Rani berjalan , keluar kamar, dilihatnya Yudistira sedang menyiapkan makan malam.
“Beruntung sekali, wanita yang akan menjadi istrimu, kamu mandiri sejak kecil, urusan dapur bukan hal yang asing, kamu terbiasa menyiapkan makananmu sendiri, bankan menyiapkan makanan untuk ibu juga,” ucap Rani, sambil menatap Yudistira yang masih sibuk berkutan dengan ayam, yang baru di gorengnya.
“Aku, memasak menu kesukaan ibu, ayam goreng dan sambal trasi, lalapannya mentimun, dan daun kemangi,” ujar Yudistira sambil mengulas senyum, menoleh ke arah ibunya.
“Beruntung sekali Keysha akan memiliki dirimu, seberapa besar Keysha mencintaimu, apa dia rela meninggalkan keluarganya demi dirimu?” tanya Rani, memastikan jika Keysha, berkorban apa saja demi Yudistira.
“Keysha, sangat mencintaiku, ia rela menentang perjodohan dari orang tuanya dan memilih meninggalkan rumah, demi mempertahankan hubungan kami, aku yang beruntung mendapatkan Keysha,” jelas Yudistira.
“Secepatnya nikahilah dia, setelah menikah, bawalah berkunjung ke sini, ibu merestui kalian,” balas Rani sambil menerbitkan senyum tipis di sudut bibirnya.
Mendengar penuturan ibunya, Yudistira berhambur memeluk ibunya, rasa bahagia menyelimuti dirinya.Setidaknya ibunya memberi restu, walaupun kedua orang tua Keysha , menentang pernikahan dirinya dan Keysha.
“Restu dari ibu, sudah cukup bagiku untuk melanjutkan hubunganku dengan Keysha, kejenjang pernikahan,” balas Yudistira.
Waktu terus bergulir, beberapa minggu setelah Yudistira mendapatkan restu dari ibunya, Yudistira dan Keysha secepatnya mempersiapkan pernikahan. Tidak ada undang bertuliskan tinta emas, ataupun mewahnya sebuah pelaminan, yang ada hanya kesederhanaan. Keysha yang sudah meninggalkan rumah Rama Atmajaya, memilih tinggal sementara di rumah Hanin sahabatnya.
Keysha sejak pagi telah mempersiapkan dirinya, berhias ala kadarnya dan memakai gaun putih sederhana serta rambut yang di sanggul dengan hiasan bunga melati putih sebagai pelengkap.
Gadis cantik, berambut lurus dengan bawah ikal, kulit putih dan hidung mancung serta alis tebal dan bulu mata letik,Keysha menatap dirinya di cermin, jika pernikahan di restui kedua orang tuanya tentulah akan sangat meriah, dengan tamu undangan yang akan hadir memberi restu padanya.
“Jangan bersedih Keysha, dengan berjalannya waktu, Tante yakin kedua orang tuamu akan merestui kalian berdua,” ucap Tante Nia, Ibu dari Hanin.
“Terima kasih Tante Nia,” jawab Keysha, sambil mengusap bulir yang ada di sudut netranya.
“Apalagi, jika kalian segera memberi seorang cucu, pasti mereka akan bahagia,” ucapan Tante Nia membuat Keysha tersipu malu.
“Ihh Mamah ngomongin cucu, bikin saja belum,” celotehan Hanin membuat pipi Keysha merona menahan malu.
“Sebentar lagi juga bikin, iya kan Sha,” Seru Nia tak mau kalah dengan putrinya.
Tin..tin..
Pembicaraan mereka terhenti, ketika suara klakson mobil berbunyi.
“Sha, pangeranmu sudah datang,” ucap Hanin setelah melihat ke jendela luar.
“Oke, terimakasih semuanya, aku tunggu Tante dan kamu Han di KUA!” pinta Keysha.
“Iya sebentar lagi aku menyusul, setelah aku memeriksa persiapan di Kafe Alamanda,” jawab Hanin.
