“Jadi ini sudah berlangsung selama lebih dari lima tahun?” Tanyanya pelan. “Iya. Lalu, ketika aku sudah mendapat lima belas miliar pertamaku, aku sungguh antusias untuk memberitahumu. Aku ingin kamu bangga padaku, dan melihat bahwa aku bukanlah pecundang,” pikiranku melayang ke hari itu. “Aku ingat menunggumu pulang, tetapi kamu tidak pulang jadi kutahan untuk memberitahumu sampai pagi, dengan rasa antusias untuk memberitahumu. Ketika kulihat kamu di dapur hari berikutnya, aku duduk di sebelahmu dan bilang padamu aku ada sesuatu untuk kubicarakan padamu,”Aku berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Ingatan itu seakan menyeruak di benakku.“Nmaun, kamu tidak mendengarnya dan malah menatapku dengan dingin dan bilang tidak peduli akan apa yang akan kukatakan. Bahwa kamu tidak peduli akan hidupku atau apa yang sedang kuperbuat. Kamu dengan kejam memberitahuku kalau aku mati sekarang juga kamu tidak akan peduli, jadi daripada membuang waktumu dan menghancurkan pagimu, mengapa aku tidak per
Aku sedang berbelanja furnitur, tetapi pikiranku seolah melayang. Aku membeli rumah baru. Sempurna untukku dan sesuai dengan gayaku. Sederhana tapi nyaman. Lingkungannya juga bagus, bahkan dekat dengan sekolah Noah. Aku jatuh cinta dengan rumah itu segera setelah pertama kali melihatnya. Terdapat taman yang luas juga di mana Noah bisa bermain. Tidak seperti rumah yang sebelumnya. “Apakah kamu memperhatikanku?” Tanya Ruby dengan nada sebal. Dia sedang membantuku memilih perabot untuk rumah baruku. Sudah tiga hari sejak aku membelinya dan rumah itu masih kosong. Aku bahkan belum memiliki kasur, aku bersumpah. Aku tidur di kasur lipat di atas lantai.“Maafkan aku Ruby. Aku sedang banyak pikiran,” balasku. Ketika ada yang mencoba untuk membunuhmu, biasanya orang-orang akan mengesampingkan hal besar yang sedang mereka lakukan. Hal itu terlihat tidak penting lagi, sebab mereka mencoba hidup selama mungkin untuk melihat anak-anak mereka bertumbuh besar.Aku masih merinding mengetahui bahwa
Aku tertawa kecil padanya. Kami menemukannya dengan cepat dan segera saja kami duduk. Makanan kami datang sekitar sepuluh menit kemudian. Kami memesan menu yang sama. Kentang goreng, burger, sayap ayam dan milkshake. Percakapan kami mengalir dengan mudah. Kami tidak membicarakan hal penting. Kami bergurau, makan dan bersenang-senang. Untuk beberapa saat, aku melupakan masalahku dan rasanya menyenangkan. “Aku kenyang sekali sampai-sampai tidak bisa berpikir lagi.” Perkataannya membuatku tertawa. Matanya terlihat puas dan itu membuatnya lucu. “Kamu terlihat seperti habis dipuaskan oleh makanan,” gurauku. Dia tersenyum miring. “Memang, aku dipuaskan oleh makanan.”Aku menertawakannya. Kata puas dan makanan memang tidak aneh jika digabungkan dalam satu kalimat, tetapi kami membuatnya seolah itu tidak pantas. “Wah. Makanan memberiku kepuasan meskipun tidak sama seperti aku dipuaskan oleh Travis...”Aku tersedak. “Jangan berani-berani meneruskan kalimat itu, aku tidak mau tahu lebih b
“Kamu ingin aku percaya omong kosong itu? Kamu itu selalu terobsesi dengannya,” katanya dengan cibiran. Disusul denganku yang mendengus. “Lalu sekarang terlihat seperti kamu yang terobsesi dengannya. Sekarang, permisi. Aku harus pergi. Kamu sudah membuang banyak waktuku.”“Aku belum selesai berbicara denganmu, dasar jalang!”“Aku bersumpah, Ava, jika kamu berjalan menjauh, akan kucari bajingan cilik milikmu itu dan akan kubuat dia membayar semuanya. Toh, dialah salah satu alasan aku kehilangan segalanya.”Aku mendengar Travis terkesiap, tetapi aku tidak memikirkannya. Seakan tubuhku memiliki kehendak sendiri, aku berbalik dan mendorongnya. Kudorong dia hingga menatap sebuah van. Aku mengunci lehernya dengan lenganku hingga dia tercekik.Kelas bela diri yang kuambil berguna dan terhitung sejak minggu lalu, aku sudah mendapat ijin sebagai pemegang senjata api. Ethan menasihatiku untuk mulai membawanya semenjak rumahku tertelan oleh api. Tidak ada yang kupikirkan ketika aku mengambil s
Aku masih merasa sebal ketika aku sampai di rumah baruku. Butuh beberapa waktu bagiku untuk membiasakan diri menyebutnya sebagai rumahku. Aku memarkir truk dan keluar dengan perasaan terkejut. Rowan sedang duduk di luar rumahku. Aku mendekatinya dengan tatapan tajam. "Jika kamu di sini untuk memarahi aku mengenai Emma, kamu bisa kembali ke mobilmu dan pergi," kataku padanya sambil menunjuk mobil Ashton Martin hitamnya yang ramping. Aku bersumpah, jika dia berada di sini untuk membuatku kesulitan, aku akan menghajarnya sampai ke luar angkasa dan kembali lagi. "Apa yang kamu bicarakan?" Tanyanya sambil berdiri. Ekspresi kebingungan terlihat di wajahnya. "Aku yakin perempuan jalang itu meneleponmu dan mengatakan banyak kebohongan, ‘kan?" Aku mengernyit, mengingat apa yang dikatakan Emma. Aku mengetuk-ngetukkan kakiku menunggunya untuk menjawab. Maksudku, kenapa lagi dia ada di sini beberapa menit setelah pertengkaranku dengan Emma? "Aku tidak tahu apa yang sedang kalian bicarakan,
Aku membukanya, sebelum berbalik menghadap mereka. Enam tangan lebih baik daripada empat tangan. Selain itu, beberapa barang terlihat berat. Akan lebih mudah bagi mereka berdua untuk membawanya, bukan hanya aku dan Ethan. “Bisakah kalian berhenti menatap ke bawah dan membantuku?” Aku bertanya ketika tidak ada satu pun dari mereka yang bergerak. Rowan mendengus lalu melangkah ke arahku. Ethan segera menyusul. “Jadi, apa yang akan kamu bawa pertama kali?” Aku bergumam ketika tak satu pun dari mereka bergerak untuk melakukan apa pun. Mereka mulai membuatku jengkel. Aku yakin tidak ada yang akan pergi, jika aku meminta mereka, tetapi mereka juga tidak membantu. Jika aku tahu ini akan terjadi, aku akan menyewa seseorang. Akhirnya, Ethan bergerak lebih dulu dan meraih salah satu ujung sofa. Setelah menggertakkan rahangnya, Rowan mengambil ujung yang lain. Mereka diam-diam bergerak dan membawa sofa itu ke ruang tamu. Mengambil apa yang bisa kubawa dengan mudah, aku membawanya ke dalam.
