Satu hari setelah menikah, Yudistira mengajak Keysha, untuk menemui ibunya di Jogya. Dengan menaiki kereta, Yudistira dan Keysha sampai di kota Jogyakarta. Ada rasa rindu mendera di hati Yudistira, satu bulan sudah ia meniggalkan ibunya, dan kini kembali bersama keysha sebagai istrinya. Waktu menunjukan sore hari, ketika mobil taxi yang di tumpangi Yudistira berhenti tepat di depan rumah yang sederhana, terlihat Rani sudah menunggu kedatangan putra dan menantunya.
“Assalamualaikum Bu,” sapa Yudistira lalu mencium punggung tangan ibunya, di ikuti Keysha.
“Walaikum salam, akhirnya sampai juga kalian, masuklah, akan ibu buatkan minum, pasti kalian capek,” ucap Rani, sambil melangkah ke dalam rumah dan menuju dapur.
Tidak lama kemudian, Rani keluar dari dapur dengan membawa dua cangkir teh hangat.
“Keysha, minumlah,” titah Rani pada menantunya, sambil mengulum senyum.
“Terima kasih Bu...,” jawab singkat Keysha , sambil meraih secangkir teh di atas meja, dengan berlahan menyerutupnya.
“Tinggalah , beberapa hari, di sini,” ujar Rani.
“Mungkin kami , hanya 3 hari, Yudistira masih banyak pekerjaan, Keysha juga ada tawaran pekerjaan,” sela Yudistira.
“Iya, ibu tahu, kalian pasti sibuk di Jakarta, apalagi Keysha pasti dia langsung ingin bekerja,” timpal Rani.
“Iya Bu, tapi Keysha berjanji akan bisa membagi waktu, untuk Mas Yudistira, iya ‘kan Mas,”sahut Keysha sambil menoleh ke arah Yudistira yang duduk di sebelahnya.
“Iya sayang, lakukan apa yang membuatmu bahagia,” balas Yudistira, sseraya meraih tangan Keysha.
“Tersenyumlah Keysha, karena ini adalah awal dari kehancuranmu, biar ayahmu melihat, kamu terpuruk tak berdaya,” batin Rani, tatapannya mengarah pada Keysha yang sedang bercengkrama dengan Yudistira.
***
Keysha menghela nafas berat, ia menuju kamar mandi, yang letaknya tidak jauh dari dapur, di lihatnya Ibu mertuanya sedang sibuk untuk memasak di dapur, lalu Keysha menghampiri dan menyapa ibu mertuanya itu.
“Bu, Keysha bantu ya, Ibu mau bikin apa?” tawar Keysha, walau sebenarnya, Keysha sendiri merasa canggung jika di dapur, tapi ia berusaha untuk menyembunyikannya, supaya terlihat seperti istri pada umumnya yang begitu lihai memasak di dapur.
“Ibu, mau bikin menu makan malam untuk kita, coba kamu lihat dan keluarkan ada apa saja di kulkas!”perintah Rani pada menantunya.
Keysha beranjak menuju kulkas, dibukanya kulkas berukuran kecil yang sudah usang, lalu di ambilnya daging ayam, sayur mayur, ada kol, brokoli, dan sawi, serta telur yang tinggal 2 butir.
“Hanya ada ini,” ucap Keysha sambil menaruh bahan masakan di meja dapur.
“Kita bikin capjay saja, kamu siapkan bumbunya, biar Ibu yang motong sayur!” perintah Rani.
“Maaf Bu, Keysha pernah makan capjay tapi belum pernah masak capjay,” Jawab Keysha pelan, Keysha merasa malu jangankan masak, bumbu dapur saja ia tidak tahu.
“Terus, kamu bisa masak apa?” tanya Rani sedikit ketus.
“Maaf Bu, Keysha tidak bisa masak apapun.”
Rani mendesah kesal kemudian berucap dengan nada tinggi. ”Sudah sana, nggak usah masuk dapur.”
Ucapan Rani terdengar sampai di teras , dan membuat Yudistira terkejut, segera ia melangkah masuk ke dalam rumah dilihatnya Ibu dan istrinya sedang di dapur.
Rani menatap tajam Keysha yang berdiri dihadapannya dengan wajah tertunduk. Yudistira mendekati dua wanita yang ia cintai.
“Ada apa Bu?” tanya Yudis lembut.
“Istrimu tidak bisa masak apapun,” jawab Rani ketus.
“Keysha baru belajar, bukan tidak bisa tapi belum bisa,” bela Yudistira, dengan nada pelan.