Keysha beranjak keluar rumah, dilihatnya pemuda tampan , dengan tubuh tegap, dan garis wajah tegas tapi memiliki netra teduh,Yudistira dengan mengenakan stelan jas warna hitam sudah berada di depan mobil putih yang ia sewa hari ini, khusus untuk pernikahan, tidak ada sopir yang menyetir, juga tidak ada hiasan bunga di mobil, semuanya nampak biasa saja.
“Maaf ya Sha, aku hanya bisa membawamu dengan mobil seadanya.” ucap Yudistira.
“Aku kira Mas Yudis akan naik motor Ninja, kan lebih keren, sepasang calon pengantin naik motor ninja ke kantor KUA. Pasti bakalan viral,” canda Keysha, seraya melempar senyum ke arah kekasih hatinya.
Merekapun tertawa sambil masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang menuju KUA.
Sementara itu di kediaman Rama Atmajaya. Nampak sepi, Rama masih duduk di kursi ruang tengah hatinya gelisah, hari ini sengaja ia izin tidak datang ke Rumah Sakit, ia tidak bisa menangani pasien dalam keadaan hati yang gelisah, apalagi hari ini pernikahan Keysha, dalam hati kecilnya Rama ingin menjadi wali nikah putri satu-satunya.
“Pah, aku tidak tega membiarkan Keysha menikah tanpa di dampingi orang tuanya, dia itu putri kita satu-satunya,” ucap Risma nampak ada kesedihan di raut wajahnya.
“Baiklah setelah aku pikirkan, lebih baik kita mengalah demi putri kita, tapi suatu saat aku berharap Keysha menyadari kesalahannya dan akan bercerai,” ucap Rama dengan senyum sinisnya.
“Pah, kok gitu sih ngomongnya, itu berarti Papah belum iklas Kyesha menikah dengan Yudistira,” balas Risma.
“Aku sebenarnya ingin Keysha menikah dengan Dokter Andra, latar belakang keluarga sederajat dengan kita. Keysha, mempunyai masa depan yang cerah, semua yang kita miliki hanya untuk Keysha, sedangkan Yudistira dia punya apa, pekerjaannya juga hanya accounting freeland jauh di bawah Keysha,” tukas Rama geram.
“Iya pah, aku merasa Yudistira itu, mau memanfaatkan Keysha,” timpal Risma.
“Sudah, kita bersiap-siap sebentar lagi kita akan ke pernikahan Keysha, aku tidak mau terlambat,” Seru Rama, sambil bergegas menuju kamar yang diikuti oleh Risma.
Tidak lama kemudian mereka telah siap dengan mengenakan baju sarimbitan batik, mereka menuju ke pernikahan.
Di tempat lain di kantor KUA, Keysha dan Yudistira nampak sudah siap duduk di depan penghulu, Hanin, Nia dan beberapa teman dari Kafe Alamanda juga hadir mereka duduk di deretan kursi yang telah disediakan.
Jam dinding menunjukan pukul 10 pagi, sesuai jadwal bahwa akad nikah akan dilaksanakan.
“Mas Yudistira, siapa wali nikahnya, kita akan segera mulai akad nikah?” tanya pegawai KUA.
“Kita tunggu sebentar lagi, Pak Rama, belum datang,” jawab Yudistira dengan raut muka tegang.
“Baiklah kita tunggu 15 menit lagi ya,” balas pegawai KUA.
Bukan hanya Yudistira dan Keysha yang nampak gelisah, semua yang hadir juga nampak gelisah, sesekali mata mereka menatap pintu masuk berharap orang tua Keysha hadir dan Rama menjadi wali nikah.
Lima belas menit berlalu, Rama dan Risma tak kunjung datang, hingga petugas KUA memberi keputusan.
“Karena, wali nikah belum juga hadir, maka akan digantikan oleh wali hakim.”
Keysha tertunduk, sudut netranya mulai mengembun, perasaan sedih menyelimuti hatinya.
“Baiklah Pak, kita mulai proses akad nikah dengan di wakili wali hakim sebagai walinya,”jawab Yudistira.
Semuanya pun bersiap-siap, ketika wali hakim akan berucap tiba-tiba suara dari depan pintu, mengangetkan semuanya.