Rowan. “Apa yang terjadi padamu?” Tanya Gabriel ketika melihat ke kantong es yang menempel di wajahku. “Ethan,” dengusku. Sedang tidak ingin berurusan dengan saudaraku. Astaga! Aku tidak percaya aku berkelahi dengan orang bodoh itu. Aku benar-benar kesal dan membiarkan perkataannya memancingku. “Polisi itu?” Tanyanya keheranan. “Pacarnya Ava yang baru?”Aku melempar kantong es itu ke tembok setelah mendengar itu. “Dia bukan pacarnya!” Kataku dengan ketus dan berdiri. Emosiku meninggi dan hampir meledak-ledak. Aku masih tidak mengerti mengapa Ava tidak bisa melihat bahwa pria itu penipu. Aku belum bisa menggali informasi lebih dalam tentangnya. Laporan-laporan itu menggambarkannya sebagai pria yang baik-baik saja. Tidak ada yang aneh, tapi firasatku mengatakan sebaliknya. Ada sesuatu tentangnya yang membuatku merasa tidak nyaman. Sesuatu yang dia sembunyikan. Firasatku tidak pernah salah sebelumnya. “Dari yang kudengar, dia... apa yang terjadi?” Aku menarik nafas dalam-dalam, m
Dia benar-benar telah kehilangan akal sehatnya. Bukan hal yang aneh jika orang tetap menikah meskipun mereka tidak saling mencintai. Sembilan tahun tidak bisa mengubah fakta bahwa aku membenci Ava. Terutama setelah perbuatan yang dia lakukan untuk membuatku tidur dengannya. “Kalau begitu, jelaskan padaku kenapa kamu merasa begitu yakin dia berpacaran dengan Ethan?” Desaknya. “Aku sudah bilang padamu! Aku tidak akan peduli jika dia berkencan dengan pria lain, tapi ada sesuatu yang mencurigakan dengan polisi itu.” Pembicaraan kami berputar-putar dan itu hanya membuatku merasa semakin kesal. Aku pikir setidaknya dia akan mengerti, tapi sepertinya tidak. Dia malah berpikir bahwa aku marah karena aku memiliki perasaan pada Ava dan aku cemburu. “Aku akan menjadi orang pertama yang mengakui bahwa apa yang Ava lakukan sembilan tahun lalu adalah salah. Kita memperlakukannya dengan buruk karena hal itu, tetapi bagaimana jika dia tidak berbohong ketika dia mengatakan bahwa dia mabuk? Bagaiman
Ketika Gabriel mengatakan padaku bahwa kami akan mengunjungi keluarganya di acara barbekyu mingguan mereka, aku tidak berpikir acaranya akan secepat ini. Kemarin di kantor aku begitu sibuk. Jelas sekali bahwa pegawai wanita begitu menggilai Gabriel. Sejujurnya, aku tidak masalah. Bukan salahnya karena dia sendiri begitu menawan. Apa yang menjadi masalah adalah beberapa pandangan penuh kebencian dan iri hati yang kudapatkan dari beberapa wanita itu. Kalau kupikir hanya Laras-lah wanita satu-satunya yang mengancamku akan merebut Gabriel, yah aku salah. Bahkan aku tidak bisa menghitung berapa kali aku ‘diajak bicara’ oleh beberapa wanita ketika Christopher menyuruhku untuk melakukan sesuatu di bawah. Ternyata, dua wanita yang dimarahi oleh Gabriel tadi itu bertanggung jawab karena menyebarkan berita bahwa aku wanita barunya Gabriel. Sepertinya tangannya yang ditaruh di punggungku-lah yang membuat mereka mengira demikian. Kabar baiknya adalah mereka semua berpikir aku hanyalah sekedar m
"Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wijaya," ujarnya setelah beberapa saat sambil memberikan senyum lebar yang menyilaukan."Senang juga bertemu denganmu," jawabku, menjabat tangannya. "Lalu, panggil saja aku Hana.""Karena sudah jelas, Christopher, Hana akan bekerja bersama Anda. Aku butuh dia belajar beberapa hal, jadi tolong tunjukkan semua yang perlu dia ketahui," kata Gabriel, menarik perhatian kami ke arahnya."Tentu, Bos," jawab Christopher.Dia hendak berbalik, tetapi berhenti sejenak. "Dan tolong jangan beri tahu siapa pun bahwa dia istriku untuk saat ini. Jika ada yang bertanya, tetap diam saja," tambahnya, sebelum melangkah ke meja kerjanya dan duduk.Mata Christopher berpindah dari aku ke Gabriel. Ada tampak kebingungan, tapi aku tidak bisa menjelaskan situasinya. Kami sudah sepakat bahwa sampai orang tua Gabriel tahu, kami tidak akan mengumumkan pernikahan kami.“Kalian berdua bisa pergi,” ujar Gabriel dengan suara yang terdengar sibuk. Matanya sudah tertuju pada dokumen-d
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup