Peristiwa Yang kelam
Jakarta 1994
Rani, gadis desa yang mempunyai paras cantik, kulit putih dan rambut bergelombang tersenyum, ketika mengingat kencan pertamanya dengan pujaan hatinya Rama Atmajaya, seorang dokter magang di Rumah Sakit Hospital Healty, salah satu rumah sakit bertaraf internasional di Jakarta. Rama memang menaruh hati pada Rani, gadis cleaning service di rumah sakit yang sama yaitu Hospital Healty. Mereka saling jatuh hati dan akhirnya menjadi sepasang kekasih.
Di suatu malam, terlihat Rani sedang membawa alat kebersihan menuju lantai 10, kamar pasien kelas vvip itu nampak sepi, tiba-tiba Rani mendengar tangisan seorang bayi, padahal menurut penjaga, lantai 10 kosong, tidak ada pasien. Dengan mengumpulkan keberanian, Rani memasuki kamar itu, ia sangat terkejut, karena di dalam kamar tersebut, ada seorang wanita, dan di sebelahnya ada bayi yang menangis di box bayi.
“Hai siapa kamu?” sapa wanita itu, dengan nada bicara lemah.
“Aku Rani, cleaning service di sini,” jawab Rani dengan gugup.
“Maukah kamu menolongku.”
“Menolong apa?”
“Tolong, bawa bayi ini, aku akan menemuimu secepatnya, untuk mengambil kembali anak ini!” pinta wanita berwajah ayu, dengan mata coklat, memohon pada Rani, seraya bangkit dari tidurnya, dan meraih bayinya.
“Tapi kenapa?”
“Ayah bayiku meninggal, belum sempat kami menikah, dan keluargaku berniat membawa bayi ini, ke panti asuhan. Aku takut, setelah di bawa ke panti asuhan, aku tidak akan bisa melihatnya lagi. Percayalah, ketika situasi membaik, aku akan mengambil bayiku lagi,” jelas,wanita itu dengan nada bicara penuh harap, dengan air mata yang menitik di sudut netranya.
“Tapi...,” Rani nampak ragu.
“Percayalah, aku pasti akan menemuimu, ini ada beberapa perhiasan, kalung, gelang dan cincin, juallah untuk biaya perawatan bayi ini, selama kamu merawatnya, aku mohon, tolong aku!” pinta wanita, yang seumuran dengan Rani, air matanya terus berderai membuat Rani merasa iba.
“Baiklah, aku akan menolongmu,” jawab Rani, kemudian meraih bayi perempuan mungil, serta meraih beberapa perhiasan dari wanita yang melahirkan bayi itu.
Dengan gegas, Rani, membawa bayi perempuan itu, keluar dari rumah sakit Hospital Healty. Dan bergegas, menuju stasiun kereta, Rani naik kereta Jakarta – Yogyakarta. Rani membawa bayi itu, ke kampung halamannya, karena ia merasa bayi itu akan aman di sana, sekaligus di sana ibunya akan merawat bayi itu, sampai wanita yang melahirkannya mengambilnya. Tidak mungkin bagi Rani, membawa bayi itu di tempat kostnya, karena pasti akan menimbulkan pertanyaan dari penghuni kost lainnya.
Beberapa jam kemudian, Rani sampai di Yogyakarta, ia menuju rumahnya dengan menaiki taxi. Sesampainya di rumah, ibu Rani terkejut, ketika anak perempuannya membawa seorang bayi perempuan.
“Ran, ini bayi siapa?” tanya sang Ibu/
“Rani, tidak sempat menanyakan siapa namanya ibu bayi ini, tapi ia berjanji akan mengambilnya lagi, aku kasihan dengan wanita itu, keluarganya akan membuang bayi ini,” jelas Rani, sambil menatap bayi kecil yang masih dalam gendongannya.
“Iya sudah, Ibu akan merawat bayi ini, sampai ibunya kembali.”
Setelah, menitipkan bayi mungil itu pada sang ibu, Rani langsung kembali ke Jakarta. Dia harus tetap bekerja dan menunggu wanita itu, mengambil bayinya kembali.
Malam itu, Rani bekerja sift malam, suasana sangat sepi. Dia melangkahkan kaki di ruang kerja direktur utama, karena ada perintah untuk membersihkan ruangan direktur utama. Suasana kantor sudah sangat sepi, jam dinding menunjukan jam 10 malam, Rani memasuki ruangan itu dengan berlahan, alat-alat kebersihan dibawanya, setelah memasuki ruang kantor, tiba-tiba ia terkejut, dua tangan kekar sudah memeluknya dari belakang.
“Siapa kamu, lepaskan,” teriak Rani, dengan beruasha menoleh kebelakang, tapi secepat kilat, telapak tangan itu membekapnya, membuat Rani tidak berdaya.
“Rani, aku mengagumimu sejak lama, ayolah temani aku malam ini,” ucap lagi-laki itu.
“Pak Haris, tolong pak lepaskan aku,” pinta Rani, dengan gagap, wajahnya ketakutan. Melihat Haris ada di hadapannya dan memeluknya dengan erat.
“Ayolah Rani,” Haris terus memaaksa Rani, dengan kasar Haris membuka kancing baju Rani, serta mendorongnya ke sofa. Rani berteriak minta tolong, tapi dengan cepat Haris , menamparnya.
Plak!...”Diam kamu, atau kamu akan aku keluarkan dari rumah sakit ini!” bentak Haris dengan tatapan tajam, dan tangan mencengram leher Rani, dengan tubuh menindihnya. Rani menangis tak berdaya, tubuhnya sudah di kuasai Haris.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, terlihat Rama ada di ambang pintu, menyaksikan kebrutalan Haris.
“Pak Haris, apa yang anda lakukan pada Rani!” bantak Rama geram.
“Kamu tidak usah ikut campur, atau besok pagi kamu pergi dari Hospitay Healty dengan reputasi dokter magang yang tidak bisa menjalankan tugasnya!” ancam Haris, dengan menatap tajam Rama.
Rama terdiam, dia menatap nanar Rani, yang menangis dan merintih minta tolong.
“Cepat pergi dari sini!” perintah Haris.
Rama, tak berdaya dengan ancaman Haris, dia baru saja satu bulan magang di Hospital Healty dan ia memilih karirnya daripada menolong Rani, dengan berat hati, Rama menutup pintu kembali dan pergi, membiarkan Haris, melecehkan kehormatan kekasihnya itu.
Rani, tergugu di sudut ruangan, pakaiannya sudah berantakan, kehormatannya di renggut paksa oleh orang yang bernama Haris Tama, seorang yang menjabat direktur utama di Hospital Haealty.
Dengan terseok, Rani berjalan melewati koridor rumah sakit, hati dan jiwanya hancur. Sebuah kesucian yang di jaga, kini harus di rengut paksa oleh orang yang tidak punya hati seperti Haris.
Setelah kejadian malam itu, Rani memutuskan pergi dari Hospital Healty, rasa sakit di tubuhnya, ditambah rasa sakitnya pada Rama, pemuda yang mengaku mencintainya, tidak mau menolongnya ketika kehormatanya di rengut paksa. Rani pergi dengan membawa luka yang dalam, pada 2 pria yang kini sangat di bencinya.
27 tahun kemudian...
Rama Atmajaya, seorang dokter, sekaligus Direktur Utama Rumah Sakit Hospital Healty, tercengang, ketika melihat foto-foto di layar ponselnya, kebersamaan putri satu-satunya Keysha Rahmania dengan seorang pemuda, yang tidak dikenalnya. Dari foto tersebut nampak kemesraan terpancar pada diri mereka. Dengan segera Rama menelpon, orang kepercayaan untuk menyelidiki pemuda yang bersama Keysha.
“Hallo, aku ada tugas untukmu, aku ingin tahu tentang pria yang dekat dengan putriku, aku akan kirim fotonya!” perintah Rama dengan seseorang di seberang telepon.
“Baik, Pak Rama.”
Rama pun mengirim foto ke orang suruhannya. Kemudian menatap bingkai foto Keysha. Rasa khawatir menyelimuti dirinya, Keysha adalah putri kesayangannya, memilih pasangan hidup harus sesuai kriterianya, bibit, bobot dan bebet harus di pertimbangkan. Beberapa jam kemudian, seseorang datang menemui Rama, yang masih sibuk di kantor Rumah Sakit Hospital Healty.
“Saya sudah mendapat informasi tentang pemuda itu,” ucap laki-laki bertubuh tegap, mengenakan jaket kulit.
“Baguslah, sekarang ceritakan.” Rama, semakin penasaran.