“Tunggu, aku yang akan jadi wali nikah ,” seru Rama.
Rama dan Risma segera memasuki ruangan. Binar bahagia nampak di wajah Keysha, dengan segera Keysha beranjak bangkit dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Rama dan Risma.
“Terima kasih Pah,” ucap Keysha sambil memeluk Papahnya itu, hingga bulir bening menetes di matanya.
“Sudah, Sha, riasan wajahmu rusak, kalau menangis,” ucap Risma sambil mengusap air mata putrinya dengan tissu.
Keysha mengurai pelukannya, kini senyumnya mengembang. Ia kembali duduk di kursi, demikian juga Rama duduk di kursi yang telah disediakan tepat di depan Yudistira.
Kemudian prosesi akad nikah dilaksanakan dengan penuh hikmat. Dan berakhir dengan kata “Sah” dari para saksi.
Keysha dan Yudistira saling menatap. Diciumnya punggung tangan Yudistira dengan takjub, kemudian Yudistira mencium kening Keysha, wanita yang sekarang sah menjadi istrinya.
“Oke, semuanya sekarang akan ada syukuran kecil untuk menyambut pasangan baru yaitu Keysha dan Yudistira yang akan diadakan saat ini juga di Kafe Alamanda, “ ucap Hanin.
Setelah yang hadir memberi ucapan selamat, mereka menuju Kafe Alamanda. Sementara itu, Rama dan Risma menatap Putri dan menantunya.
“Pah, terima kasih,” ucap Keysha.
Rama hanya tersenyum dan berucap,”Semoga Yudistira bisa membuatmu bahagia.”
“Yudistira janji Pah, akan membuat Keysha bahagia,” ucap Yudistira.
“Pah, mah yuk kita ke Kafe Alamanda,” ajak Keysha.
“Iya, sayang kami akan datang, kalian pergi dulu,” jawab Risma.
Setelah Keysha dan Yudistira berpamitan, kedua pengantin baru itu pun pergi meninggalkan Rama dan Risma.
“Pah, aku tidak menyangka pernikahan putri kita satu-satunya terlihat begitu menyedihkan, memakai mobil sewaan yang sederhana tanpa hiasan bunga,” Risma nampak kecewa. Gurat kesedihan terpancar jelas di netranya.
“Itu pilihan Keysha.” Rama pun nampak kecewa.
Lalu keduanya menuju mobil, dan melajukan mobilnya menuju Kafe Alamanda. Beberapa menit kemudian tibalah Rama dan Risma di sebuah kafe yang tidak terlalu besar. Di sana nampak sudah ada beberapa tamu yang hadir untuk memberi ucapan selamat pada pasangan pengantin.
Keysha dan Yudistira begitu bahagia, mereka menyambut para sahabat yang hadir. Sebuah lagu dinyanyikan oleh group band di panggung life musik.
“Ya ampun Pah, sangat sederhana acara pernikahan Keysha, seharusnya di saat pernikahan Keysha, kita mengundang tamu–tamu dari kalangan atas, klien dan pelanggan butik, pejabat dan semua dokter Hospital Healty dan acara diadakan di ballroom hotel mewah, dengan pelaminan yang megah dan mengundang artis untuk menghibur tamu,” ucap Risma., membayangkan pernikahan mewah Keysha, tapi kenyataannya jauh dari bayangan Risma.
“Aku tidak bisa, menghabiskan waktu bersama mereka, kita pulang saja,” ajak Rama pada Risma.
Saat mereka akan berbalik arah, tiba-tiba suara Yudistira terdengar memangil.
“Pah, Mah, kalian tidak bertemu Keysha dulu, Keysha akan sedih jika tidak melihat kalian ,” ucap Yudistira.
“Yudistira, jangan kamu mengira, aku hadir dalam pernikahanmu ini, kami merestui kalian,” ucap Rama.
