Aku ingin meraihnya dalam pelukanku, tetapi dia berada di tempat yang beratus-ratus kilometer jauhnya. “Ibu minta maaf sayang. Mungkin Ayah sibuk dengan pekerjaan.”“Namun Ayah sudah janji!” Dia berteriak di layar. “Ayah bilang dia tidak akan melupakan janjinya, tetapi dia melakukannya.” Dia sudah menangis sekarang dan itu menghancurkanku. Ibu dan Joyce, Ibu Rowan datang untuk menenangkannya. Aku ingin berada bersamanya dan kenyataan bahwa aku tidak bisa seakan membunuhku. “Ayah akan menebusnya, sayang. Ingatlah Ayah mencintaimu dan dia tidak pernah melupakanmu,” kataku untuk menenangkannya. Dia tidak menjawab. Noah hanya menatap ke suatu arah dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya. Dia benar-benar terlihat kosong. Ketika dia tidak bergeming atau mengatakan apa pun, Joyce berkata bahwa mereka akan menenangkannya sebelum memutus sambungan telepon. Aku menghentakkan langkahku keluar dari sekolah dan menuju parkiran. Sebagian besar dari mobil sudah pergi. Aku baru saja akan
Rowan. Aku menatap tanganku. Ibuku berbicara lembut padaku, “Maafkan Ibu, Ro. Noah tidak mau berbicara denganmu.”Tidak pernah aku merasa sesakit ini. Bahkan ketika Emma memutus hubungan denganku dan pergi. Noah marah denganku dan menolak untuk menjawab teleponku. Ava benar, Noah seharusnya kuutamakan dan aku mengecewakannya. Aku memutuskan untuk mengajak Emma pergi menggunakan yacht-ku. Dengan begitu, kami bisa berbicara secara pribadi lebih leluasa. Dia terlihat tidak senang ketika mengetahui bahwa aku meninggalkannya untuk menemui Ava. Ini adalah caraku untuk meminta maaf padanya. Sayangnya, aku sampai lupa waktu dan ponselku mati kehabisan daya. Aku tidak pernah melihat Ava marah, dan kemarin hal itu sangat mengejutkanku. Fakta bahwa dia membela Noah dan bersikap tegas karena kelakuanku membuatku merasa bangga padanya. Dia ternyata bisa kokoh berdiri pada pendiriannya. Sebuah hal bagus. “Rowan?” Panggil Ibuku. “Akan Ibu tutup ya.”Noah tidak pernah menolak untuk berbicara pada
“Apakah ini karena dia bukan ibumu?” Mungkin dia tidak menyukai Emma karena dia bukan ibunya. Mungkin dia merasa Emma menggantikan posisi ibunya. “Aku hanya tidak menyukainya. Ditambah lagi dia kakaknya Ibu, ini benar-benar salah, Ayah.” Jelasnya.Apakah ini hanya kebetulan semata bahwa alasan Noah tidak menyukainya sama seperti Ava? Mungkinkah Ava memengaruhinya untuk membenci Emma? Jika iya, aku tidak akan terkejut. “Dengar, Noah. Ayah memacari Emma dan Ayah berharap kamu bisa memperlakukannya dengan hormat. Suatu hari nanti mungkin Ayah akan menikahinya dan dia akan menjadi Ibu tirimu. Kamu harus terbiasa melihatnya di sekitarmu.”Aku harus segera menghapus ketidaksukaannya akan Emma yang bertumbuh di dalamnya. Noah harus mengerti bahwa Emma tidak akan kulepas. “Tidak akan pernah!” Teriaknya dengan nada menantang melalui telepon. “Noah…” “Jika Ayah menyukainya, maka baiklah. Namun, ketahuilah bahwa aku tidak akan pernah menerimanya. Aku tidak akan pernah menyukainya dan dia tid