“Namanya Yudistira. Di Jakarta tinggal di tempat Kost. Pekerjaannya accounting freeland, kadang menyanyi di sebuah kafe, lahir di Yogyakarta, dan rumahnya di Yogyakarta, selama ini Yudistira hanya tinggal bersama ibunya. Dan ibunya mengalami depresi berat, akibat kasus pemerkosaan beberapa puluh tahun silam, dan Yusdistira adalah anak yang dilahirkan dari hasil pemerkosaan tersebut,” jelas orang tersebut dengan tegas.
Mendengar penuturan orang kepercayaannya itu, Rama menghela napas kasar, ada gurat kekecewaan menyelimuti wajahnya.
“Baiklah, terima kasih atas infomasinya, kamu boleh pergi!” perintah Rama.
***
Hari beranjak sore, Rama Atmajaya melangkah lebar memasuki rumahnya, wajahnya terlihat gusar dan menahan amarah, membuat Risma istrinya penasaran.
“Ada apa Pah, kenapa mukanya masam seperti itu?”tanya Risma.
“Mana Keysha, aku ingin bicara.” Bukan menjawab pertanyaan istrinya, Rama malah mencari Keysha dengan nada tinggi.
“Keysha belum pulang, katanya ada acara di kampus,” balas Risma sambil duduk di sofa sebelah suaminya yang semakin gelisah, mendapati Keysha belum pulang ke rumah.
“Kamu, seharusnya jadi ibu peka, dengan siapa Keysha berteman apalagi menjalin hubungan yang serius dengan seseorang pria, jangan terlalu sibuk dengan butikmu,” tukas Rama geram.
“Lho Pah, kok jadi nyalain Mamah, memangnya Keysha dekat dengan siapa?”
“Lihat foto-foto ini, terlihat mesra seperti sepasang kekasih.” Rama berucap sambil menunjukkan foto Yudistira dan Keysha di layar ponsel.
“Siapa, pria ini?”
“Dia Yudistira, asal usul tidak jelas, ibunya gila, dan Yudistira anak hasil dari pemerkosaan, tidak diketahui siapa ayahnya. Apa kamu ingin anak kita satu-satunya memiliki suami seperti Yudistira,” timpal Rama dengan geram.
“Astaga Pah, kita harus cegah Keysha berhubungan dengan Yudistira,” balas Risma.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara motor, berhenti di halaman rumah, Risma dan Rama bergegas ke jendela untuk melihat siapa yang datang, dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat Keysha berboncengan motor dengan Yudistira.
Tidak lama kemudian Keysha mengajak Yudistira untuk masuk ke dalam rumahnya, sesampainya di dalam rumah, Keysha melihat Papah dan Mamahnya ada di ruang tamu, dengan wajah menegang.
“Assalamu’alaikum,” salam Keysha
‘Waalaikumsalam,” balas Risma,” duduklah Sha, ajak juga temanmu duduk,” sambung Risma.
“Baik Mah, Keysha ingin memperkenalkan teman spesial Keysha,” ucap keysha pelan, binar bahagia, dan senyum manis terbit di sudut bibirnya.
Sementara Yudistira mempersiapkan diri untuk berkenalan sekaligus melamar Keysha, sebagai tanda keseriusannya.
“Saya Yudistira, akan menikahi Keysha, setelah Keysha menyelesaikan kuliahnya,” ucap Yudistira. Dengan menatap penuh harap pada Rama dan Risma.
“Kamu itu siapa? Lihatlah rumah ini sangat mewah. Dan Keysha sejak kecil terbiasa dengan kemewahan ini, kamu punya apa, pekerjaan tidak jelas, asal usul yang tidak jelas pula, siapa ayahmu?” tanya Rama, dengan tatapan tajam ke arah Yudistira, yang duduk tepat di depannya.
Yudistira menundukkan wajahnya. Hatinya terasa perih, ketika ada seseorang yang bertanya, tentang asal-usul dan seorang ayah, yang tidak pernah ia ketahui, siapa lelaki yang membuatnya hadir di dunia ini dan tanpa bertanggung jawab.
“Jawab Yudistira! Siapa orang tuamu?” Kenapa kamu diam, kamu tidak bisa jawab. Aku tidak sudi, Keysha menikah denganmu Yudistira, kamu anak haram, lahir dari hasil pemerkosaan,” ucap Risma dengan nada tinggi.
“Aku, Rama Atmajaya, tidak mengizinkan, Keysha berhubungan denganmu. Apalagi sampai menikah denganmu!” seru Rama, dengan nada tinggi.
Yudistira hanya menghela napas panjang, dan menghembuskan pelan. Serta berucap. “Om Rama, saya sangat mencintai Keysha. Demikian juga Keysha, saya tidak akan menyerah untuk membuat Keysha bahagia.” Yudistira berkata, sambil beranjak pergi setelah mengucapkan salam.
Keysha sedari tadi terdiam, tampak shock mendengar ucapan Papah dan Mamahnya. Ada bulir bening di sudut netranya, setelah kepergian Yudistira dari rumahnya, ia sangat kecewa dengan perlakuan orang tuanya, terhadap kekasihnya Yudistira.
“Keysha, Papah ingin kamu putus hubungan dengan Yudistira, sekarang juga!” perintah Rama, dengan tatapan tajam ke arah Keysha.
“Tidak, Pah, Keysha tidak akan putus dari Mas Yudis, Papah dan Mamah keterlaluan. Apa salah Mas Yudistira? Dia bukan anak haram, Pah,” ucap Keysha pelan.
“Keysha, kamu keras kepala! Anak yang lahir tanpa adanya pernikahan di sebut apa! Dan ibunya mengalami gangguan jiwa. Pokoknya Mamah tidak mau berbesan dengan orang gila!” seru Risma. Hampir tangannya melayang di pipi Keysha tapi ditahannya.
“Jangan pilih dia, atau hidupmu akan menderita, sampai kapanpun Papah tidak merestui!” bentak Rama, dengan tatapan tajam dan menahan amarah yang teramat sangat, akan keras kepala Keysha.
Yudistira dan Keysha berencana pergi ke Yogyakarta untuk menenangkan diri, setelah secara terang-terangan orang tua Keysha menentang hunbungan mereka, dan sekaligus membuktikan kepada orang tua Keysha, jika Yudistira tidak main-main dengan Keysha. Dan saat ini Yudistira ingin meminta restu pada Ibunya untuk menikahi Keysha.Yudistira dan Keysha sedang berada di Yogyakarta. Keadaan Rani, ibu dari Yudistira, semakin membaik sejak kedatangan Keysha. Siang itu, Keysha menemani Rani untuk makan siang, tiba-tiba ponsel berdering nyaring, segera diraihnya ponsel, dari dalam saku celana jeans jogernya. Nama Papah Rama terlihat di layar ponsel. Keysha pun segera mengangkat telpon.“Hallo, Pah,”“Di mana kamu, Keysha!”“Keysha, ada di Yogyakarta, Pah.””Jadi, kamu sudah berani menginap di rumah pecundang itu!” bentak Rama.“Nggak Pah, Keysha tidur di hotel,” jawab Keysha geram, ketika Papahnya mencurigainya dirinya. ”Keysha tahu Pah, batasannya, Papah dan Mamah tidak usah khawatir
Setelah mengantarkan Keysha ke bandara, Yudistira kembali ke rumah dan memasuki kamar ibunya, ada sejuta pertanyaan apa yang menyebabkan ibunya semarah itu pada Keysha. Padahal beberapa hari sebelumnya ia baik–baik saja, menerima kehadiran Keysha. Punggung Yudistira masih terasa perih, begitu kerasnya gelas itu dilempar oleh Ibu Rani, seakan ia menahan dendam, dan melampiaskannya.Masih dua hari lagi, Yudistira di Yogyakarta. Suasana pagi selalu membuatnya rindu, hawa sejuk, udara segar, kicau burung yang merdu, embun pagi yang menyapa dedaunan, semuanya itu tidak Yudistira dapatkan di Jakarta. Oleh karena itu, jika kembali ke kampung halaman Yudistira enggan sekali kembali ke Jakarta. Tapi karena tututan pekerjaan dan tentunya uang, maka ia tetap harus kembali ke Jakarta, apalagi sekarang ada Keysha, penyemangat hidupnya. ***Sejak kepergian Keysha, keadaan Rani membaik. Setelah nampak ibunya sudah dalam keadaan tenang, Yudistira menghampiri ibunya.“Bu, apa yang terjadi? kenapa ib