Satu hari setelah menikah, Yudistira mengajak Keysha, untuk menemui ibunya di Jogya. Dengan menaiki kereta, Yudistira dan Keysha sampai di kota Jogyakarta. Ada rasa rindu mendera di hati Yudistira, satu bulan sudah ia meniggalkan ibunya, dan kini kembali bersama keysha sebagai istrinya. Waktu menunjukan sore hari, ketika mobil taxi yang di tumpangi Yudistira berhenti tepat di depan rumah yang sederhana, terlihat Rani sudah menunggu kedatangan putra dan menantunya.“Assalamualaikum Bu,” sapa Yudistira lalu mencium punggung tangan ibunya, di ikuti Keysha.“Walaikum salam, akhirnya sampai juga kalian, masuklah, akan ibu buatkan minum, pasti kalian capek,” ucap Rani, sambil melangkah ke dalam rumah dan menuju dapur.Tidak lama kemudian, Rani keluar dari dapur dengan membawa dua cangkir teh hangat.“Keysha, minumlah,” titah Rani pada menantunya, sambil mengulum senyum.“Terima kasih Bu...,” jawab singkat Keysha , sambil meraih secangkir teh di atas meja, dengan berlahan menyerutupnya.“Ti
Yudistira tidak bisa berbuat apa pun, dia merasa berdiri di dua persimpangan, di sisi lain, ibunya dan di sisi satunya istrinya. Dengan lembut di usapnya punggung Keysha. “Sabar ya Sha, ibu masih belum sembuh benar, jangan kamu masukkan setiap kata-kata ibu dalam hati,” ujar Yudistira, sembari mengecup kening Keysha, dan mengusap air mata Keysha. Keysha mengulas senyum tipis, rasa tenang ia rasakan begitu mendapat pelukkan dan kecupan dari Yudistira. “Aku, tidak peduli dengan yang lain, aku hanya peduli denganmu. Asalkan kamu selalu di sampingku, dan mendukungku itu sudah cukup bagiku,” balas Keysha pelan, seraya merekatkan pelukannya pada tubuh Yudistira. Ingatan Keysha, kembali di mana tahun ketika dirinya pertama kali bertemu Yudistira. Tahun 2016 di Kota Yogyakarta penuh pesona.Kala itu ia menghabiskan waktu liburan bersama Hanin, sahabat karibnya. Flasback Yogyakarta, tahun 2016 “Sha, ayo dong keluar kamar. Lihat bintang dan bulan bersinar terang, apa kamu mau menyia-ny
Keysha mendesah kesal, dilihatnya Yudistira yang sudah terlelap tidur di sampingnya. Hanya Yudistira yang membuatnya nyaman, di kecupnya kening laki-laki yang amat dicintai, lalu Keysha membaringkan tubuhnya sambil memeluk suaminya. Sinar sang surya masuk kedalam celah-celah korden, terlihat Yudistira sudah rapi, sedangkan Keysha masih terlelap. “Mas... ini jam berapa? Kenapa tidak membangunkan aku, bagaimana jika ibu marah!” seru Keysha, ketika membuka mata dan melihat matahari bersinar terang, di balik jendela. “Tenang, ibu masih tidur,” sahut Yudistira. “Oh syukurlah, aku akan mandi dulu, setelah itu aku akan buatkan sarapan,” ujar Keysha, bergegas bangkit dari tempat tidur. “Aku, sudah siapakan sarapan,” ujar Yudistira sambil tersenyum, menatap Keysha. Keysha menautkan kedua alisnya.” Mas... nanti ibu marah,” ucap Keysha, ada rasa khawatir tergambar di wajahnya. “Cepatlah mandi, aku tunggu di meja makan,“ pinta Yudistira, sambil mengusap lembut pucuk kepala Keysha. Rani,
Yudistira menarik napas pelan, dan menghembuskannya, mencoba bersikap tenang, waktu mendengar hinaan dari papa mertuanya. “Ini mungkin hanya sebuah gubuk, tapi aku pastikan Keysha bahagia tinggal di gubuk ini,” ucap Yudistira. “Iya, Pa, walaupun rumahnya kecil, tapi nyaman kok Pa, Keysha senang tinggal di sini,” sela Keysha, sambil mengamit lengan Yudisita dan tersenyum. “Benar kamu nyaman tinggal di rumah sekecil ini?” tanya Risma, sambil memicingkan matanya dan memandang rumah minimalis dihadapannya. “Iya Ma, yuk kita masuk, kebetulan kami sedang makan malam. Kita makan malam bersama Pa, Ma,” ajak Keysha. “Nggak usah Sha, papa ke sini, hanya ingin mengantarkan surat penerimaan kerja, kamu di undang dan diterima oleh perusahan besar PT. Agratama Corp.” Rama berkata sambil meyerahkan sebuah amplop kepada Keysha. “Terima kasih Pa. Ini yang Keysha harapkan, bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, salah satu perusahahn terbesar di negeri ini,” balas Keysha, meraih amplop
Keysha meninggalkan kantor PT. Agratama Corp, dengan menaiki taxi menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia langsung menuju dapur untuk mempersiapkan makan siang, ia teringat dengan kata-kata Hanin pagi tadi, yang menyuruhnya belajar memasak. Ya memasak adalah hal yang wajib harus di pelajari sebagai seorang istri, karena dengan menyantap masakan isrti, pasti seorang suami akan merasakan kepuasan tersendiri. Beberapa bahan sudah disiapkan dan dengan melihat resep yang tertera di layar ponsel, Keysha mencoba memasak ayam kecap pedas. “Sreng! Pletok!..bunyi minyak ketika sepotong ayam goreng di masukkan ke dalam wajan, membuat Keysha meloncat mundur, tangannya terkena percikan minyak, hingga membuat Keysha berteriak kesakitan, “Aww aduh,” teriak Keysha. Mendengar teriakan istinya, Yudistira yang saat itu sedang sibuk di depan laptop terkejut, dan berhambur menuju dapur. Dengan sigap ia mematikan kompor dengan api besar itu. “Sha, apa tanganmu terluka?” tanya Yudistira cemas, sambi
Hampir satu bulan, keysha menjadi seorang istri, sungguh, membuatnya extra berfikir keras, apalagi ketika Yudistira menyuruhnya memasang sprei, keringatnya sampai mengalir dari kepala sampai leher, tak dapat juga sprei terpasang, selama hidupnya baru kali ini Keysha memasang sprei, baginya lebih baik disuruh menghitung angka–angka akuntansi daripada disuruh memasang sprei. Mungkin tidak ada masalah jika Yudistira mempunyai asisten rumah tangga. Tapi seorang wanita sudah kodratnya mengurus rumah tangga jadi Keysha akan terus berusaha menjadi istri yang baik. Setelah sprei terpasang, Keysha dan Yudistira menuju meja makan, omlet dan segelas susu sudah ada dihadapannya dan semuanya Yuditisra yang mempersiapkannya. “Sha, hari kita belanja keperluan dapur, kulkasnya masih kosong, sekalian nanti kita mampir ke pasar untuk beli buah dan sayur mayur,” ucap Yudistira. “Beli sayur mayurnya sekalian saja di supermarket.” “Sha, kalau di pasar itu lebih murah dan lebih seger.” “Oh begitu
Keysha masih berdiri di pinggir jalan dekat kantor, beberapa kali ia mencari taxi, tapi tidak di dapat, lewat aplikasipun sulit karena di jam pulang kerja. Solusi satu-satunya menelfon Yudistira, walaupun sebenarnya rumahnya cukup jauh dari kantor, tapi itu jalan satu-satunya untuk dapat pulang. “Halo, Mas Yudis, jemput aku ya.” “Oke .” Sekitar 40 puluh menit kemudian, Yudistira sudah ada dihadapan Keysha dengan motor ninjanya, dan dengan mesra memakaikan helm di kepala Keysha. Kemudian Keysha naik ke motor, dan memeluk erat pinggang Yudistira, yang segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. “Sha, kita sekalian cari makan, kamu mau makan apa?” “Nasi goreng deh.” “Oke, Nyoyah Yudistira.” Yudistira lebih cepat melajukan motornya, beberapa menit kemudin ia berhenti di pinggir jalan, di depan gerobak penjual nasi goreng. “Maaf ya Sha, aku belum terima honor dari klienku, jadi kita makan di sini, lain kali, makan nasi gorengnya di kafe,” ucap Yudistra dengan tatapan mel
Sementara itu di Rumah Sakit Hospital Healty, Rama dengan serius memeriksa pasiennya, Dokter ahli jantung itu begitu profesional dalam menjalankan tugasnya. “Pagi Pak Rama, Bapak memanggil saya,” tanya Andra. “Dra, kamu bisa ‘kan nanti malam datang ke rumah saya.” “Bisa Pak Rama, nanti malam saya akan datang, kalau boleh tahu ada acara apa.” “Bukan acara spesial, cuma makan malam biasa, aku ingin tahu lebih banyak tentang management Rumah Sakit, kita bisa sharing tentang pekerjaan, kamu tahu ‘kan, selain Dokter aku juga dipercaya menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit.” “Oke, Pak Rama .” **** Setelah percakapannya dengan Andra selesai, Rama meraih ponselnya, dan menelfon Keysha. “Assalamu’alaikum, Papah,” Sapa Keysha pelan “Waalaikumsalam, sayang. Bagaimana kabarmu?” tanya Rama. “Baik, Papah sehat ‘kan?” “Seharusnya pertanyaan itu buat kamu, aku dengar dari Mamah beberapa waktu yang lalu, kamu jajan sembarangan, ingat Sha, kesehatan itu bermula dari yang kita makan.” “Iya
Satu bulan berlalu, Yudistira dan Dania resmi bercerai. Yudistira resign dari CEO Agratama Corp.Yudistira, mengemasi barang-barangnya dan memasukkanya didalam kardus, meja kerja yang selalu menemaninya selama hampir 5 tahun, ini, kini nampak kosong. Terlihat Ena muncul di balik pintu, ia tersenyum getir ketika menatap Yudistira.“Aku, menyesal, dengan keputusan kalian untuk bercerai. Aku tahu kamu tidak mencintai Dania, walaupun Dania berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Kamu tahu, aku merasa ini tidak adil untuk Dania, salah putriku apa? Hingga ia mengalami luka yang dalam seperti ini,” ucap Ena, ada gurat kesedihan di wajahnya, memikirkan nasib Dania.“Maafkan aku Bu Ena, ini juga diluar kuasaku, aku pun berniat mempertahankan pernikahanku dengan Dania, tapi ia sendiri yang memutuskan bercerai,” balas Yudistira.“Kamu akan menikahi Keysha?” tanya Ena, tatapannya nanar ke arah Yudistira.“Aku dan Keysha, memang tak seharusnya berpisah, yang patut di salahkan atas kekacauan ini
Di malam tanpa bintang, di tempat berbeda, Dania termenung menatap halaman rumahnya dari atas balkon, bayang-bayang peristiwa tadi siang membuatnya berpikir keras untuk membuat keputusan, akhirnya ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. “Hallo, selamat malam, Pak Satria. Tolong siapkan berkas gugatan ceraiku terhadap Yudistira.” Tak biasanya pagi ini, sinar mentari seakan enggan bersinar. Awan hitam mengantung di langit, mewakili tiga hati yang sedang galau, terbelenggu dalam sebuah cinta segi tiga yang begitu rumit. Dania berjalan pelan, menuruni anak tangga, setelah di beritahu Bi Marni, jika Pak Satria sudah menunggu di ruang tamu. Kedua matanya yang sembab hanya di sapu dengan bedak tipis, supaya menyamarkan, jika dia semalaman habis menangis. “Pagi, Pak Satria,” sapa Dania begitu melihat tamunya sudah duduk di sofa tamu. “Pagi, Bu Dania,” jawab Pak Satria, pengacara keluarga Ena. “Bagaimana Pak, apa berkas gugatan perceraian sudah disiapkan.” “Sudah Bu, ini beberapa b
Keesokan harinya, Dania pergi menemui Tiara di sekolahnya. Dania ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, yang membuat Tiara di marahi oleh Keysha. Langkahnya terhenti di pintu masuk kelas Tiara. Bu lastri menghentikan Dania. “Maaf Bu Dania, Bunda Tiara yaitu Ibu Keysha, melarang Bu Dania menemui Tiara,” ucap Bu Lastri. “Iya, saya tahu, saya ke sini ingin meminta maaf pada Tiara, sebentar saja,” pinta Dania, netranya berkaca-kaca membuat Bu Lastri tidak tega. Akhirnya dengan berat hati Bu Lastri menginizikan Dania menemui Tiara. Lalu Dania mengajak Tiara ke taman sekolah, mereka duduk di bangku taman. “Bu Nia, Bunda melarang Tiara berteman dengan Ibu. Tiara tidak tahu kenapa Bunda marah pada Bu Nia,” ucap polos gadis yang belum genap berusia 5 tahun itu. “Nggak apa-apa, Bunda marah, karena Bunda takut kehilangan Tiara. Bunda sangat sayang pada Tiara. Bu Nia, ke sini ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, jangan hiraukan pertengkaran kami kemarin, karena orang dewasa kadang jug
Dret...dret...bunyi getar ponsel milik Keysha. Sejenak mata Keysha beralih dari laptop dan menatap ponselnya, kiriman chat dari nomor tidak di kenal, lalu di bukanya isi chat tersebut. Deg.. Jantungnya terasa berhenti berdetak, ketika melihat gambar seorang wanita, yang sangat di kenalnya nampak akrab dengan Tiara. “Dania,” desah kesal Keysha, seraya bangkit dari kursi kerjanya, lalu meraih tas kecilnya dan melangkah lebar keluar butik, wajahnya nampak tegang menahan marah. Dalam dada bergemuruh rasa kecewa pada Yudistira karena merasa di khianati. “Kamu bohong Mas, Kamu tidak menepati janjimu, kenapa sekarang Tiara ada di rumahmu,” gerutu Keysha, sambil menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan ibukota yang semakin siang semakin panas. Seperti hati Keysha saat ini, panas terbakar melihat keakraban Tiara dan Dania. Beberapa menit kemudian mobil Keysha memasuki halaman rumah milik Dania,. Mata Keysha menyapu ke sekeliling rumah, dan terlihat Dania dan Tiara sedang bers
Yudistira kaget mendengar tuduhan yang di layangkan Keysha pada dirinya, ia merasa tidak pernah sedikitpun mempengaruhi Tiara untuk tinggal bersamanya. Yudistira mendesah pelan, Lalu menatap datar Keysha yang masih menunggu jawabannya.“Sha, aku tidak pernah mempengaruhi, Tiara untuk tinggal bersamaku. Aku juga memikirkan perasaan Dania, aku tidak mungkin, mengajak Tiara tinggal bersamaku, tanpa seizin Dania,” jelas Yudistira, sambil memegang bahu Keysha.Keysha menepis tangan Yudistira yang memegang bahunya, lalu ia bangkit berdiri, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dengar, ya Mas! aku tidak akan mengizinkan Tiara tinggal bersamamu, walaupun Dania mengizinkannya. Aku tidak mau berbagi kasih sayang Tiara dengan Dania. Tiara anakku. Istrimu tidak boleh sedikitpun menyayangi Tiara,” ucap Keysha dengan bibir bergetar menahan tangis.Yudistira, bangkit dari tempat duduknya, refleks ditariknya tubuh Keysha ke dalam pelukannya. ”Sha, aku berjanji, semua akan terjadi sesuai keing
Dania melangkah mendekat ke arah Tiara, ia sedikit berjongkok dan berucap, ”Siapa namamu gadis cantik?”“Tiara,” jawab Tiara dengan bersemangat dan tersenyum kecil.“Nama yang bagus,” ucap Dania, sambil mengusap pipi Tiara dengan lembut.Setelah perkenalan usai. Dania berpamitan, dan akan kembali esok pagi sesuai jadwal yang telah di tetapkan. Dengan fokus menyetir mobilnya Dania tersenyum puas, rencana hari ini sesuai dengan kemauannya. Mobil melaju cepat ke arah klinik, sesampainya di sana ia membuat proposal kerja untuk Tk. Pelita Hati. Konsentrasinya buyar ketika Ena, mengetuk pintu ruang dan masuk ke dalam.“Mama,” sapa Dania pada Ena.“Dania, mama mau bertanya, apa kamu ada masalah dengan Yudistira, Mama kepikiran dengan kata-kata Rendi. Dan Mama lihat semalam Yudistira pergi dengan membawa travel bag, ada apa sayang?” tanya Ena yang nampak cemas.Dania menarik napas panjang, kemudian di lepas pelan, sebenarnya ia berat membagi masalah ini, tapi karena Mamanya bertanya, akhirny