“Dania lebih baik, dari pada Keysha,” ucap Rani Ketus, netranya menatap tajam Keysha.
Sementara itu Keysha yang mendengar ucapan Ibu mertunya, dadanya terasa terhimpit, susah untuk bernafas kenapa ibu mertuanya harus membandingkan dirinya dengan wanita lain. Keysha hanya terdiam, ia tahu, Rani, ibu mertuanya tidak dalam kondisi seratus persen sehat, tapi tetap saja ucapannya bikin sesak dadanya.
“Sha, kamu bersih-bersih dulu!” pinta Yudistira, tanpa menjawab Keysha pergi ke kamar mandi.
Lalu Yudistira memegang tangan Ibunya dan menuntunnya duduk di kursi.
“Ibu, sekarang duduk, biar Yudis yang masak buat Ibu, jarang-jarang kan Yudis masak buat Ibu,” ucap Yudistira lembut dan tatapannya teduh, membuat Rani merasa tenang, Rani mengangguk dan mengulas senyum di bibirnya.
Beberapa menit kemudian semangkok capjay dan sepiring ayam goreng sudah tersaji di meja makan.
“Nah, makan malam sudah siap, Yudistira sudah terbiasa masak, karena Yudistira sejak kecil sering masak sendiri, tapi beda dengan Keysha, sejak kecil sudah dilayani oleh asisten rumah tangga, jadi Keysha nggak terbiasa di dapur.” Yudistira berusaha menjelaskan pada Ibunya.
Untuk sesaat Rani hanya terdiam, lalu ia berucap,” Yudis, kita undang Dania dan Warni untuk makan bersama.”
“Iya Bu, kalau begitu aku pesan makanan tambahan ya, lewat aplikasi.”
Rani mengangguk tanda setuju, bibirnya tersenyum tipis. Kemudian Yudistira meraih ponsel di saku celana dan memesan beberapa menu lewat aplikasi. Kemudian ia melangkah masuk kamar, dilihatnya Keysha sedang terduduk di tepi ranjang, dengan menatap wajahnya di cermin yang menyatu dengan almari.
“Sha, maafkan kata–kata Ibu, kamu tahu kan, Ibu dalam keadaan belum sehat,” ucap Yudis seraya duduk di samping Keysha.
“Siapa, sih sebenarnya Dania,” tanya Keysha, sambil menoleh ke arah Yudistira.
Yudistira menghela nafas berat dan kemudian berucap,” Dania itu putri Budhe Warni.”
“Aku tahu kalau itu, maksudku, kenapa Ibu, begitu sayang padanya,” timpal Keysha.
“Sayang karena terbiasa, kami sudah mengenal Dania sejak kecil, rumahnya kan sebelah kiri rumah ini, hanya di batasi pagar, Aku dan Dania teman kecil, kami sering bermain bersama, dia gadis kecil yang baik, di saat teman-temanku menghinaku, karena sakit yang Ibu derita, Dania selalu menghiburku dan mendukungku, apalagi kami satu kelas sejak SD sampai SMA, dan semenjak nenek meninggal dan aku merantau ke Jakarta untuk bekerja dan kuliah, Budhe warni dan Dania yang bergantian menjaga ibu. Dan saat bertemu lagi beberapa bulan yang lalu, Dania sudah semester 6 jurusan psikologi, oleh karena itu, aku percayakan pengobatan Ibu kepadanya dan kamu lihat ‘kan hasilnya, Ibu semakin membaik, dan bahkan sembuh dari depresinya,” Jelas Yudistira, sambil merengkuh kepala Keysha dan di sandarkan di dadanya.
Cerita masa lalu Yudistira dan Dania sebenarnya membuat Keysha cemburu, tapi ia mencoba untuk menyembunyikan kecemburuannya.
“Yuk, kita makan, aku sudah lapar,” ucap Keysha sambil memegangi perutnya.
“Oh Iya, Ibu mengundang Budhe Warni dan Dania untuk makan bersama, aku juga baru pesan beberapa menu tambahan untuk makan malam, kita tunggu mereka ya!” pinta Yudistira .
Keysha mengangguk, kemudian Yudistira mengecup kening Keysha seraya berucap, ” Terima kasih Sha.”
Satu jam kemudian, kurir pengantar makanan datang, Keysha membantu Yudistira menata makanan di meja makan, sementara Rani sudah duduk di kursi.
“Yudis, cepatlah panggil Dania dan Warni ke sini!” titah Rani.
“Iya Bu, Yudis segera jemput mereka,” balas Yudistira lalu dilangkahkan kakinya menuju rumah Dania.
Tidak lama kemudian, Yudistira, Budhe Warni dan Dania datang. Mereka pun langsung menuju meja makan, bergabung dengan Rani dan Keysha yang telah menunggunya.
“Dania , sini duduk dekatku!” pinta Rani.
“Iya Tante,” jawab Dania, dengan nada bicara lembut dan sopan.
“Dania, jangan panggil Tante tapi Ibu. Kamu sudah kuanggap sebagai anakku,” Rani merajuk dengan tatapan penuh harap ke arah Dania. Nampak wajah Dania gugup, ia merasa tidak enak pada Keysha. Tapi demi menyenangkan hati Rani, Dania pun menurutinya.
“Baik Ibu,” jawab Dania.
Mereka pun menyuap makanan yang ada dihadapan masing-masing, sesekali berbincang-bincang dan mengenang masa lalu, begitu nampak akrab dan senyum mengembang di wajah Rani, Warni, dan Yudistira serta Dania. Sementara Keysha lebih banyak diam, melihat pemandangan yang menyayat hati, karena ibu mertuanya lebih sayang wanita lain dari pada menantunya sendiri.
Hari beranjak malam, makam malam telah usai.
“Keysha, kamu nggak bisa memasak, tapi cuci piring bisa ‘kan? jika kamu bilang tidak bisa, lebih baik jangan jadi istrinya Yudis,” ucapan Rani membuat semuanya terkejut, terlebih Keysha, hatinya terasa teriris sembilu.
“Keysha bisa Bu,” jawab Keysha sambil tangannya meraih piring-piring kotor yang ada di meja makan dan membawanya ke wastafel tempat cuci piring. Ini adalah pertama kalinya Keysha, mencuci piring. Dengan terpaksa Keysha meraih piring-piring kotor dan berjalan ke arah wastafel.
“Ran, Aku dan Dania pulang dulu, terima kasih atas makan malamnya,” ucap Warni.
“Eeh Budhe, bolehkah saya bicara sebentar dengan Dania.” Yudistira memohon izin pada Budhe Warni.
“Boleh dong Yudis, nggak usah minta izin segala,” jawab Warni, seraya tersenyum kemudian beranjak meninggalkan Yudistira, Dania dan Rani.
“Ibu, istirahat dulu ya ke kamar,” pinta Yudistira sambil menuntun sang Ibu ke kamar tidurnya. Tak lama kemudian Yudis keluar kamar dan menutup pintu kamar.
“Nia, kita bicara di teras saja, lebih nyaman,” ajak Yudistira. Dania hanya mengangguk, kemudian mereka berjalan beriringan menuju teras.
Sementara itu Keysha yang sedari tadi diam-diam memperhatikan suaminya dengan Dania, api cemburu mulai membakar hatinya, dengan perasaan kesal, ia mencuci piring hingga salah satu piring pecah dan pecahan kaca mengenai jari tangan Keysha, ia meringis menahan sakit jarinya yang tergores pecahan piring.
Sementara itu di teras rumah, Yudistira dan Dania duduk di kursi
“Dania, dua hari lagi, aku sudah pulang ke Jakarta, aku ingin kamu tetap terus mencari keterangan apapun itu tentang masa lalu Ibuku!” pinta Yudistira.“Iya Mas, aku akan berusaha untuk mencari tahu tentang masa lalu, Tante Rani, Mas Yudis ingin tahu, siapa ayah biologis Mas Yudis kan?”
“Iya Nia, walaupun sebenarnya aku enggan mengetahui orang bejat itu, tapi aku harus tahu,siapa ayahku.”
“Dania akan berusaha, dan jika nanti aku mengetahui sesuatu, aku akan kabari Mas Yudis.”
“Terima kasih ya Nia. Kamu teman terbaikku,” ucap Yudistira.
Dania menahan rasa, ia menangis dalam diam, perasaan cinta kandas sebelum ia ungkapkan. Kini Dania mulai belajar menerima, jika lelaki yang dikagumi sejak kecil, kini mencintai bahkan menikahi wanita lain.
“Dania pulang dulu ya,” pamit Dania lalu melangkah pelan, meninggalkan rumah Yudistira.
Setelah itu Yudistira masuk ke dalam rumah, dilihatnya Keysha masih sibuk mencuci piring, Yudistira mendekati Keysha.
“Sha, belum selesai, sini aku bantu,” ucap Yudistira sembari melinting kemejanya, sampai siku.
Keysha meringis menahah sakit di jari tangannya, darah masih keluar, melihat itu, Yudistira cemas, lalu diraihnya tangan Keysha.
“Sha, kamu kena pecahan piring, sini aku obati.” Yudistira membersihkan luka dengan air mengalir, kemudian menyuruh Keysha duduk, dan tak lama kemudian Yudistira mengambil kotak P3K, dan luka jari Keysha diobati setelah itu di plester.
“Sudah, kamu duduk saja, biar aku yang meneruskan mencuci piring,” ujar Yudistira, beranjak menuju wastafel dan mencuci piring.
“Yudis. Kok malah kamu sih? yang cuci piring,” tanya Rani, yang tiba-tiba muncul dari balik kamar.
“Tangan Keysha terluka Bu , kena pecahan piring, jadi Yudis yang mengantikan cuci piring,” jawab Yudistira.
“Ahh, memasak nggak bisa, cuci piring juga nggak bisa, kamu ini seorang wanita bukan! Kamu tahu Dania juga wanita berpendidikan, tapi ia tahu bagaimana menjadi seorang istri, tidak seperti kamu, manja, tidak pantas menjadi istri Yudistira!” ucap Rani dengan nada tinggi, dan tatapan tajam kearah Keysha, lalu beranjak meinggalkan Keysha dan Yudistira.
Sejak tadi Keysha hanya diam, rasa cemburu, bercampur rasa kecewa pada dirinya sendiri, kenapa sebagai seorang istri, dia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Hingga Ibu mertuanya memuji wanita lain. Titik embun sudah menggenang di pelupuk netranya. Hingga berlahan mengalir ke pipinya.
Yudistira tidak bisa berbuat apa pun, dia merasa berdiri di dua persimpangan, di sisi lain, ibunya dan di sisi satunya istrinya. Dengan lembut di usapnya punggung Keysha. “Sabar ya Sha, ibu masih belum sembuh benar, jangan kamu masukkan setiap kata-kata ibu dalam hati,” ujar Yudistira, sembari mengecup kening Keysha, dan mengusap air mata Keysha. Keysha mengulas senyum tipis, rasa tenang ia rasakan begitu mendapat pelukkan dan kecupan dari Yudistira. “Aku, tidak peduli dengan yang lain, aku hanya peduli denganmu. Asalkan kamu selalu di sampingku, dan mendukungku itu sudah cukup bagiku,” balas Keysha pelan, seraya merekatkan pelukannya pada tubuh Yudistira. Ingatan Keysha, kembali di mana tahun ketika dirinya pertama kali bertemu Yudistira. Tahun 2016 di Kota Yogyakarta penuh pesona.Kala itu ia menghabiskan waktu liburan bersama Hanin, sahabat karibnya. Flasback Yogyakarta, tahun 2016 “Sha, ayo dong keluar kamar. Lihat bintang dan bulan bersinar terang, apa kamu mau menyia-ny
Keysha mendesah kesal, dilihatnya Yudistira yang sudah terlelap tidur di sampingnya. Hanya Yudistira yang membuatnya nyaman, di kecupnya kening laki-laki yang amat dicintai, lalu Keysha membaringkan tubuhnya sambil memeluk suaminya. Sinar sang surya masuk kedalam celah-celah korden, terlihat Yudistira sudah rapi, sedangkan Keysha masih terlelap. “Mas... ini jam berapa? Kenapa tidak membangunkan aku, bagaimana jika ibu marah!” seru Keysha, ketika membuka mata dan melihat matahari bersinar terang, di balik jendela. “Tenang, ibu masih tidur,” sahut Yudistira. “Oh syukurlah, aku akan mandi dulu, setelah itu aku akan buatkan sarapan,” ujar Keysha, bergegas bangkit dari tempat tidur. “Aku, sudah siapakan sarapan,” ujar Yudistira sambil tersenyum, menatap Keysha. Keysha menautkan kedua alisnya.” Mas... nanti ibu marah,” ucap Keysha, ada rasa khawatir tergambar di wajahnya. “Cepatlah mandi, aku tunggu di meja makan,“ pinta Yudistira, sambil mengusap lembut pucuk kepala Keysha. Rani,