Rani berjalan , keluar kamar, dilihatnya Yudistira sedang menyiapkan makan malam.“Beruntung sekali, wanita yang akan menjadi istrimu, kamu mandiri sejak kecil, urusan dapur bukan hal yang asing, kamu terbiasa menyiapkan makananmu sendiri, bankan menyiapkan makanan untuk ibu juga,” ucap Rani, sambil menatap Yudistira yang masih sibuk berkutan dengan ayam, yang baru di gorengnya.“Aku, memasak menu kesukaan ibu, ayam goreng dan sambal trasi, lalapannya mentimun, dan daun kemangi,” ujar Yudistira sambil mengulas senyum, menoleh ke arah ibunya.“Beruntung sekali Keysha akan memiliki dirimu, seberapa besar Keysha mencintaimu, apa dia rela meninggalkan keluarganya demi dirimu?” tanya Rani, memastikan jika Keysha, berkorban apa saja demi Yudistira.“Keysha, sangat mencintaiku, ia rela menentang perjodohan dari orang tuanya dan memilih meninggalkan rumah, demi mempertahankan hubungan kami, aku yang beruntung mendapatkan Keysha,” jelas Yudistira.“Secepatnya nikahilah dia, setelah menikah, b
Satu hari setelah menikah, Yudistira mengajak Keysha, untuk menemui ibunya di Jogya. Dengan menaiki kereta, Yudistira dan Keysha sampai di kota Jogyakarta. Ada rasa rindu mendera di hati Yudistira, satu bulan sudah ia meniggalkan ibunya, dan kini kembali bersama keysha sebagai istrinya. Waktu menunjukan sore hari, ketika mobil taxi yang di tumpangi Yudistira berhenti tepat di depan rumah yang sederhana, terlihat Rani sudah menunggu kedatangan putra dan menantunya.“Assalamualaikum Bu,” sapa Yudistira lalu mencium punggung tangan ibunya, di ikuti Keysha.“Walaikum salam, akhirnya sampai juga kalian, masuklah, akan ibu buatkan minum, pasti kalian capek,” ucap Rani, sambil melangkah ke dalam rumah dan menuju dapur.Tidak lama kemudian, Rani keluar dari dapur dengan membawa dua cangkir teh hangat.“Keysha, minumlah,” titah Rani pada menantunya, sambil mengulum senyum.“Terima kasih Bu...,” jawab singkat Keysha , sambil meraih secangkir teh di atas meja, dengan berlahan menyerutupnya.“Ti
Yudistira tidak bisa berbuat apa pun, dia merasa berdiri di dua persimpangan, di sisi lain, ibunya dan di sisi satunya istrinya. Dengan lembut di usapnya punggung Keysha. “Sabar ya Sha, ibu masih belum sembuh benar, jangan kamu masukkan setiap kata-kata ibu dalam hati,” ujar Yudistira, sembari mengecup kening Keysha, dan mengusap air mata Keysha. Keysha mengulas senyum tipis, rasa tenang ia rasakan begitu mendapat pelukkan dan kecupan dari Yudistira. “Aku, tidak peduli dengan yang lain, aku hanya peduli denganmu. Asalkan kamu selalu di sampingku, dan mendukungku itu sudah cukup bagiku,” balas Keysha pelan, seraya merekatkan pelukannya pada tubuh Yudistira. Ingatan Keysha, kembali di mana tahun ketika dirinya pertama kali bertemu Yudistira. Tahun 2016 di Kota Yogyakarta penuh pesona.Kala itu ia menghabiskan waktu liburan bersama Hanin, sahabat karibnya. Flasback Yogyakarta, tahun 2016 “Sha, ayo dong keluar kamar. Lihat bintang dan bulan bersinar terang, apa kamu mau menyia-ny
Keysha mendesah kesal, dilihatnya Yudistira yang sudah terlelap tidur di sampingnya. Hanya Yudistira yang membuatnya nyaman, di kecupnya kening laki-laki yang amat dicintai, lalu Keysha membaringkan tubuhnya sambil memeluk suaminya. Sinar sang surya masuk kedalam celah-celah korden, terlihat Yudistira sudah rapi, sedangkan Keysha masih terlelap. “Mas... ini jam berapa? Kenapa tidak membangunkan aku, bagaimana jika ibu marah!” seru Keysha, ketika membuka mata dan melihat matahari bersinar terang, di balik jendela. “Tenang, ibu masih tidur,” sahut Yudistira. “Oh syukurlah, aku akan mandi dulu, setelah itu aku akan buatkan sarapan,” ujar Keysha, bergegas bangkit dari tempat tidur. “Aku, sudah siapakan sarapan,” ujar Yudistira sambil tersenyum, menatap Keysha. Keysha menautkan kedua alisnya.” Mas... nanti ibu marah,” ucap Keysha, ada rasa khawatir tergambar di wajahnya. “Cepatlah mandi, aku tunggu di meja makan,“ pinta Yudistira, sambil mengusap lembut pucuk kepala Keysha. Rani,
Yudistira menarik napas pelan, dan menghembuskannya, mencoba bersikap tenang, waktu mendengar hinaan dari papa mertuanya. “Ini mungkin hanya sebuah gubuk, tapi aku pastikan Keysha bahagia tinggal di gubuk ini,” ucap Yudistira. “Iya, Pa, walaupun rumahnya kecil, tapi nyaman kok Pa, Keysha senang tinggal di sini,” sela Keysha, sambil mengamit lengan Yudisita dan tersenyum. “Benar kamu nyaman tinggal di rumah sekecil ini?” tanya Risma, sambil memicingkan matanya dan memandang rumah minimalis dihadapannya. “Iya Ma, yuk kita masuk, kebetulan kami sedang makan malam. Kita makan malam bersama Pa, Ma,” ajak Keysha. “Nggak usah Sha, papa ke sini, hanya ingin mengantarkan surat penerimaan kerja, kamu di undang dan diterima oleh perusahan besar PT. Agratama Corp.” Rama berkata sambil meyerahkan sebuah amplop kepada Keysha. “Terima kasih Pa. Ini yang Keysha harapkan, bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, salah satu perusahahn terbesar di negeri ini,” balas Keysha, meraih amplop
Keysha meninggalkan kantor PT. Agratama Corp, dengan menaiki taxi menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia langsung menuju dapur untuk mempersiapkan makan siang, ia teringat dengan kata-kata Hanin pagi tadi, yang menyuruhnya belajar memasak. Ya memasak adalah hal yang wajib harus di pelajari sebagai seorang istri, karena dengan menyantap masakan isrti, pasti seorang suami akan merasakan kepuasan tersendiri. Beberapa bahan sudah disiapkan dan dengan melihat resep yang tertera di layar ponsel, Keysha mencoba memasak ayam kecap pedas. “Sreng! Pletok!..bunyi minyak ketika sepotong ayam goreng di masukkan ke dalam wajan, membuat Keysha meloncat mundur, tangannya terkena percikan minyak, hingga membuat Keysha berteriak kesakitan, “Aww aduh,” teriak Keysha. Mendengar teriakan istinya, Yudistira yang saat itu sedang sibuk di depan laptop terkejut, dan berhambur menuju dapur. Dengan sigap ia mematikan kompor dengan api besar itu. “Sha, apa tanganmu terluka?” tanya Yudistira cemas, sambi
Satu bulan berlalu, Yudistira dan Dania resmi bercerai. Yudistira resign dari CEO Agratama Corp.Yudistira, mengemasi barang-barangnya dan memasukkanya didalam kardus, meja kerja yang selalu menemaninya selama hampir 5 tahun, ini, kini nampak kosong. Terlihat Ena muncul di balik pintu, ia tersenyum getir ketika menatap Yudistira.“Aku, menyesal, dengan keputusan kalian untuk bercerai. Aku tahu kamu tidak mencintai Dania, walaupun Dania berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Kamu tahu, aku merasa ini tidak adil untuk Dania, salah putriku apa? Hingga ia mengalami luka yang dalam seperti ini,” ucap Ena, ada gurat kesedihan di wajahnya, memikirkan nasib Dania.“Maafkan aku Bu Ena, ini juga diluar kuasaku, aku pun berniat mempertahankan pernikahanku dengan Dania, tapi ia sendiri yang memutuskan bercerai,” balas Yudistira.“Kamu akan menikahi Keysha?” tanya Ena, tatapannya nanar ke arah Yudistira.“Aku dan Keysha, memang tak seharusnya berpisah, yang patut di salahkan atas kekacauan ini
Di malam tanpa bintang, di tempat berbeda, Dania termenung menatap halaman rumahnya dari atas balkon, bayang-bayang peristiwa tadi siang membuatnya berpikir keras untuk membuat keputusan, akhirnya ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. “Hallo, selamat malam, Pak Satria. Tolong siapkan berkas gugatan ceraiku terhadap Yudistira.” Tak biasanya pagi ini, sinar mentari seakan enggan bersinar. Awan hitam mengantung di langit, mewakili tiga hati yang sedang galau, terbelenggu dalam sebuah cinta segi tiga yang begitu rumit. Dania berjalan pelan, menuruni anak tangga, setelah di beritahu Bi Marni, jika Pak Satria sudah menunggu di ruang tamu. Kedua matanya yang sembab hanya di sapu dengan bedak tipis, supaya menyamarkan, jika dia semalaman habis menangis. “Pagi, Pak Satria,” sapa Dania begitu melihat tamunya sudah duduk di sofa tamu. “Pagi, Bu Dania,” jawab Pak Satria, pengacara keluarga Ena. “Bagaimana Pak, apa berkas gugatan perceraian sudah disiapkan.” “Sudah Bu, ini beberapa b
Keesokan harinya, Dania pergi menemui Tiara di sekolahnya. Dania ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, yang membuat Tiara di marahi oleh Keysha. Langkahnya terhenti di pintu masuk kelas Tiara. Bu lastri menghentikan Dania. “Maaf Bu Dania, Bunda Tiara yaitu Ibu Keysha, melarang Bu Dania menemui Tiara,” ucap Bu Lastri. “Iya, saya tahu, saya ke sini ingin meminta maaf pada Tiara, sebentar saja,” pinta Dania, netranya berkaca-kaca membuat Bu Lastri tidak tega. Akhirnya dengan berat hati Bu Lastri menginizikan Dania menemui Tiara. Lalu Dania mengajak Tiara ke taman sekolah, mereka duduk di bangku taman. “Bu Nia, Bunda melarang Tiara berteman dengan Ibu. Tiara tidak tahu kenapa Bunda marah pada Bu Nia,” ucap polos gadis yang belum genap berusia 5 tahun itu. “Nggak apa-apa, Bunda marah, karena Bunda takut kehilangan Tiara. Bunda sangat sayang pada Tiara. Bu Nia, ke sini ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, jangan hiraukan pertengkaran kami kemarin, karena orang dewasa kadang jug
Dret...dret...bunyi getar ponsel milik Keysha. Sejenak mata Keysha beralih dari laptop dan menatap ponselnya, kiriman chat dari nomor tidak di kenal, lalu di bukanya isi chat tersebut. Deg.. Jantungnya terasa berhenti berdetak, ketika melihat gambar seorang wanita, yang sangat di kenalnya nampak akrab dengan Tiara. “Dania,” desah kesal Keysha, seraya bangkit dari kursi kerjanya, lalu meraih tas kecilnya dan melangkah lebar keluar butik, wajahnya nampak tegang menahan marah. Dalam dada bergemuruh rasa kecewa pada Yudistira karena merasa di khianati. “Kamu bohong Mas, Kamu tidak menepati janjimu, kenapa sekarang Tiara ada di rumahmu,” gerutu Keysha, sambil menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan ibukota yang semakin siang semakin panas. Seperti hati Keysha saat ini, panas terbakar melihat keakraban Tiara dan Dania. Beberapa menit kemudian mobil Keysha memasuki halaman rumah milik Dania,. Mata Keysha menyapu ke sekeliling rumah, dan terlihat Dania dan Tiara sedang bers
Yudistira kaget mendengar tuduhan yang di layangkan Keysha pada dirinya, ia merasa tidak pernah sedikitpun mempengaruhi Tiara untuk tinggal bersamanya. Yudistira mendesah pelan, Lalu menatap datar Keysha yang masih menunggu jawabannya.“Sha, aku tidak pernah mempengaruhi, Tiara untuk tinggal bersamaku. Aku juga memikirkan perasaan Dania, aku tidak mungkin, mengajak Tiara tinggal bersamaku, tanpa seizin Dania,” jelas Yudistira, sambil memegang bahu Keysha.Keysha menepis tangan Yudistira yang memegang bahunya, lalu ia bangkit berdiri, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dengar, ya Mas! aku tidak akan mengizinkan Tiara tinggal bersamamu, walaupun Dania mengizinkannya. Aku tidak mau berbagi kasih sayang Tiara dengan Dania. Tiara anakku. Istrimu tidak boleh sedikitpun menyayangi Tiara,” ucap Keysha dengan bibir bergetar menahan tangis.Yudistira, bangkit dari tempat duduknya, refleks ditariknya tubuh Keysha ke dalam pelukannya. ”Sha, aku berjanji, semua akan terjadi sesuai keing
Dania melangkah mendekat ke arah Tiara, ia sedikit berjongkok dan berucap, ”Siapa namamu gadis cantik?”“Tiara,” jawab Tiara dengan bersemangat dan tersenyum kecil.“Nama yang bagus,” ucap Dania, sambil mengusap pipi Tiara dengan lembut.Setelah perkenalan usai. Dania berpamitan, dan akan kembali esok pagi sesuai jadwal yang telah di tetapkan. Dengan fokus menyetir mobilnya Dania tersenyum puas, rencana hari ini sesuai dengan kemauannya. Mobil melaju cepat ke arah klinik, sesampainya di sana ia membuat proposal kerja untuk Tk. Pelita Hati. Konsentrasinya buyar ketika Ena, mengetuk pintu ruang dan masuk ke dalam.“Mama,” sapa Dania pada Ena.“Dania, mama mau bertanya, apa kamu ada masalah dengan Yudistira, Mama kepikiran dengan kata-kata Rendi. Dan Mama lihat semalam Yudistira pergi dengan membawa travel bag, ada apa sayang?” tanya Ena yang nampak cemas.Dania menarik napas panjang, kemudian di lepas pelan, sebenarnya ia berat membagi masalah ini, tapi karena Mamanya bertanya, akhirny
Yudistira terdiam, ia terkejut. Kenapa Dania harus tahu, sebelum ia bercerita tentang semua yang terjadi. Kini tenggorokannya terasa tercekat, Yudistira tidak tahu harus mulai darimana, dilihatnya Dania menangis, ia berjalan menuju ranjang, kemudian menghempaskan tubuhnya di tepi ranjang, kedua telapak tangannya terus mengusap air mata yang menganak sungai.“Jawab Mas! Kamu berhubungan lagi dengan Keysha. Dan siapa anak yang bersama kalian?” tanya Dania dengan menatap tajam Yudistira dan suara yang tinggi.Berlahan Yudistira berjalan mendekati Dania, kemudian duduk di sebelah Dania, dan mengenggam tangan Dania, dengan kasar Dania mengibaskan tangan Yudistira.“Aku, bertemu Keysha, waktu di Karimun Jawa. Dan aku baru tahu, jika kepergian Keysha beberapa tahun yang lalu, ternyata dia hamil. Keysha mengira anak yang di kandungnya adalah anak Rendi, makanya Ia memilih pergi. Lalu waktu aku sampai di Karimun Jawa, aku mendonorkan darahku pada anak kecil, dan ternyata anak kecil itu adalah
Setelah melihat Keysha, turun dari mobil Yudistira, Dania nampak geram sekaligus sedih, tapi juga penasaran dengan anak kecil yang bersama Keysha dan Yudistira. Ia pun berniat untuk membuntuti mereka bertiga. “Pak, tunggu saya di sini,” pinta Dania pada sopir taxi. “Baik Bu,” jawab Sopir taxi singkat. Dania turun dari taxi. Hatinya terasa di tusuk ribuan pisau, kebohongan Yudistira yang membuat sakit, beribu pertanyaan tersimpan di dalam dada. Dari jauh Dania melihat kebersamaan, Yudistira dengan mantan istrinya. Dalam hati, Dania mempertanyakan, siapa gadis kecil yang bersama mereka? Yudistira dan Keysha seperti keluarga yang lengkap, tangan mereka menggandeng gadis kecil. Titik embun menggenang di sudut netra Dania, ia berjalan mengikuti Yudistira dan Keysha, yang tengah tertawa bahagia bersama gadis kecil itu. Hingga Dania merasa tidak kuat, melihat pemandangan yang begitu sempurna, oleh karena itu, Dania memutuskan untuk pulang. Dengan menaiki taxi yang menunggunya di tempat p
Malam semakin larut, Dania semakin gelisah memikirkan Yudistira, perkataan Nana terus terngiang di telinganya. Benarkah suaminya pergi ke arena bermain, dan hanya melihat sekumpulan anak-anak bermain. Dania menyibukkan dirinya menyiapkan makan malam untuk Yudistira, walau hati gundah, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Pukul 10 malam, mobil Yudistira memasuki garasi mobil, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah. Di lihatnya Dania duduk di kursi ruang makan, Dania menatap kosong, menu yang ada di depan meja makan, semua makanan itu disiapkan Dania untuk suaminya. Yudistira merasa bersalah, di dekatinya Dania. “Dania, maaf aku terlambat pulang,” ucap Yudistira, membuat Dania terjingkat karena kaget. “Mas.. baru pulang, kemana saja pulang selarut ini?” tanya Dania pelan sambil mengamati suaminya, yang berdiri di samping kursi, kemeja warna biru muda, dengan lengan dilinting sampai siku dan jam tangan warna hitam, persis yang dikatakan Nana barusan. “Aku,