Yudistira terdiam, ia terkejut. Kenapa Dania harus tahu, sebelum ia bercerita tentang semua yang terjadi. Kini tenggorokannya terasa tercekat, Yudistira tidak tahu harus mulai darimana, dilihatnya Dania menangis, ia berjalan menuju ranjang, kemudian menghempaskan tubuhnya di tepi ranjang, kedua telapak tangannya terus mengusap air mata yang menganak sungai.“Jawab Mas! Kamu berhubungan lagi dengan Keysha. Dan siapa anak yang bersama kalian?” tanya Dania dengan menatap tajam Yudistira dan suara yang tinggi.Berlahan Yudistira berjalan mendekati Dania, kemudian duduk di sebelah Dania, dan mengenggam tangan Dania, dengan kasar Dania mengibaskan tangan Yudistira.“Aku, bertemu Keysha, waktu di Karimun Jawa. Dan aku baru tahu, jika kepergian Keysha beberapa tahun yang lalu, ternyata dia hamil. Keysha mengira anak yang di kandungnya adalah anak Rendi, makanya Ia memilih pergi. Lalu waktu aku sampai di Karimun Jawa, aku mendonorkan darahku pada anak kecil, dan ternyata anak kecil itu adalah
Setelah melihat Keysha, turun dari mobil Yudistira, Dania nampak geram sekaligus sedih, tapi juga penasaran dengan anak kecil yang bersama Keysha dan Yudistira. Ia pun berniat untuk membuntuti mereka bertiga. “Pak, tunggu saya di sini,” pinta Dania pada sopir taxi. “Baik Bu,” jawab Sopir taxi singkat. Dania turun dari taxi. Hatinya terasa di tusuk ribuan pisau, kebohongan Yudistira yang membuat sakit, beribu pertanyaan tersimpan di dalam dada. Dari jauh Dania melihat kebersamaan, Yudistira dengan mantan istrinya. Dalam hati, Dania mempertanyakan, siapa gadis kecil yang bersama mereka? Yudistira dan Keysha seperti keluarga yang lengkap, tangan mereka menggandeng gadis kecil. Titik embun menggenang di sudut netra Dania, ia berjalan mengikuti Yudistira dan Keysha, yang tengah tertawa bahagia bersama gadis kecil itu. Hingga Dania merasa tidak kuat, melihat pemandangan yang begitu sempurna, oleh karena itu, Dania memutuskan untuk pulang. Dengan menaiki taxi yang menunggunya di tempat p
Malam semakin larut, Dania semakin gelisah memikirkan Yudistira, perkataan Nana terus terngiang di telinganya. Benarkah suaminya pergi ke arena bermain, dan hanya melihat sekumpulan anak-anak bermain. Dania menyibukkan dirinya menyiapkan makan malam untuk Yudistira, walau hati gundah, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Pukul 10 malam, mobil Yudistira memasuki garasi mobil, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah. Di lihatnya Dania duduk di kursi ruang makan, Dania menatap kosong, menu yang ada di depan meja makan, semua makanan itu disiapkan Dania untuk suaminya. Yudistira merasa bersalah, di dekatinya Dania. “Dania, maaf aku terlambat pulang,” ucap Yudistira, membuat Dania terjingkat karena kaget. “Mas.. baru pulang, kemana saja pulang selarut ini?” tanya Dania pelan sambil mengamati suaminya, yang berdiri di samping kursi, kemeja warna biru muda, dengan lengan dilinting sampai siku dan jam tangan warna hitam, persis yang dikatakan Nana barusan. “Aku,