Yudistira menarik napas pelan, dan menghembuskannya, mencoba bersikap tenang, waktu mendengar hinaan dari papa mertuanya. “Ini mungkin hanya sebuah gubuk, tapi aku pastikan Keysha bahagia tinggal di gubuk ini,” ucap Yudistira. “Iya, Pa, walaupun rumahnya kecil, tapi nyaman kok Pa, Keysha senang tinggal di sini,” sela Keysha, sambil mengamit lengan Yudisita dan tersenyum. “Benar kamu nyaman tinggal di rumah sekecil ini?” tanya Risma, sambil memicingkan matanya dan memandang rumah minimalis dihadapannya. “Iya Ma, yuk kita masuk, kebetulan kami sedang makan malam. Kita makan malam bersama Pa, Ma,” ajak Keysha. “Nggak usah Sha, papa ke sini, hanya ingin mengantarkan surat penerimaan kerja, kamu di undang dan diterima oleh perusahan besar PT. Agratama Corp.” Rama berkata sambil meyerahkan sebuah amplop kepada Keysha. “Terima kasih Pa. Ini yang Keysha harapkan, bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, salah satu perusahahn terbesar di negeri ini,” balas Keysha, meraih amplop
Keysha meninggalkan kantor PT. Agratama Corp, dengan menaiki taxi menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia langsung menuju dapur untuk mempersiapkan makan siang, ia teringat dengan kata-kata Hanin pagi tadi, yang menyuruhnya belajar memasak. Ya memasak adalah hal yang wajib harus di pelajari sebagai seorang istri, karena dengan menyantap masakan isrti, pasti seorang suami akan merasakan kepuasan tersendiri. Beberapa bahan sudah disiapkan dan dengan melihat resep yang tertera di layar ponsel, Keysha mencoba memasak ayam kecap pedas. “Sreng! Pletok!..bunyi minyak ketika sepotong ayam goreng di masukkan ke dalam wajan, membuat Keysha meloncat mundur, tangannya terkena percikan minyak, hingga membuat Keysha berteriak kesakitan, “Aww aduh,” teriak Keysha. Mendengar teriakan istinya, Yudistira yang saat itu sedang sibuk di depan laptop terkejut, dan berhambur menuju dapur. Dengan sigap ia mematikan kompor dengan api besar itu. “Sha, apa tanganmu terluka?” tanya Yudistira cemas, sambi
Hampir satu bulan, keysha menjadi seorang istri, sungguh, membuatnya extra berfikir keras, apalagi ketika Yudistira menyuruhnya memasang sprei, keringatnya sampai mengalir dari kepala sampai leher, tak dapat juga sprei terpasang, selama hidupnya baru kali ini Keysha memasang sprei, baginya lebih baik disuruh menghitung angka–angka akuntansi daripada disuruh memasang sprei. Mungkin tidak ada masalah jika Yudistira mempunyai asisten rumah tangga. Tapi seorang wanita sudah kodratnya mengurus rumah tangga jadi Keysha akan terus berusaha menjadi istri yang baik. Setelah sprei terpasang, Keysha dan Yudistira menuju meja makan, omlet dan segelas susu sudah ada dihadapannya dan semuanya Yuditisra yang mempersiapkannya. “Sha, hari kita belanja keperluan dapur, kulkasnya masih kosong, sekalian nanti kita mampir ke pasar untuk beli buah dan sayur mayur,” ucap Yudistira. “Beli sayur mayurnya sekalian saja di supermarket.” “Sha, kalau di pasar itu lebih murah dan lebih seger.” “Oh begitu
Keysha masih berdiri di pinggir jalan dekat kantor, beberapa kali ia mencari taxi, tapi tidak di dapat, lewat aplikasipun sulit karena di jam pulang kerja. Solusi satu-satunya menelfon Yudistira, walaupun sebenarnya rumahnya cukup jauh dari kantor, tapi itu jalan satu-satunya untuk dapat pulang. “Halo, Mas Yudis, jemput aku ya.” “Oke .” Sekitar 40 puluh menit kemudian, Yudistira sudah ada dihadapan Keysha dengan motor ninjanya, dan dengan mesra memakaikan helm di kepala Keysha. Kemudian Keysha naik ke motor, dan memeluk erat pinggang Yudistira, yang segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. “Sha, kita sekalian cari makan, kamu mau makan apa?” “Nasi goreng deh.” “Oke, Nyoyah Yudistira.” Yudistira lebih cepat melajukan motornya, beberapa menit kemudin ia berhenti di pinggir jalan, di depan gerobak penjual nasi goreng. “Maaf ya Sha, aku belum terima honor dari klienku, jadi kita makan di sini, lain kali, makan nasi gorengnya di kafe,” ucap Yudistra dengan tatapan mel
