia berniat lari, lalu bersembunyi sampai kakek p
Ketiganya masuk ke kamar utama. Di tempat ini kelak pengantin itu melepas asmara yang menggila. Sementara Aslena akan tidur di kamar sebelahnya. Ia sudah dipahamkan bahwa anak berusia tujuh tahun tak boleh satu kamar dengan orang tua.Gadis kecil itu tergolong mandiri. Baginya tak masalah tidur sendiri. Meski tak paham sempurna mengapa tak boleh bersama mama dan papa tidurnya, ia menurut saja.“Ini kamar Mama dan Papa. Aku tidur di sebelah, Ma!” celoteh Aslena. Sebenarnya Fahira gugup sekarang. Apalagi saat pandangan bertemu dengan tatapan mesra suaminya. Ada hasrat luar biasa di sana. Ia sadar yang lumpuh hanya kaki bagian bawah, selebihnya normal, tentu masih bisa melaksanakan aktivitas ‘ibadah’ suami istri.“Aslena nanti tidurnya setelah solat Isya. Besok’kan harus fit. Mama juga butuh istirahat yang banyak supaya cepat sembuh!” titah Reynan pada putrinya yang manggut-manggut. “Iya, aku mengerti, Pah!” sahut Aslena. Fahira dapat menangkap maksud tersirat ucapan tersebut. Ah, ia
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey