PERNIKAHAN - Mangga MudaVanya mendekati Puspa dan melihat ke dalam kamar. Ada Mak Sri di sana. Gadis itu memandang ibu tirinya. Tinggi mereka sama. Memang benar, mereka seperti kakak adik jadinya."Jangan khawatir, aku nggak bakalan masuk, Vanya. Tadi hanya kebetulan, aku keluar kamar dan melihat Mak Sri hendak bersih-bersih," ujar Puspa pada Vanya yang berdiri di depannya. Sejak di semprot Vanya malam itu, Puspa tidak ada keinginan untuk masuk ke sana lagi. Ia hanya berdiri di depan pintu kamar dan melihat ke dalam. Itu pun karena ada Mak Sri.Mak Sri yang sedang bersih-bersih, memperhatikan dua majikannya dengan perasaan cemas.Gadis remaja itu memandang Puspa beberapa saat, lantas kembali masuk kamar tanpa bicara apa-apa. Sekarang tidak lagi menyemprot dengan kata-kata, tapi membisu. Namun mata itu bisa mengungkapkan isi hati pemiliknya. Vanya memang belum benar-benar menerimanya.Puspa menuruni tangga untuk ke dapur mengambil teko air minum yang tadi dicucinya.Sabar, Puspa. Sed
Tapi jujur saja, Puspa penasaran. Siapa orang yang dimaksud Mak Sri mencampuri urusan rumah tangga suaminya dengan Sandra. Sejauh mana dan seperti apa hubungan mereka sebenarnya. Hanya penasaran yang berkecamuk dalam benak.Pintu terbuka. Bram tersenyum ke arahnya."Mas, mau ganti baju?" tanya Puspa."Tidak usah. Mas tadi hanya ngobrol sama Dahlan.""Apa sebaiknya kita biarkan saja mereka, Mas. Banyak yang akan Mas korbankan untuk hal ini. Aku sudah nggak apa-apa. Mas, bisa menerimaku saja, dah sangat bersyukur. Hentikan saja. Besok aku akan ngomong ke ayah sambil nganterin oleh-oleh. Kalau aku yang bicara, ayah pasti mengerti."Bram menangkupkan kedua telapak tangannya di kedua pipi Puspa. Mata mereka bertemu. "Kita sudah memulainya, Puspa. Setidaknya kita juga bisa menyelamatkan warga dari pemimpin yang tak layak. Mereka maju menjadi anggota dewan bukan untuk memajukan bangsa, tapi demi kepentingan mereka sendiri. Kita lanjutkan saja, kamu tidak usah takut."Melihat keseriusan itu,
Satu bulan kemudian ...."Yang, ada apa dengan ayah. Akhir-akhir ini lebih sering menyendiri dan sepertinya enggan membahas lagi tentang pilkada." Irwan bicara setelah berbaring di samping sang istri."Sejak tahu apa yang terjadi dengan Puspa, ayah memang berubah. Dia terpukul sekali dengan peristiwa itu," jawab Indah."Tapi Puspa sudah bahagia dengan suaminya. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.""Apa Mas kira, begitu mudahnya seorang ayah melupakan kehormatan putrinya yang telah dinodai? Kamu juga seorang ayah, Mas. Kamu kadang juga nggak terima kalau anak kita menangis gara-gara dicubit sama keponakanmu sendiri. Atau mainan miliknya dirampas paksa."Padahal itu hanya sekedar cubitan dan sekedar mainan. Kalau Puspa ini yang dirampas kehormatannya. Mas, nggak tahu betapa sayangnya ayah sama Puspa. Waktu kecil dulu, Puspa ini sering sakit-sakitan, makanya mendapatkan perhatian lebih.""Kenapa Puspa nggak dipaksa saja ngasih tahu siapa pelakunya?" Indah bergerak miring menghadap
PERNIKAHAN- Dibayar KontanMungkinkah dia hamil? Hal yang sempat dipikirkan beberapa hari yang lalu. Sebab tidak kunjung haid. Tapi diabaikan karena dokter bilang kalau habis melahirkan atau keguguran, biasanya tidak langsung haid untuk bulan berikutnya."Bener, Nduk. Kamu hamil?" tanya Bu Lurah mengulang sambil mendekat pada Puspa yang masih memegang galah."Aku belum tahu, Bu." Puspa sendiri tampak bingung. Karena dia baru ingat kalau belum haid lagi pasca keguguran. "Loh kok nggak tahu. Kamu haid apa nggak? Dokter bilang kalau kamu disarankan jangan hamil dulu minimal empat bulan pasca keguguran."Puspa menaruh galahnya dan duduk di bangku kayu dekat emperan dapur belakang. "Kalau habis minum pil KB kepalaku pusing, Bu. Mual juga. Makanya jarang aku minum. Lagian kalau minum pil itu, aku ingat bagaimana wanita jahat itu memaksaku untuk minum pil yang entah aku nggak tahu namanya.""Jadi kamu nggak teratur minum pilnya?""Nggak.""Bisa jadi kamu hamil. Sejak kecil kamu kan nggak s
"Dari mana to kalian berdua ini?" tanya Pak Lurah yang baru pulang dari balai desa. Laki-laki itu keheranan melihat istri dan anaknya. Kenapa pula Bu Lurah yang nyetir, bukan Puspa."Dari Bidan Yanti, Yah. Ayah, bakalan punya cucu lagi." Wajah Bu Lurah berbinar-binar menyampaikan kabar itu. Pak Lurah yang akhir-akhir ini jarang sekali tersenyum, mendadak terharu sekaligus bahagia. Senyum terukir di bibirnya yang dinaungi kumis tebal. Kemudian mendekati Puspa dan merangkulnya ke dalam. Mereka duduk di kursi ruang makan.Si mbok yang bantu-bantu di rumah Pak Lurah, turut bahagia mendengar kehamilan Puspa. Wanita itu segera menyiapkan buah seadanya dan cobek untuk membuat rujak yang tadi diinginkan anak majikannya.Dialah saksi tumbuh kembang anak-anak Pak Fathir. Sebab sudah bekerja pada keluarga itu semenjak Indah Dan Puspa masih kecil. Pak Lurah memiliki sawah dan kebun yang luas, selalu membutuhkan orang untuk membantu istrinya memasak. Tapi kalau sore, si mbok pulang ke rumahnya. K
"Lagi ada di kamar. Barusan di antar ibu periksa ke Bidan Yanti."Netra Bram langsung menyipit. Ada apa dengan istrinya. "Puspa kenapa, Yah?" Mendadak khawatir. Perasaan waktu di antar tadi pagi, istrinya sehat-sehat saja. Kenapa di antar periksa ke bidan. Warga desa kalau sakit ringan biasanya periksa dan minta obat ke bidan desa. Jadi tidak hanya untuk masalah perempuan saja, seperti periksa kehamilan atau penggunaan kontrasepsi. Bapak-bapak yang sakit, biasanya juga periksa ke sana."Alhamdulillah, Puspa hamil, Nak Bram," jawab Bu Lurah. Wanita itu cerita bagaimana ia mengajak Puspa untuk periksa ke dokter Yanti.Dari menyipit, Bram langsung terbeliak. Tentu ini menjadi kabar yang mengejutkan sekaligus membahagiakan. Istrinya hamil? Bukankah Puspa minum pil kontrasepsi. Kenapa bisa hamil? Apa ini tidak terlalu beresiko."Alhamdulillah." Bram sangat bahagia."Bidan Yanti nyaranin, supaya segera memeriksakan Puspa ke dokter kandungan.""Iya, Bu. Sore ini saya ajak periksa.""Coba ka
PERNIKAHAN - Penyesalan "Begini yang dirasakan Puspa setahun lalu," ucap Dikri lirih. Seolah bicara pada dirinya sendiri."Mungkin ini yang harus kita bayar, Ma," lanjutnya."Kamu bilang apa?" Suara Bu Maksum meninggi. Tersulut oleh ucapan putranya. "Kamu yang bikin ulah, kan? Kami sebagai orang tua hanya berusaha melindungimu. Karena kamu mau maju ke pilcaleg, kamu sudah tunangan. Apa jadinya kalau mereka tahu perbuatanmu. Nama baik kita akan tercoreng. Kamu gagal nyaleg, semua jadi pertaruhan. Pertunanganmu juga batal dan kamu tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapmu? Orang tua Maya nggak mungkin terima begitu saja. Setelah pesta pertunangan kalian di gelar begitu megah, seenaknya kamu meninggalkan anaknya. Nyawamu bisa jadi taruhannya."Bisa-bisanya kamu meniduri gadis itu. Kurang apa Maya, Dik. Kami sebagai orang tua berusaha memberikan yang terbaik buat kamu." Bu Maksum murka dengan tatapan menyala penuh kemarahan.Dikri diam. Percuma bicara kalau mamanya sudah berkobar-kob
Namun juga percuma. Nomer lelaki itu sudah tidak bisa dihubungi."Apa dua orang itu teman kuliah pacarmu yang jahanam?"Denik menggeleng. "Siapa mereka?""Aku pun nggak tahu. Baru malam itu aku melihatnya."Dikri menarik napas dalam-dalam. Rumit . Denik pun tidak tahu siapa dua pria itu. "Bagaimana hal itu bisa terjadi?"Gadis berambut blonde menceritakan kalau sejak sore dia memang ke rumah pacarnya. Sebab cowoknya bilang kalau sedang sakit. Di rumah itu tidak ada orang. Awalnya sang pacar merayu mengajak Denik untuk melakukan perbuatan terlarang, tapi Denik tidak mau. Ujungnya dia malah dipaksa. Kemudian datang dua temannya disaat cowok itu tengah beraksi. Alkohol yang mendominasi membuat mereka melakukan perbuatan terkutuk itu bergantian.Dada Dikri serasa tercabik-cabik. Bisa membayangkan bagaimana paniknya Denik. Pasti lebih histeris daripada Puspa yang hanya digagahi olehnya sendiri.Sanggupkah Dikri mengaku pada sang adik, kalau kakaknya pernah sebejat itu? "Den, mas harus ba