Ava. Aku senang hari ini. Bukan hanya makan malam bersama Ethan berjalan lancar, tetapi besok aku akan kembali bekerja, dan sehari setelahnya adalah ulang tahunku. Seperti yang sudah kuprediksi pada hari Sabtu, Ethan benar-benar membuatku melupakannya. Beberapa menit setelah sampai di tempatnya, aku sudah dibuat tertawa terbahak-bahak. Dia benar-benar memasak, dan hasilnya tidak mengecewakan. Masakannya benar-benar enak. Lelaki yang bisa memasak dan membuatmu tertawa itu membuatku terkagum. Malam itu berakhir menyenangkan. Segalanya juga membaik ketika aku pulang dan bisa berbicara dengan Noah. Dia sudah sedikit tenang. Kami berbicara mengenai banyak sekali hal, sebelum dia jatuh tertidur sambil masih meneleponku. Itu adalah puncak dari hariku. Aku sedang memanggang sesuatu ketika ada yang mengetuk pintu. Aku sedang ingin sesuatu yang manis, jadi aku membuat biskuit dan kue cokelat. Aku mengusap tanganku dengan lap dapur, lalu pergi membuka pintu. Aku sedikit terkejut ketika meli
“Keluar!” Aku berdiri dan menunjuk ke arah pintu. Aku sudah muak dengan kekonyolan ini. Tidak akan kubiarkan dia menghancurkan kebahagiaan yang kurasakan hari ini. Dia juga berdiri. “Apa? Kamu pasti tidak senang aku mengetahui rencanamu. Tinggal tunggu waktu saja sampai semua orang menyadari semua penyerangan ini cuma sandiwara belaka.”“Apakah kamu sudah selesai menunjukkan seberapa bodoh dirimu padaku?” Tanyaku. “Kamu berpikir aku memalsukan penyerangan ini, tetapi tahukah kamu apa yang kupikirkan? Aku berpikir kamulah yang di belakang semua ini. Aku tidak memiliki musuh, kecuali kamu. Lantas, siapa yang akan diuntungkan jika aku mati? Tentu saja kamu,”“Kalau aku tidak ada, kamu akan memiliki Rowan seutuhnya untukmu dan kamu tidak harus melihatku di sekitaru sebab hak asuh penuh akan diberikan pada Rowan.”Dia memandangku dengan terkejut. Antara dia terkejut karena aku mengetahuinya atau terkejut karena aku dengan berani menuduhnya. Aku sudah memikirkan segalanya, dan ini terdenga
Melihat wajah marah Rowan membuatku berharap aku tidak membuka pintu. Sebelum aku bisa bereaksi, dia mendorongku masuk dan menutup pintu. Dia terus mendorongku hingga kami berhenti di ruang kosong antara dapur dan ruang tamu. “Apa-apaan ini?!” Seru Rowan, membuatku gemetar karena amarahnya. “Apa?”“Apakah kamu pikir Emma tidak memberitahuku? Atau pikirmu aku tidak akan menyadari bekas tangan di pipinya karenamu?”Nafasnya mulai terburu. Kata-katanya membuatku mengerti mengapa dia ada di sini. “Kamu tidak mengerti.” Aku mencoba untuk menjelaskan alasanku tetapi dipotong olehnya. “Mengerti apa? Bahwa kamu menamparnya tanpa alasan? Bahwa kamu menuduhnya bahwa dia yang menargetmu tanpa bukti? Atau kamu mau aku mengerti seluruh perkataan jahat yang kamu lontarkan padanya?!” Ujarnya dengan mata menyala-nyala. Aku tidak tahu apa yang diberitahu Emma pada Rowan, tetapi aku yakin dia berbohong dan tidak menceritakan segalanya. “Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Emma, apakah kamu menge
Ponselku berdering untuk ribuan kalinya hari ini. Nama kontak Ruby berkedip di layar, tetapi seperti sebelumnya, aku mengabaikan panggilannya. Dia telah mencoba untuk meneleponku sejak kemarin.Aku sedang tidak ada dalam kondisi terbaik untuk berbicara dengannya. Dia masih berhubungan dengan dunia dan orang-orang yang ingin kujauhi. Karena itulah aku ingin menjauhi Ruby untuk sementara.“Berikan aku segelas lagi,” pintaku pada bartender segera setelah ponselku berhenti berdering. Hari ini adalah ulang tahunku dan inilah caraku merayakannya. Sendirian di bar, minum beberapa jenis racikan minuman, masih merasa sakit hati dari perkataan kasar Rowan. Aku mencoba sekuat tenaga untuk mendorong pikiran itu jauh-jauh. Sudah kucoba lebih keras lagi untuk melupakan setiap kata itu, tetapi sulit. Perkataan itu seakan sudah terpatri di keningku layaknya sebuah tato. Kami sudah menikah bertahun-tahun, dan tidak pernah terlintas di benakku bahwa dia berpikir aku tidak lebih dari seorang pelacur.