“Pikirmu kamu bisa lepas dariku dengan mudah?” Geramnya.Aku menaikkan kakiku, menendang alat viralnya. Aku kembali berdiri dan kabur entah ke mana. Aku hanya ingin menjauh darinya.Dia pulih dengan cepat, karena segera setelah itu aku merasakan tangan yang mencengkeram mata kakiku. Dia menarikku dan aku terjatuh dengan benturan di daguku yang menatap lantai. Dia berada di atasku sebelum aku bisa pulih dari dampak benturan.“Dasar jalang!” Teriaknya sebelum menampar wajahku dengan keras.Untuk beberapa saat, aku merasa pandanganku berkunang-kunang dan kabur. Dipukul oleh pria rasanya sakit.“Karena kamu membuat segalanya sulit bagiku, aku akan bersenang-sennag denganmu sebelum membunuhmu.” Ujarnya dengan nada jahat.Aku tidak perlu lagi berpikir apa yang dimaksud olehnya. Aku merasakan tangannya di pinggangku dan dia mencoba untuk menarik celana piyamaku turun. Ketakutan menyelimutiku. Inikah caraku mati? Diperkosa dan dibunuh di rumahku sendiri?Aku melawannya, tetapi dia menekan kedu
Rowan“Pak?” Dion menelepon dengan suaranya yang gemetar tidak wajar.Aku melepaskan pelukanku dari Emma, yang sedang bersandar di dadaku dan di saat yang sama kami sedang menonton film. Banyak hal yang telah kulakukan untuk akhirnya dia bisa memaafkanku. Aku tidak bermaksud untuk menyakitinya lebih lagi. Aku ingin segalanya kembali seperti semula, ketika kami masih muda.Aku masih benar-benar sangat bingung dan tidak tahu apa yang sedang kulakukan. Mencium saudara Emma saat aku sedang berhubungan dan mencintai Emma. Aku masih bisa merasakan bibir Ava berhari-hari lamanya, tetapi seperti yang telah kulakukan sebelumnya untuknya, aku mengubur ingatan akan Ava dan ciuman itu dalam-dalam di benakku.Aku telah menunggu begitu lama untuk akhirnya bersama Emma. Tidak akan aku hancurkan kesempatan untuk bersamanya lagi. Apa pun yang kurasakan untuk Ava itu bukan apa-apa. Selain Noah, Emma adalah duniaku, selamanya begitu. Tidak akan kubiarkan ada penghalang apa pun lagi. “Apa?!” Aku bertanya
“Baiklah,” balasnya dan dia membuka matanya. Brian memotong pembicaraan kami. “Jangan khawatir, mereka akan sampai sebentar lagi. Nah, sambil menunggu, apakah saya boleh menanyai Anda beberapa pertanyaan?”Ava menganggukkan kepalanya dan mengernyit, merasakan sakit akan lukanya. ‘Sial!’ Kataku sembari menyibak rambutku. Dia kesakitan dan aku merasa amarah mendalam di dalam diriku. “Baiklah. Bisakah Anda memberi saya gambaran mengenai seperti apa rupa pelaku yang menyerang Anda?” Tanya Brian padanya. Ava menarik nafas panjang. “Dia memakai masker, jadi aku tidak tahu wajahnya seperti apa. Namun, aku ingat rambutnya berwarna cokelat dan acak-acakan. Dia cukup tinggi, mungkin sekitar seratus delapan puluh centimeter dan badannya benar-benar besar dan kokoh.”“Ada lagi?”“Tidak. Itu saja.”“Apakah dia mengatakan sesuatu? Misalnya mengapa dia menargetmu?”“Iya. Dia berkata bahwa dia bukanlah anggota geng manapun, tetapi seseorang berjanji akan membayarkan sejumlah besar uang jika dia me
POV Anonim. Aku benar-benar sebal. Ini merupakan sebuah penghinaan. Bukan sebal lagi, aku sudah benar-benar merasa marah. Lagi-lagi dia berhasil kabur dariku, Lagi-lagi dia berhasil selamat dari maut. “Katakan padaku, bagaimana bisa dia masih hidup?” Tanyaku pada Rafael. “Aku bersumpah aku hampir saja berhasil kali ini. Sedikit lagi aku bisa mengakhiri hidupnya, tetapi pengawal sialannya itu datang dan menyelamatkannya,” gumamnya. Oh, dia pikir aku bodoh? Bahwa aku tidak tahu apa yang terjadi? Aku hanya mendapatkan alasan dari dia sejak rencana ini dimulai. Tiga kali sudah dia gagal untuk membawakanku mayatnya. Satu-satunya yang bisa kusyukuri adalah aku belum membayarnya. Bayangkan saja jika dia sudah kubayar, tetapi dia tetap saja tidak berhasil. Dia seharusnya bisa mendapat tujuh setengah miliar rupiah jika berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Seharusnya dia cukup termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dan menyelesaikannya tepat waktu sesuai persetujuan kami dengan uang sebeg
Ava. Aku masih proses pemulihan dari penyerangan tadi. Tidak hanya fisikku yang babak belur, mentalku juga. Aku hanya ingin ini semua segera berakhir. Tiga kali sudah seseorang mencoba untuk membunuhku. Tiga kali sudah aku bisa lolos. Aku tidak tahu kapan keberuntunganku akan habis, sebab pastilah siapa pun itu yang menginginkan kematianku benar-benar ingin membuatku tidak bisa melihat Noah lagi. Aku merinding ketika aku ingat seberapa dekat aku akan bertemu dengan penciptaku. Dia sudah berada di rumahku, merencanakan untuk merudapaksaku sebelum membunuhku. Air mata mulai memenuhi pelupuk mataku dan aku berusaha dengan keras untuk tidak membiarkannya mengalir. Aku sudah cukup banyak menangis beberapa hari terakhir ini. Aku sudah lelah, tetapi aku tidak bisa mengerti. Mengapa ada yang ingin aku mati? Aku tidak pernah berbuat masalah apa pun pada seseorang, selain Emma. Bahkan dia sudah bersama dengan Rowan sekarang, seharusnya itu sudah mengampuni dosaku. Aku tidak pantas mendapatkan
“Christine, kamu melakukan segalanya untuk menghancurkanku, berpikir bahwa Rowan akan melihatmu. Bahkan ketika kami menikah, kamu mencoba dengan sepenuh hati untuk menggodanya tetapi dia tidak tertarik. Tentu, dia tidak mencintaiku, tetapi aku dulu adalah istrinya, dan kamu bukanlah siapa-siapa selain sekretarisnnya dia yang bahkan tidak menarik baginya. Jadi, kutanyakan pertanyaan yang sama padamu, bagaimana rasanya mengetahui bahwa kamu tidak akan pernah menjadi pasangannya? Bahwa dia tidak akan pernah melihatmu lebih dari sekedar seorang sekretaris? Bahwa dia lebih baik meniduriku meskipun dia membenciku, daripada selingkuh denganmu? Lalu, bagaimana rasanya mengetahui bahwa kamu tidak akan punya kesempatan, karena Emma sudah kembali?” Aku menyunggingkan senyum jahat, bangga karena akhirnya aku bisa membela diri. “Dasar jalang jelek!” Geramnya sebelum melompat ke arahku. Aku sempat untuk menghindar dan dia tersandung heelsnya yang terlampau tinggi dan mahal itu. Dia segera berdiri
“Apakah kamu yakin atas apa yang kamu lakukan, Ava?” Tanya Ruby dengan khawatir. Aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah Noah. Hari ini ada pertemuan antar guru dan orangtua yang dilaksanakan setahun sekali dan aku seharusnya bertemu Rowan di sana. Ruby memanggilku untuk mengetahui apakah kami bisa pergi bersama karena sudah lama kami tidak berjumpa. Ketika aku sedang diserang, dia sedang berada di Jepang bersama Travis untuk urusan bisnis. Dia kembali lusa lalu. “Aku yakin. Aku berpikir ini adalah jalan terbaik untuk melupakan Rowan. Maksudku, bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan orang lain jika aku tidak menyelesaikan yang lama?”Aku sudah memberitahunya mengenai ciuman yang kulakukan bersama Ethan. Selama beberapa hari terakhir, kami melakukannya terus, tetapi tidak lebih dari itu. “Tentu, tetapi tidakkah kamu pikir kamu bergerak sedikit terlalu cepat? Sudah berapa lama kamu mengenal dia?” Pertanyaannya membuatku membuyarkan lamunanku. “Sekitar tiga bulan...tunggu, meng
Apa yang aku inginkan? Apakah aku hanya menggunakannya atau aku benar-benar menginginkannya? Aku tidak ingin membuat segalanya rumit atau menyulitkan diriku sendiri untuk hal ini. Aku sudah memutuskan untuk melupakan Rowan, tetapi akankah aku melakukannya dengan benar?Aku tidak ingin menyakiti Ethan, apalagi jika dia benar-benar tertarik untuk menjalin hubungan denganku, tetapi sebagian dari diriku takut bahwa aku akan menjadi ketergantungan secara tidak sehat dengannya. Dia membuatku melupakan Rowan dan cintaku untuknya. Aku takut itulah alasanku aku tenggelam dalam pesonanya. Meskipun ini terlihat tidak bagus, aku masih memikirkanya. Apakah benar se-tidak bagus itu? Kita semua ingin seseorang untuk melupakan segalanya. Apakah ini salah jika aku menginginkan Ethan karena dia membuatku melupakan semua rasa sakit hati dan deritaku?Bel mobil berbunyi di belakangku membuatku tersentak. Aku tenggelam begitu dalam dalam pemikiranku, sampai-sampai aku tidak sadar bahwa aku sudah berada d
EmmaAku memandangi kekacauan yang ada di depanku. Aku tidak begitu yakin harus apa. Aku sudah memikirkannya selama beberapa hari ke belakang ini, dan masih saja tidak bisa kutemukan jawaban tepat akan kenapa aku merasa seperti ini. Aku sudah mencoba untuk memikirkannya, tapi sama sekali tidak ada yang terpikir olehku. Apa yang kutahu adalah aku merasa aneh. Seakan ada hal yang salah atau buruk yang akan terjadi. Aku tidak bisa menepis perasaan itu, tidak peduli sekeras apa yang kucoba. Perasaan itu masih menghampiriku dan tertancap di hatiku. Pernahkah kalian merasa seperti itu? Seolah kalian mendapat ramalan soal sesuatu yang akan terjadi? Hal ini membuatku frustasi, sebab aku tidak bisa menepisnya, dan aku seolah akan gila dibuatnya. Aku menghela nafas dan menatap tanganku yang ditutupi sarung tangan. Mia menyarankan agar aku melakukan sesuatu untuk melupakan kekhawatiranku dan rileks. Kemarin, aku berbicara dengan Ava dan berbicara padanya soal ini. Dia menyarankan agar aku mula
“Aku akan berbicara dengan orang tuaku.”Kami berbalik, dan terkejut saat melihat Ava berdiri beberapa langkah dari kami, fokusnya tertuju pada Travis.“Balas dendam mereka sudah berlangsung terlalu lama.”“Belum cukup lama menurutku,” sahut Reaper dengan suara penuh rasa jijik. “Mengingat perlakuanmu terhadap Ava, aku tidak akan berhenti jika aku jadi mereka.”“Serius? Lalu bagaimana dengan saudaramu? Dia mempermainkannya dan memanfaatkannya,” balas Travis dengan penuh amarah.“Itu benar, tapi dia akan membayar untuk itu untuk waktu yang sangat lama ... Tapi, bagaimana denganmu dan keluargamu? Ethan mempermainkannya selama beberapa bulan tetapi akhirnya jatuh cinta padanya. Kamu, di sisi lain, memperlakukannya dengan sangat buruk sejak dia masih kecil. Bisakah kamu benar-benar membayar rasa sakit hati yang telah kamu sebabkan padanya?”Rowan menegang saat mendengar nama Ethan dan cinta yang dimilikinya untuk Ava. Aku mengenal saudaraku, dan kami sudah membicarakan ini beberapa kali. D
Gabriel.Kami melihat Ayah kami pergi, langsung menuju ke arah Ibu kami. Menurutnya, kami membosankan, jadi dia memilih Ibu kami, yang katanya lebih menyenangkan daripada kami.Begitu dia berada di luar jangkauan pendengaran, Travis berbalik ke arah kami dengan alis mengernyit.“Aku tidak mengerti kenapa dia ada di sini,” gerutu Travis sambil menatap tajam Reaper.“Ada masalah?” tanya Reaper. Meskipun nadanya tenang, tidak dipungkiri auranya diselimuti oleh aura berbahaya. Tatapan matanya yang berkilat, meskipun terlihat tenang dan terkendali, sudah cukup jadi peringatan bahwa tidak seorang pun seharusnya macam-macam dengannya. Dia adalah ancaman yang nyata, tapi sahabatku terlalu bodoh untuk menyadari itu. Untuk menyadari bahwa Reaper bukan orang lemah, meskipun sekarang dia tampak tidak berbahaya.“Ya, aku punya masalah!” Travis menggeram. “Kamu membunuh ayahku, dan berani-beraninya kamu kemari?”“Aku di sini bersama tunanganku. Apapun masalahmu itu, selesaikanlah sendiri.”Rowan da
Aku punya salah satu produk mereka, dan merupakan produk kesukaanku. Yah, dulunya, sebab aku tidak lagi menggunakannya sekarang saat bersama dengan Gabriel. Ah, kalian pasti tidak akan menyadari perbedaan saat memakainya. Rasanya seperti kelamin pria sungguhan. Mereka punya alat lain, tapi dildo merekalah yang kesukaanku. “Yah, butuh banyak riset, dan kami semua berperan. Sungguh menyenangkan meneliti dan bereksperimen,” imbuh Ava dengan senyumannya.“Karena kamu menyukai produk kami,” ujar Ruby sambil tersenyum miring. “Bagaimana kalau kamu jadi mitra?”Aku mengerutkan kening sambil memikirkan tawarannya. “Aku tidak tahu. Gabriel sudah mengembalikan perusahaan keluargaku. Bukankah terlibat dengan perusahaan alat bantu seks bisa merusak citranya? Kamu tahu betapa angkuhnya orang-orang bisa jadi.”“Jangan khawatir,” Ava menenangkan. “Kami semua semacam mitra diam. Kami punya CEO dan wakilnya, tapi mereka hanya menjadi wajah perusahaan. Kami yang menjalankan semuanya, tentu dengan bant
“Ro!” seru Ava. “Dia akan tetap polos dan suci sampai rambutnya memutih nanti. Akhir dari cerita.” Setelah itu, dia berjalan menjauh sambil menghentakkan kakinya. Pemikiran bahwa Liliana akan berhubungan badan suatu hari nanti jelas mengganggunya. Ava menoleh ke arahku. “Aku tidak mengerti! Bagaimana bisa pemikiran bahwa Liliana berhubungan badan begitu mengganggunya, padahal kita juga melakukan hal yang sama sepanjang waktu? Aku juga putri orang lain, dan dia masih meniduriku!”Aku terkekeh sambil mengusap lengannya dengan lembut untuk menghiburnya. “Jangan khawatir, aku rasa semua pria sama saja jika menyangkut putri mereka. Gabriel mengatakan hal yang hampir sama tentang Lilly ... Ethan juga akan bereaksi serupa, begitu pula Reaper kalau mereka punya anak perempuan. Ayahku dulu sering bilang bahwa dia tidak akan pernah mengizinkan anak laki-laki mendekatiku, dan aku yakin kalau kamu tanya ayahmu, dia pasti berpikir hal yang sama saat kamu lahir. Bahkan, aku tahu dia mungkin benci
Hana. Aku memandang sekitar, mencoba untuk memastikan segalanya sudah sempurna. Kami sudah berada di rumah kami yang baru hari ini, dan kami memutuskan untuk menghelat pesta peresmian bagi rumah baru kami. Bukan pesta besar, kami hanya akan mengundang teman dekat dan keluarga. “Apakah semuanya sudah siap?” tanyaku pada koki. Koki itu terpesona akan rumah ini dan jatuh cinta pada dapur ini. Seperti yang kukatakan sebelumnya, dapur kami ini mimpi bagi setiap koki. Kalau bukan karena dia harus pulang ke rumah untuk keluarganya, aku bersumpah bahwa dia pasti akan tidur di sini. Maksudku di dapur, bukan di rumah ini. “Ya,” jawabnya sambil tersenyum. Matanya berbinar akan kebahagiaan dan keantusiasan. “Semuanya sudah siap.”Seperti yang sudah kukatakan, pestanya tidaklah besar. Hanya akan ada orang tuanya Gabriel, Rowan dan Ava, Travis dan Ruby, Calista dan Reapeer, Noah, Liliana, Guntur, dan Shella. Bel pintu berbunyi, dan aku meninggalkan dapur untuk membukanya. Lilly masih bersiap-si
Aku melipat tanganku di atas meja dapur. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan atau berkata apa setelahnya. “Bagaimana rasanya?” tanyaku setelah beberapa saat. “Aku tidak tahu. Aku berbicara pada Noah dan dia berkata padaku bahwa dia juga meminta maaf padanya karena sudah mencoba menghalangi hubungan Paman Rowan dan Tante Ava.”Wow. Aku terkejut mendengarnya. Sepertinya, Emma sudah mencoba untuk meminta maaf pada yang telah disakitinya, termasuk anak-anak yang biasanya diremehkan oleh orang lain. “Dia juga meminta maaf padaku, beberapa minggu yang lalu,” ujarku. “Lalu, bagaimana rasanya?”“Oh, apakah kamu sedang berperan jadi orang tua?” ujarku sambil tertawa kecil. “Tapi, kita sedang tidak membicarakan diriku. Kamulah yang Ayah khawatirkan.”Dia menghela nafas. “Aku tidak tahu. Aku masih marah padanya dan merasa sakit. Dadaku sesak saat memikirkan bagaimana sakitnya dulu saat dia tidak mau berurusan denganku.”“Ayah mengerti itu, anakku. Kamu juga berhak untuk marah. Tidak ada y
Calvin. Aku melihat video yang dikirimkan Anjani padaku dan tertawa perlahan saat melihat seberapa lucunya itu. Dia mengirimkanku video hewan lucu secara acak, sebab dia tahu bahwa video ini akan membuatku tertawa. Tidak satu hari pun terlewatkan tanpa dirinya yang mengirim satu atau dua video. Kalau boleh jujur, aku mendambakan untuk melihatnya dari percakapan kami. Segalanya di antara kami sempurna. Di luar Emma, aku belum pernah seserius ini soal wanita sebelumnya. Memang, aku sudah mencoba untuk melupakaannya ketika aku masuk kuliah, tapi yang kulakukan hanyalah sekedar tidur dengan wanita secara asal, alih-alih melupakan Emma. Jangan lihat aku seperti itu. Semua gadis yang kutiduri sebelum Emma tahu batasan. Mereka tahu bahwa tidak akan ada apa-apa di antara kami, hanya kesenangan semata. Aku sudah membuatnya begitu jelas sebelum tidur bersama mereka. Mereka mengerti dan menerimanya. Hidup sungguh simpel sampai Emma dan aku kembali bertemu. Setelah kali pertama aku tidur denga
“Apa yang kamu rasakan saat melihat Guntur?” tanya Mia. Seperti biasa, matanya begitu ajaib. Menatapku seolah dia bisa melihat sampai menembus jiwaku. Karena aku sudah kembali bekerja, kami harus memindahkan jadwal untuk menyesuaikan jadwal baruku. Kebanyakan sesiku sekarang dijadwalkan antara pukul empat tiga puluh dan enam sore. Aku sudah tahu jawabannya. Aku tidak perlu memikirkannya. Tapi, saat memikirkan hari itu, air mata langsung membanjiri mataku. “Menyayat hati,” lirihku. Aku merasa bahwa perasaanku dipaksa untuk ditarik keluar dari dalam diriku. Ditarik keluar dari sisi terdalam jiwaku. Aku mencoba untuk menahan isakan yang akan lepas, tapi percuma saja. Aku menangis begitu keras sampai aku kesulitan untuk bernafas. “Bagaimana bisa?” tanya Mia sambil mengulurkanku tisu. Aku menerima tisu itu dan menyeka air mata yang membanjiri wajahku. Tapi percuma saja, sebab air mata itu terus mengalir layaknya air terjun. Aku merasa marah pada air mata itu sebab mereka terus berjatu