Sementara itu di Rumah Sakit Hospital Healty, Rama dengan serius memeriksa pasiennya, Dokter ahli jantung itu begitu profesional dalam menjalankan tugasnya. “Pagi Pak Rama, Bapak memanggil saya,” tanya Andra. “Dra, kamu bisa ‘kan nanti malam datang ke rumah saya.” “Bisa Pak Rama, nanti malam saya akan datang, kalau boleh tahu ada acara apa.” “Bukan acara spesial, cuma makan malam biasa, aku ingin tahu lebih banyak tentang management Rumah Sakit, kita bisa sharing tentang pekerjaan, kamu tahu ‘kan, selain Dokter aku juga dipercaya menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit.” “Oke, Pak Rama .” **** Setelah percakapannya dengan Andra selesai, Rama meraih ponselnya, dan menelfon Keysha. “Assalamu’alaikum, Papah,” Sapa Keysha pelan “Waalaikumsalam, sayang. Bagaimana kabarmu?” tanya Rama. “Baik, Papah sehat ‘kan?” “Seharusnya pertanyaan itu buat kamu, aku dengar dari Mamah beberapa waktu yang lalu, kamu jajan sembarangan, ingat Sha, kesehatan itu bermula dari yang kita makan.” “Iya
Andra, mengangkat tubuh Keysha, lalu dibawanya ke lantai dua, kamar Keysha. Di saat Andra berjalan menaiki tangga dengan membopong tubuh Keysha. Tanpa sepengetahuan Andra, Rama memotretnya dengan kamera ponsel. Senyum licik menyeringai di wajah Rama, niatnya untuk menghancurkan pernikahan Keysha dan Yudistira ada di depan matanya, ia berharap terjadi kesalahpahaman di antara Yudistira dan Keysha. Sementara itu, Andra sedikit gugup harus mengangkat tubuh Keysha. Walau dalam hatinya tidak ada perasaan lagi semenjak tahu jika Keysha lebih memilih Yudistira, tapi sebagai laki-laki normal tetap saja jantungnya berdesir, ketika tangannya memegang tubuh wanita cantik dengan kulit putih mulusnya. Andra memasuki kamar Keysha, kemudian dibaringkannya di ranjang bersprei motif bunga, lalu diselimuti tubuh keysha dengan bed cover sampai batas leher. Setelah memastikan Keysha sudah nyaman dengan tidurnya, Andra keluar kamar dan menutup pintu kamar, lalu bergegas turun ke bawah, di sana dilihatny
Satu bulan berlalu, Yudistira dan Dania resmi bercerai. Yudistira resign dari CEO Agratama Corp.Yudistira, mengemasi barang-barangnya dan memasukkanya didalam kardus, meja kerja yang selalu menemaninya selama hampir 5 tahun, ini, kini nampak kosong. Terlihat Ena muncul di balik pintu, ia tersenyum getir ketika menatap Yudistira.“Aku, menyesal, dengan keputusan kalian untuk bercerai. Aku tahu kamu tidak mencintai Dania, walaupun Dania berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Kamu tahu, aku merasa ini tidak adil untuk Dania, salah putriku apa? Hingga ia mengalami luka yang dalam seperti ini,” ucap Ena, ada gurat kesedihan di wajahnya, memikirkan nasib Dania.“Maafkan aku Bu Ena, ini juga diluar kuasaku, aku pun berniat mempertahankan pernikahanku dengan Dania, tapi ia sendiri yang memutuskan bercerai,” balas Yudistira.“Kamu akan menikahi Keysha?” tanya Ena, tatapannya nanar ke arah Yudistira.“Aku dan Keysha, memang tak seharusnya berpisah, yang patut di salahkan atas kekacauan ini
Di malam tanpa bintang, di tempat berbeda, Dania termenung menatap halaman rumahnya dari atas balkon, bayang-bayang peristiwa tadi siang membuatnya berpikir keras untuk membuat keputusan, akhirnya ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. “Hallo, selamat malam, Pak Satria. Tolong siapkan berkas gugatan ceraiku terhadap Yudistira.” Tak biasanya pagi ini, sinar mentari seakan enggan bersinar. Awan hitam mengantung di langit, mewakili tiga hati yang sedang galau, terbelenggu dalam sebuah cinta segi tiga yang begitu rumit. Dania berjalan pelan, menuruni anak tangga, setelah di beritahu Bi Marni, jika Pak Satria sudah menunggu di ruang tamu. Kedua matanya yang sembab hanya di sapu dengan bedak tipis, supaya menyamarkan, jika dia semalaman habis menangis. “Pagi, Pak Satria,” sapa Dania begitu melihat tamunya sudah duduk di sofa tamu. “Pagi, Bu Dania,” jawab Pak Satria, pengacara keluarga Ena. “Bagaimana Pak, apa berkas gugatan perceraian sudah disiapkan.” “Sudah Bu, ini beberapa b
Keesokan harinya, Dania pergi menemui Tiara di sekolahnya. Dania ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, yang membuat Tiara di marahi oleh Keysha. Langkahnya terhenti di pintu masuk kelas Tiara. Bu lastri menghentikan Dania. “Maaf Bu Dania, Bunda Tiara yaitu Ibu Keysha, melarang Bu Dania menemui Tiara,” ucap Bu Lastri. “Iya, saya tahu, saya ke sini ingin meminta maaf pada Tiara, sebentar saja,” pinta Dania, netranya berkaca-kaca membuat Bu Lastri tidak tega. Akhirnya dengan berat hati Bu Lastri menginizikan Dania menemui Tiara. Lalu Dania mengajak Tiara ke taman sekolah, mereka duduk di bangku taman. “Bu Nia, Bunda melarang Tiara berteman dengan Ibu. Tiara tidak tahu kenapa Bunda marah pada Bu Nia,” ucap polos gadis yang belum genap berusia 5 tahun itu. “Nggak apa-apa, Bunda marah, karena Bunda takut kehilangan Tiara. Bunda sangat sayang pada Tiara. Bu Nia, ke sini ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, jangan hiraukan pertengkaran kami kemarin, karena orang dewasa kadang jug
Dret...dret...bunyi getar ponsel milik Keysha. Sejenak mata Keysha beralih dari laptop dan menatap ponselnya, kiriman chat dari nomor tidak di kenal, lalu di bukanya isi chat tersebut. Deg.. Jantungnya terasa berhenti berdetak, ketika melihat gambar seorang wanita, yang sangat di kenalnya nampak akrab dengan Tiara. “Dania,” desah kesal Keysha, seraya bangkit dari kursi kerjanya, lalu meraih tas kecilnya dan melangkah lebar keluar butik, wajahnya nampak tegang menahan marah. Dalam dada bergemuruh rasa kecewa pada Yudistira karena merasa di khianati. “Kamu bohong Mas, Kamu tidak menepati janjimu, kenapa sekarang Tiara ada di rumahmu,” gerutu Keysha, sambil menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan ibukota yang semakin siang semakin panas. Seperti hati Keysha saat ini, panas terbakar melihat keakraban Tiara dan Dania. Beberapa menit kemudian mobil Keysha memasuki halaman rumah milik Dania,. Mata Keysha menyapu ke sekeliling rumah, dan terlihat Dania dan Tiara sedang bers
Yudistira kaget mendengar tuduhan yang di layangkan Keysha pada dirinya, ia merasa tidak pernah sedikitpun mempengaruhi Tiara untuk tinggal bersamanya. Yudistira mendesah pelan, Lalu menatap datar Keysha yang masih menunggu jawabannya.“Sha, aku tidak pernah mempengaruhi, Tiara untuk tinggal bersamaku. Aku juga memikirkan perasaan Dania, aku tidak mungkin, mengajak Tiara tinggal bersamaku, tanpa seizin Dania,” jelas Yudistira, sambil memegang bahu Keysha.Keysha menepis tangan Yudistira yang memegang bahunya, lalu ia bangkit berdiri, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dengar, ya Mas! aku tidak akan mengizinkan Tiara tinggal bersamamu, walaupun Dania mengizinkannya. Aku tidak mau berbagi kasih sayang Tiara dengan Dania. Tiara anakku. Istrimu tidak boleh sedikitpun menyayangi Tiara,” ucap Keysha dengan bibir bergetar menahan tangis.Yudistira, bangkit dari tempat duduknya, refleks ditariknya tubuh Keysha ke dalam pelukannya. ”Sha, aku berjanji, semua akan terjadi sesuai keing
Dania melangkah mendekat ke arah Tiara, ia sedikit berjongkok dan berucap, ”Siapa namamu gadis cantik?”“Tiara,” jawab Tiara dengan bersemangat dan tersenyum kecil.“Nama yang bagus,” ucap Dania, sambil mengusap pipi Tiara dengan lembut.Setelah perkenalan usai. Dania berpamitan, dan akan kembali esok pagi sesuai jadwal yang telah di tetapkan. Dengan fokus menyetir mobilnya Dania tersenyum puas, rencana hari ini sesuai dengan kemauannya. Mobil melaju cepat ke arah klinik, sesampainya di sana ia membuat proposal kerja untuk Tk. Pelita Hati. Konsentrasinya buyar ketika Ena, mengetuk pintu ruang dan masuk ke dalam.“Mama,” sapa Dania pada Ena.“Dania, mama mau bertanya, apa kamu ada masalah dengan Yudistira, Mama kepikiran dengan kata-kata Rendi. Dan Mama lihat semalam Yudistira pergi dengan membawa travel bag, ada apa sayang?” tanya Ena yang nampak cemas.Dania menarik napas panjang, kemudian di lepas pelan, sebenarnya ia berat membagi masalah ini, tapi karena Mamanya bertanya, akhirny
Yudistira terdiam, ia terkejut. Kenapa Dania harus tahu, sebelum ia bercerita tentang semua yang terjadi. Kini tenggorokannya terasa tercekat, Yudistira tidak tahu harus mulai darimana, dilihatnya Dania menangis, ia berjalan menuju ranjang, kemudian menghempaskan tubuhnya di tepi ranjang, kedua telapak tangannya terus mengusap air mata yang menganak sungai.“Jawab Mas! Kamu berhubungan lagi dengan Keysha. Dan siapa anak yang bersama kalian?” tanya Dania dengan menatap tajam Yudistira dan suara yang tinggi.Berlahan Yudistira berjalan mendekati Dania, kemudian duduk di sebelah Dania, dan mengenggam tangan Dania, dengan kasar Dania mengibaskan tangan Yudistira.“Aku, bertemu Keysha, waktu di Karimun Jawa. Dan aku baru tahu, jika kepergian Keysha beberapa tahun yang lalu, ternyata dia hamil. Keysha mengira anak yang di kandungnya adalah anak Rendi, makanya Ia memilih pergi. Lalu waktu aku sampai di Karimun Jawa, aku mendonorkan darahku pada anak kecil, dan ternyata anak kecil itu adalah
Setelah melihat Keysha, turun dari mobil Yudistira, Dania nampak geram sekaligus sedih, tapi juga penasaran dengan anak kecil yang bersama Keysha dan Yudistira. Ia pun berniat untuk membuntuti mereka bertiga. “Pak, tunggu saya di sini,” pinta Dania pada sopir taxi. “Baik Bu,” jawab Sopir taxi singkat. Dania turun dari taxi. Hatinya terasa di tusuk ribuan pisau, kebohongan Yudistira yang membuat sakit, beribu pertanyaan tersimpan di dalam dada. Dari jauh Dania melihat kebersamaan, Yudistira dengan mantan istrinya. Dalam hati, Dania mempertanyakan, siapa gadis kecil yang bersama mereka? Yudistira dan Keysha seperti keluarga yang lengkap, tangan mereka menggandeng gadis kecil. Titik embun menggenang di sudut netra Dania, ia berjalan mengikuti Yudistira dan Keysha, yang tengah tertawa bahagia bersama gadis kecil itu. Hingga Dania merasa tidak kuat, melihat pemandangan yang begitu sempurna, oleh karena itu, Dania memutuskan untuk pulang. Dengan menaiki taxi yang menunggunya di tempat p
Malam semakin larut, Dania semakin gelisah memikirkan Yudistira, perkataan Nana terus terngiang di telinganya. Benarkah suaminya pergi ke arena bermain, dan hanya melihat sekumpulan anak-anak bermain. Dania menyibukkan dirinya menyiapkan makan malam untuk Yudistira, walau hati gundah, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Pukul 10 malam, mobil Yudistira memasuki garasi mobil, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah. Di lihatnya Dania duduk di kursi ruang makan, Dania menatap kosong, menu yang ada di depan meja makan, semua makanan itu disiapkan Dania untuk suaminya. Yudistira merasa bersalah, di dekatinya Dania. “Dania, maaf aku terlambat pulang,” ucap Yudistira, membuat Dania terjingkat karena kaget. “Mas.. baru pulang, kemana saja pulang selarut ini?” tanya Dania pelan sambil mengamati suaminya, yang berdiri di samping kursi, kemeja warna biru muda, dengan lengan dilinting sampai siku dan jam tangan warna hitam, persis yang dikatakan Nana barusan. “Aku,