Sepanjang pemasangan gips, aku menangis menahan nyeri. Kak Daffa duduk di dekatku. Memeluk. Aku menyembunyikan muka ke dadanya sambil mencengkeram kuat-kuat. Pulang dari rumah sakit, aku memakai roda. Lengkap dengan membawa tongkat juga. Turun dari mobil, Kak Daffa menggendongku sampai naik kamar.
BAB 26 Aku memutar roda. Mengikuti arah lelaki yang mungkin sedang tidak baik-baik saja itu. Kak Daffa terlihat bertumpu tangan pada pagar balkon. Melihat taman rumah dengan raut yang tak dapat kuperhatikan jelas dari sisi sini. Lama dia terdiam. “Kak ....” Kak Daffa mendongak. Membuang nafas k
Aku memilihkan pakaian saat Kak Daffa masih di kamar mandi. Hari ini dia harus kerja karena kemarin baru meninggalkan rapat penting. Kemeja hitam, dasi biru bergaris ungu, dan celana panjang hitam menjadi pilihan. Kak Daffa masuk ruang pakaian dengan lilitan handuk. “Bajunya udah Risa siapin, Kak
BAB 27 “Jelas lo gak bisa mijit, bajingan!” Tanpa tedeng aling-aling, Kak Mandala menendang pelipis Pak Beni. Laki-laki itu terjungkal jatuh di lantai. Kak Mandala berdiri, menarik kaus pria yang berbadan besar itu. Adu kekuatan pun terjadi. Aku menjerit takut. Kamar ini serupa ring tinju. Bebera
Aku mengobati luka lebam Kak Mandala di wajahnya. Pipi membiru, ujung bibir sobek. “Ngapain sih lo, Kak? Musti balas dendam segala?” “Itu bukan balas dendam, itu pelajaran.” “Sama aja, ah!” “Lagian lo polos banget jadi cewek, udah tahu dari awal mereka emang gak suka lo di sini.” “Ya, gue gak m
BAB 28 Pagi yang hangat. Cahaya matahari menyorot dari timur. Di hari libur ini, rumah lebih ramai dari biasanya. Halaman pun diisi banyak mobil, menandakan orang rumah semua ada. Kak Daffa berlari memutari taman. Kaus hitam yang cukup ketat di bagian lengannya itu mulai terlihat basah. Sesekali d
Setelah lama bercengkerama, aku menelpon pekerja. Sekarang udah gak pake sopan-sopan lagi. Tanpa kata “tolong” apalagi “maaf”. “Lima menit lagi meja makan siap, ya. Mama saya mau makan!” “Tapi, Nona—” “Tidak ada tapi. Papi sudah mau turun.” Aku lantas menutup telepon. Melanjutkan panggilan pada
BAB 29Karena Kak Daffa bagi-bagi uang, semua mahasiswa jadi sangat care. Di akhir mata kuliah, banyak yang bertanya ini dan itu. Aku mau apa? Mau ke mana? Butuh apa? Ada juga yang sengaja mengajak ngobrol. Bertanya lebih jauh tentang aku dan Kak Daffa.Sebagaimana teman-teman yang lain, Andre pun i
“Kamu kalau senyum jangan manis-manis, Sa,” ucap Daffa.Kening Klarisa mengernyit bingung. “Kenapa? Kamu gak mau aku senyum? Aku harus cemberut terus gitu?” protes Klarisa.Daffa terkekeh. “Gak gitu, Sayang. Tapi kalau kamu senyum, kamu jadi tambah cantik. Aku takut kalau orang-orang bakal suka sama
PGK BAB 105[Hukuman Dijatuhkan! Keluarga Mengabulkan Permintaan Keringatan, Sovia yang Merupakan Pelaku Pembunuhan Berencana pada Klarisa Kini Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup!]Kira-kira itulah judul berita yang menjadi pembicaraan hangat di media sosial sekarang. Bujukan Klarisa malam itu berhasil m
“Di lihat dari kondisi Ibu Risa yang sudah sangat membaik, jadi saya memutuskan untuk memulangkan Ibu Risa hari ini juga,” ucap dokter yang disambut senyum bahagia oleh yang lain.“Alhamdulillah,” ucap Daffa dan Mandala bersamaan.Dokter menatap Daffa dan Klarisa bergantian. “Tapi perlu diingat ya,
PGK BAB 104Hari-hari semakin membaik bagi keluarga kecil Daffa, setiap hari Daffa selalu mengunjungi istrinya dan menemaninya dengan sangat sabar.“Sayang, ayo buka mulutnya dulu. Pesawat datang aakk,” canda Daffa seraya menyuapkan sesendok nasi dan lauk untuk istrinya.Dengan senyum malu-malu Klar
“Hadirin diharapkan tenang, putusan akan segera dibacakan,” ucap hakim sembari mengetuk palunya.Mendadak ruang sidang menjadi hening. Para wartawan telah menyiapkan kameranya untuk merekam. Sementara keluarga Klarisa yang menemaninya kini tengah khusyuk memanjatkan doa, berharap keinginan mereka di
BAB 103“Apa? Gak bisa gitu dong! Istri gue masih dirawat di rumah sakit, kalau kondisinya jadi drop lagi gimana?!”Daffa menggeram kesal, meremas telepon di genggamannya. Pagi ini Daffa benar-benar dibuat kesal dengan kabar yang dibawa oleh pengacarannya.Persidangan yang telah berlangsung sejak be
Setelah diizinkan dokter untuk mengonsumsi makanan langsung, Klarisa hanya bisa diberikan makanan dengan tekstur yang lembut seperti bubur. Otot rahangnya yang belum berfungsi benar membuat Klarisa akan kesulitan jika diberikan makanan berat.“I-ibu ... maaf ngerepotin,” ucap Klarisa terbata-bata.M
BAB 102Tubuh Daffa seketika membeku. Seperti ada bongkahan batu yang menghantam dadanya.“S-sayang? Arsyla... dia anak kita, masa kamu gak ingat?” ucap Daffa terbata-bata saking terkejutnya.Seketika Daffa berpikir keras, apa istrinya mengalami lupa ingatan atau amnesia seperti di film-film? Kenapa
BAB 101Sebulan sudah berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda Klarisa akan sadar dari komanya. Bahkan untuk perkembangan kecil pun tubuh Klarisa tak menunjukkan reaksi apapun.Dokter dan tim medis telah melakukan berbagai cara, tetapi belum juga membuahkan hasil. Mereka hanya meminta kepasrahan