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya sedang tidak ingin berbicara dengannya sekarang.” Aku berbicara dengan suara yang lantang. Musik di bar tidak terlalu kencang, tetapi terasa kencang di waktu yang sama.“Apakah kamu ada di bar atau semacamnya?” Tanyanya saat seseorang meneriakkan bahwa musik yang diputar adalah music kesukaannya. “Ya...benar.”“Apakah kamu mabuk?”“Hanya pusing,” jawabku. Padahal aku berencana untuk minum sampai masuk.“Apakah kamu sudah ada driver pengganti?”Aku tertawa. Karakteristik polisinya keluar saat ini, dan aku menyukainya. Aku juga menyukai bahwa dia khawatir tentang bagaimana aku akan pulang.“Tidak, tetapi aku akan naik taksi,” jawabku. “Oh, tidak boleh. Berikan aku waktu sepuluh menit,” katanya sebelum memutus sambungan. Aku menatap layar ponselku dengan mengerutkan keningku. Heran mengapa dia mengatakan itu. Aku mengacuhkannya, aku tidak mengambil pusing. Hari ini adalah tentang melupakan segalanya dan membebaskan diriku. Aku tidak tahu waktu sudah ber
EmmaAku memandangi kekacauan yang ada di depanku. Aku tidak begitu yakin harus apa. Aku sudah memikirkannya selama beberapa hari ke belakang ini, dan masih saja tidak bisa kutemukan jawaban tepat akan kenapa aku merasa seperti ini. Aku sudah mencoba untuk memikirkannya, tapi sama sekali tidak ada yang terpikir olehku. Apa yang kutahu adalah aku merasa aneh. Seakan ada hal yang salah atau buruk yang akan terjadi. Aku tidak bisa menepis perasaan itu, tidak peduli sekeras apa yang kucoba. Perasaan itu masih menghampiriku dan tertancap di hatiku. Pernahkah kalian merasa seperti itu? Seolah kalian mendapat ramalan soal sesuatu yang akan terjadi? Hal ini membuatku frustasi, sebab aku tidak bisa menepisnya, dan aku seolah akan gila dibuatnya. Aku menghela nafas dan menatap tanganku yang ditutupi sarung tangan. Mia menyarankan agar aku melakukan sesuatu untuk melupakan kekhawatiranku dan rileks. Kemarin, aku berbicara dengan Ava dan berbicara padanya soal ini. Dia menyarankan agar aku mula
“Aku akan berbicara dengan orang tuaku.”Kami berbalik, dan terkejut saat melihat Ava berdiri beberapa langkah dari kami, fokusnya tertuju pada Travis.“Balas dendam mereka sudah berlangsung terlalu lama.”“Belum cukup lama menurutku,” sahut Reaper dengan suara penuh rasa jijik. “Mengingat perlakuanmu terhadap Ava, aku tidak akan berhenti jika aku jadi mereka.”“Serius? Lalu bagaimana dengan saudaramu? Dia mempermainkannya dan memanfaatkannya,” balas Travis dengan penuh amarah.“Itu benar, tapi dia akan membayar untuk itu untuk waktu yang sangat lama ... Tapi, bagaimana denganmu dan keluargamu? Ethan mempermainkannya selama beberapa bulan tetapi akhirnya jatuh cinta padanya. Kamu, di sisi lain, memperlakukannya dengan sangat buruk sejak dia masih kecil. Bisakah kamu benar-benar membayar rasa sakit hati yang telah kamu sebabkan padanya?”Rowan menegang saat mendengar nama Ethan dan cinta yang dimilikinya untuk Ava. Aku mengenal saudaraku, dan kami sudah membicarakan ini beberapa kali. D
Gabriel.Kami melihat Ayah kami pergi, langsung menuju ke arah Ibu kami. Menurutnya, kami membosankan, jadi dia memilih Ibu kami, yang katanya lebih menyenangkan daripada kami.Begitu dia berada di luar jangkauan pendengaran, Travis berbalik ke arah kami dengan alis mengernyit.“Aku tidak mengerti kenapa dia ada di sini,” gerutu Travis sambil menatap tajam Reaper.“Ada masalah?” tanya Reaper. Meskipun nadanya tenang, tidak dipungkiri auranya diselimuti oleh aura berbahaya. Tatapan matanya yang berkilat, meskipun terlihat tenang dan terkendali, sudah cukup jadi peringatan bahwa tidak seorang pun seharusnya macam-macam dengannya. Dia adalah ancaman yang nyata, tapi sahabatku terlalu bodoh untuk menyadari itu. Untuk menyadari bahwa Reaper bukan orang lemah, meskipun sekarang dia tampak tidak berbahaya.“Ya, aku punya masalah!” Travis menggeram. “Kamu membunuh ayahku, dan berani-beraninya kamu kemari?”“Aku di sini bersama tunanganku. Apapun masalahmu itu, selesaikanlah sendiri.”Rowan da
Aku punya salah satu produk mereka, dan merupakan produk kesukaanku. Yah, dulunya, sebab aku tidak lagi menggunakannya sekarang saat bersama dengan Gabriel. Ah, kalian pasti tidak akan menyadari perbedaan saat memakainya. Rasanya seperti kelamin pria sungguhan. Mereka punya alat lain, tapi dildo merekalah yang kesukaanku. “Yah, butuh banyak riset, dan kami semua berperan. Sungguh menyenangkan meneliti dan bereksperimen,” imbuh Ava dengan senyumannya.“Karena kamu menyukai produk kami,” ujar Ruby sambil tersenyum miring. “Bagaimana kalau kamu jadi mitra?”Aku mengerutkan kening sambil memikirkan tawarannya. “Aku tidak tahu. Gabriel sudah mengembalikan perusahaan keluargaku. Bukankah terlibat dengan perusahaan alat bantu seks bisa merusak citranya? Kamu tahu betapa angkuhnya orang-orang bisa jadi.”“Jangan khawatir,” Ava menenangkan. “Kami semua semacam mitra diam. Kami punya CEO dan wakilnya, tapi mereka hanya menjadi wajah perusahaan. Kami yang menjalankan semuanya, tentu dengan bant
“Ro!” seru Ava. “Dia akan tetap polos dan suci sampai rambutnya memutih nanti. Akhir dari cerita.” Setelah itu, dia berjalan menjauh sambil menghentakkan kakinya. Pemikiran bahwa Liliana akan berhubungan badan suatu hari nanti jelas mengganggunya. Ava menoleh ke arahku. “Aku tidak mengerti! Bagaimana bisa pemikiran bahwa Liliana berhubungan badan begitu mengganggunya, padahal kita juga melakukan hal yang sama sepanjang waktu? Aku juga putri orang lain, dan dia masih meniduriku!”Aku terkekeh sambil mengusap lengannya dengan lembut untuk menghiburnya. “Jangan khawatir, aku rasa semua pria sama saja jika menyangkut putri mereka. Gabriel mengatakan hal yang hampir sama tentang Lilly ... Ethan juga akan bereaksi serupa, begitu pula Reaper kalau mereka punya anak perempuan. Ayahku dulu sering bilang bahwa dia tidak akan pernah mengizinkan anak laki-laki mendekatiku, dan aku yakin kalau kamu tanya ayahmu, dia pasti berpikir hal yang sama saat kamu lahir. Bahkan, aku tahu dia mungkin benci
Hana. Aku memandang sekitar, mencoba untuk memastikan segalanya sudah sempurna. Kami sudah berada di rumah kami yang baru hari ini, dan kami memutuskan untuk menghelat pesta peresmian bagi rumah baru kami. Bukan pesta besar, kami hanya akan mengundang teman dekat dan keluarga. “Apakah semuanya sudah siap?” tanyaku pada koki. Koki itu terpesona akan rumah ini dan jatuh cinta pada dapur ini. Seperti yang kukatakan sebelumnya, dapur kami ini mimpi bagi setiap koki. Kalau bukan karena dia harus pulang ke rumah untuk keluarganya, aku bersumpah bahwa dia pasti akan tidur di sini. Maksudku di dapur, bukan di rumah ini. “Ya,” jawabnya sambil tersenyum. Matanya berbinar akan kebahagiaan dan keantusiasan. “Semuanya sudah siap.”Seperti yang sudah kukatakan, pestanya tidaklah besar. Hanya akan ada orang tuanya Gabriel, Rowan dan Ava, Travis dan Ruby, Calista dan Reapeer, Noah, Liliana, Guntur, dan Shella. Bel pintu berbunyi, dan aku meninggalkan dapur untuk membukanya. Lilly masih bersiap-si
Aku melipat tanganku di atas meja dapur. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan atau berkata apa setelahnya. “Bagaimana rasanya?” tanyaku setelah beberapa saat. “Aku tidak tahu. Aku berbicara pada Noah dan dia berkata padaku bahwa dia juga meminta maaf padanya karena sudah mencoba menghalangi hubungan Paman Rowan dan Tante Ava.”Wow. Aku terkejut mendengarnya. Sepertinya, Emma sudah mencoba untuk meminta maaf pada yang telah disakitinya, termasuk anak-anak yang biasanya diremehkan oleh orang lain. “Dia juga meminta maaf padaku, beberapa minggu yang lalu,” ujarku. “Lalu, bagaimana rasanya?”“Oh, apakah kamu sedang berperan jadi orang tua?” ujarku sambil tertawa kecil. “Tapi, kita sedang tidak membicarakan diriku. Kamulah yang Ayah khawatirkan.”Dia menghela nafas. “Aku tidak tahu. Aku masih marah padanya dan merasa sakit. Dadaku sesak saat memikirkan bagaimana sakitnya dulu saat dia tidak mau berurusan denganku.”“Ayah mengerti itu, anakku. Kamu juga berhak untuk marah. Tidak ada y
Calvin. Aku melihat video yang dikirimkan Anjani padaku dan tertawa perlahan saat melihat seberapa lucunya itu. Dia mengirimkanku video hewan lucu secara acak, sebab dia tahu bahwa video ini akan membuatku tertawa. Tidak satu hari pun terlewatkan tanpa dirinya yang mengirim satu atau dua video. Kalau boleh jujur, aku mendambakan untuk melihatnya dari percakapan kami. Segalanya di antara kami sempurna. Di luar Emma, aku belum pernah seserius ini soal wanita sebelumnya. Memang, aku sudah mencoba untuk melupakaannya ketika aku masuk kuliah, tapi yang kulakukan hanyalah sekedar tidur dengan wanita secara asal, alih-alih melupakan Emma. Jangan lihat aku seperti itu. Semua gadis yang kutiduri sebelum Emma tahu batasan. Mereka tahu bahwa tidak akan ada apa-apa di antara kami, hanya kesenangan semata. Aku sudah membuatnya begitu jelas sebelum tidur bersama mereka. Mereka mengerti dan menerimanya. Hidup sungguh simpel sampai Emma dan aku kembali bertemu. Setelah kali pertama aku tidur denga
“Apa yang kamu rasakan saat melihat Guntur?” tanya Mia. Seperti biasa, matanya begitu ajaib. Menatapku seolah dia bisa melihat sampai menembus jiwaku. Karena aku sudah kembali bekerja, kami harus memindahkan jadwal untuk menyesuaikan jadwal baruku. Kebanyakan sesiku sekarang dijadwalkan antara pukul empat tiga puluh dan enam sore. Aku sudah tahu jawabannya. Aku tidak perlu memikirkannya. Tapi, saat memikirkan hari itu, air mata langsung membanjiri mataku. “Menyayat hati,” lirihku. Aku merasa bahwa perasaanku dipaksa untuk ditarik keluar dari dalam diriku. Ditarik keluar dari sisi terdalam jiwaku. Aku mencoba untuk menahan isakan yang akan lepas, tapi percuma saja. Aku menangis begitu keras sampai aku kesulitan untuk bernafas. “Bagaimana bisa?” tanya Mia sambil mengulurkanku tisu. Aku menerima tisu itu dan menyeka air mata yang membanjiri wajahku. Tapi percuma saja, sebab air mata itu terus mengalir layaknya air terjun. Aku merasa marah pada air mata itu sebab mereka terus berjatu