“Apakah kamu yakin atas apa yang kamu lakukan, Ava?” Tanya Ruby dengan khawatir. Aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah Noah. Hari ini ada pertemuan antar guru dan orangtua yang dilaksanakan setahun sekali dan aku seharusnya bertemu Rowan di sana. Ruby memanggilku untuk mengetahui apakah kami bisa pergi bersama karena sudah lama kami tidak berjumpa. Ketika aku sedang diserang, dia sedang berada di Jepang bersama Travis untuk urusan bisnis. Dia kembali lusa lalu. “Aku yakin. Aku berpikir ini adalah jalan terbaik untuk melupakan Rowan. Maksudku, bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan orang lain jika aku tidak menyelesaikan yang lama?”Aku sudah memberitahunya mengenai ciuman yang kulakukan bersama Ethan. Selama beberapa hari terakhir, kami melakukannya terus, tetapi tidak lebih dari itu. “Tentu, tetapi tidakkah kamu pikir kamu bergerak sedikit terlalu cepat? Sudah berapa lama kamu mengenal dia?” Pertanyaannya membuatku membuyarkan lamunanku. “Sekitar tiga bulan...tunggu, meng
Apa yang aku inginkan? Apakah aku hanya menggunakannya atau aku benar-benar menginginkannya? Aku tidak ingin membuat segalanya rumit atau menyulitkan diriku sendiri untuk hal ini. Aku sudah memutuskan untuk melupakan Rowan, tetapi akankah aku melakukannya dengan benar?Aku tidak ingin menyakiti Ethan, apalagi jika dia benar-benar tertarik untuk menjalin hubungan denganku, tetapi sebagian dari diriku takut bahwa aku akan menjadi ketergantungan secara tidak sehat dengannya. Dia membuatku melupakan Rowan dan cintaku untuknya. Aku takut itulah alasanku aku tenggelam dalam pesonanya. Meskipun ini terlihat tidak bagus, aku masih memikirkanya. Apakah benar se-tidak bagus itu? Kita semua ingin seseorang untuk melupakan segalanya. Apakah ini salah jika aku menginginkan Ethan karena dia membuatku melupakan semua rasa sakit hati dan deritaku?Bel mobil berbunyi di belakangku membuatku tersentak. Aku tenggelam begitu dalam dalam pemikiranku, sampai-sampai aku tidak sadar bahwa aku sudah berada d
Aku ingin meraihnya dalam pelukanku, tetapi dia berada di tempat yang beratus-ratus kilometer jauhnya. “Ibu minta maaf sayang. Mungkin Ayah sibuk dengan pekerjaan.”“Namun Ayah sudah janji!” Dia berteriak di layar. “Ayah bilang dia tidak akan melupakan janjinya, tetapi dia melakukannya.” Dia sudah menangis sekarang dan itu menghancurkanku. Ibu dan Joyce, Ibu Rowan datang untuk menenangkannya. Aku ingin berada bersamanya dan kenyataan bahwa aku tidak bisa seakan membunuhku. “Ayah akan menebusnya, sayang. Ingatlah Ayah mencintaimu dan dia tidak pernah melupakanmu,” kataku untuk menenangkannya. Dia tidak menjawab. Noah hanya menatap ke suatu arah dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya. Dia benar-benar terlihat kosong. Ketika dia tidak bergeming atau mengatakan apa pun, Joyce berkata bahwa mereka akan menenangkannya sebelum memutus sambungan telepon. Aku menghentakkan langkahku keluar dari sekolah dan menuju parkiran. Sebagian besar dari mobil sudah pergi. Aku baru saja akan
Rowan. Aku menatap tanganku. Ibuku berbicara lembut padaku, “Maafkan Ibu, Ro. Noah tidak mau berbicara denganmu.”Tidak pernah aku merasa sesakit ini. Bahkan ketika Emma memutus hubungan denganku dan pergi. Noah marah denganku dan menolak untuk menjawab teleponku. Ava benar, Noah seharusnya kuutamakan dan aku mengecewakannya. Aku memutuskan untuk mengajak Emma pergi menggunakan yacht-ku. Dengan begitu, kami bisa berbicara secara pribadi lebih leluasa. Dia terlihat tidak senang ketika mengetahui bahwa aku meninggalkannya untuk menemui Ava. Ini adalah caraku untuk meminta maaf padanya. Sayangnya, aku sampai lupa waktu dan ponselku mati kehabisan daya. Aku tidak pernah melihat Ava marah, dan kemarin hal itu sangat mengejutkanku. Fakta bahwa dia membela Noah dan bersikap tegas karena kelakuanku membuatku merasa bangga padanya. Dia ternyata bisa kokoh berdiri pada pendiriannya. Sebuah hal bagus. “Rowan?” Panggil Ibuku. “Akan Ibu tutup ya.”Noah tidak pernah menolak untuk berbicara pada
“Apakah ini karena dia bukan ibumu?” Mungkin dia tidak menyukai Emma karena dia bukan ibunya. Mungkin dia merasa Emma menggantikan posisi ibunya. “Aku hanya tidak menyukainya. Ditambah lagi dia kakaknya Ibu, ini benar-benar salah, Ayah.” Jelasnya.Apakah ini hanya kebetulan semata bahwa alasan Noah tidak menyukainya sama seperti Ava? Mungkinkah Ava memengaruhinya untuk membenci Emma? Jika iya, aku tidak akan terkejut. “Dengar, Noah. Ayah memacari Emma dan Ayah berharap kamu bisa memperlakukannya dengan hormat. Suatu hari nanti mungkin Ayah akan menikahinya dan dia akan menjadi Ibu tirimu. Kamu harus terbiasa melihatnya di sekitarmu.”Aku harus segera menghapus ketidaksukaannya akan Emma yang bertumbuh di dalamnya. Noah harus mengerti bahwa Emma tidak akan kulepas. “Tidak akan pernah!” Teriaknya dengan nada menantang melalui telepon. “Noah…” “Jika Ayah menyukainya, maka baiklah. Namun, ketahuilah bahwa aku tidak akan pernah menerimanya. Aku tidak akan pernah menyukainya dan dia tid
Ava. Aku senang hari ini. Bukan hanya makan malam bersama Ethan berjalan lancar, tetapi besok aku akan kembali bekerja, dan sehari setelahnya adalah ulang tahunku. Seperti yang sudah kuprediksi pada hari Sabtu, Ethan benar-benar membuatku melupakannya. Beberapa menit setelah sampai di tempatnya, aku sudah dibuat tertawa terbahak-bahak. Dia benar-benar memasak, dan hasilnya tidak mengecewakan. Masakannya benar-benar enak. Lelaki yang bisa memasak dan membuatmu tertawa itu membuatku terkagum. Malam itu berakhir menyenangkan. Segalanya juga membaik ketika aku pulang dan bisa berbicara dengan Noah. Dia sudah sedikit tenang. Kami berbicara mengenai banyak sekali hal, sebelum dia jatuh tertidur sambil masih meneleponku. Itu adalah puncak dari hariku. Aku sedang memanggang sesuatu ketika ada yang mengetuk pintu. Aku sedang ingin sesuatu yang manis, jadi aku membuat biskuit dan kue cokelat. Aku mengusap tanganku dengan lap dapur, lalu pergi membuka pintu. Aku sedikit terkejut ketika meli
“Keluar!” Aku berdiri dan menunjuk ke arah pintu. Aku sudah muak dengan kekonyolan ini. Tidak akan kubiarkan dia menghancurkan kebahagiaan yang kurasakan hari ini. Dia juga berdiri. “Apa? Kamu pasti tidak senang aku mengetahui rencanamu. Tinggal tunggu waktu saja sampai semua orang menyadari semua penyerangan ini cuma sandiwara belaka.”“Apakah kamu sudah selesai menunjukkan seberapa bodoh dirimu padaku?” Tanyaku. “Kamu berpikir aku memalsukan penyerangan ini, tetapi tahukah kamu apa yang kupikirkan? Aku berpikir kamulah yang di belakang semua ini. Aku tidak memiliki musuh, kecuali kamu. Lantas, siapa yang akan diuntungkan jika aku mati? Tentu saja kamu,”“Kalau aku tidak ada, kamu akan memiliki Rowan seutuhnya untukmu dan kamu tidak harus melihatku di sekitaru sebab hak asuh penuh akan diberikan pada Rowan.”Dia memandangku dengan terkejut. Antara dia terkejut karena aku mengetahuinya atau terkejut karena aku dengan berani menuduhnya. Aku sudah memikirkan segalanya, dan ini terdenga
Melihat wajah marah Rowan membuatku berharap aku tidak membuka pintu. Sebelum aku bisa bereaksi, dia mendorongku masuk dan menutup pintu. Dia terus mendorongku hingga kami berhenti di ruang kosong antara dapur dan ruang tamu. “Apa-apaan ini?!” Seru Rowan, membuatku gemetar karena amarahnya. “Apa?”“Apakah kamu pikir Emma tidak memberitahuku? Atau pikirmu aku tidak akan menyadari bekas tangan di pipinya karenamu?”Nafasnya mulai terburu. Kata-katanya membuatku mengerti mengapa dia ada di sini. “Kamu tidak mengerti.” Aku mencoba untuk menjelaskan alasanku tetapi dipotong olehnya. “Mengerti apa? Bahwa kamu menamparnya tanpa alasan? Bahwa kamu menuduhnya bahwa dia yang menargetmu tanpa bukti? Atau kamu mau aku mengerti seluruh perkataan jahat yang kamu lontarkan padanya?!” Ujarnya dengan mata menyala-nyala. Aku tidak tahu apa yang diberitahu Emma pada Rowan, tetapi aku yakin dia berbohong dan tidak menceritakan segalanya. “Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Emma, apakah kamu menge
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski
Perkataan Merrisa terus terngiang di telingaku bahkan setelah kami makan. Kami sedang memakan hidangan penutup kami. Aku suka es krim, tapi hari ini aku tidak bisa menikmatinya. Tidak ketika dia sudah membuatku meragukan segala yang kuyakini selama beberapa tahun terakhir ini. “Kenapa kamu begitu diam?” tanyanya setelah menaruh milkshake-nya ke meja. “Apakah kamu memikirkan apa yang kukatakan padaku?”Kalimat terakhirnya dikatakannya sambil tersenyum miring sambil bersandar kembali di kursinya. “Tentu tidak,” bohongku. “Aku hanya penasaran caraku untuk membuat Calvin dan Guntur memaafkanku. Tidak peduli seberapa keras kupikirkan, sepertinya tidak ada jalannya.”Sebagai seorang pengacara, aku terbiasa untuk memandang segala hal dari seluruh sisi ketika aku membela klienku. Itulah yang membuat pekerjaanku begitu lancar. Aku membereskan segalanya dan bisa menangani seluruh hasilnya. Aku melakukan itu pada masalahku sekarang dan kuyakin tidak ada harapan. Aku mungkin tidak mencintai Cal
“Kenapa aku harus membiarkanmu untuk meyakinkanku keluar makan siang?” keluhku sambil melihat pemandangan di depan kami. Sudah lama sekali sejak aku keluar dari rumah keluarga kami. Sepertinya terakhir kali aku keluar adalah saat aku menghadiri pernikahan Ava. Sejujurnya, aku bahkan terkejut bahwa dia mengundangku. Di antara semua orang, kupikir aku akan menjadi orang terakhir yang diinginkannya hadir di pernikahannya. “Sebab kamu harus keluar,” balas Merrisa sambil menarikku dari pemikiranku. “Aku biasanya keluar dari rumah, Merrisa,” ujarku untuk membela diriku. Dengusannya begitu membuatku kesal. “Pergi ke taman tidak terhitung keluar,” balasnya. “Sekarang, berhentilah mengeluh dan duduk serta nikmati. Kamu pasti akan menyukai ini, aku janji.”“Aku tidak yakin.”Setelah itu aku bersandar ke kursi dan menutup mataku. Benakku berkecamuk akan ribuan pemikiran di setiap menitnya. Aku tidak bisa mengendalikannya sama sekali. Setelah pembicaraanku dengan Merrisa di kamarku, benakku
Emma. “Kamu harus keluar dari kamarmu, Emma. Kamu tidak bisa menghabiskan harimu di dalam sini.” Aku mendengar perkataan Ibu, tapi aku tidak menatapnya sebab mataku tetap terfokus pada drama sedih yang sedang kutonton. Aku duduk di ranjangku dengan masih memakai piyama dan beberapa cemilan yang berceceran di sekitar selimutku. Aku minum bermacam-macam minuman dan sekotak besar es krim, yang mana tengah menjadi adiksiku saat ini. Gorden kamarku tertutup dan menghalangi sinar matahari masuk sedari aku menutup gorden ini sejak beberapa bulan lalu. “Itulah yang sudah kucoba katakan padanya, tapi wanita itu tidak mau mendengarku!” dengus Merrisa. Aku bisa merasakan kata-katanya menusuk di hatiku, tapi aku sama sekali tidak mengindahkannya. Aku hanya mau sendirian untuk meresapi penderitaanku. Lagipula, akulah yang membawa penderitaan ini sendiri. “Apa yang akan Guntur katakan kalau dia melihatmu seperti itu? Kamu begitu berantakan, begitu juga dengan ruanganmu. Aku tidak tahu kapan ter
Aku melihat Rowan begitu kami masuk. Sama seperti kembarannya, dia memakai jas hitam. Kami berjalan ke depan kapel saat pendeta berjalan masuk ke dalam.“Hai, Hana,” sapa Rowan dengan sopan dan menyambutku dengan senyumannya. Aku benar-benar terkejut. Dia sudah sangat berubah, dia tidak seperti Rowan yang kuingat. Sebelumnya, dia selalu terlihat dingin dan datar, seolah dia menganggap seluruh orang tidaklah penting. Tapi sekarang, dia terlihat hangat. Seolah kekelaman yang dulu menyelimutinya sudah sepenuhnya sirna. “H ... Hai,” balasku dengan terbata-bata. Aku penasaran apakah dia berhasil kembali bersama mantan pacarnya. Lagipula, semua orang tahu bahwa dia berubah setelah dia kehilangan dirinya dan terpaksa untuk menikahi Ava. Ah, pasti dia sudah kembali bersama mantan pacarnya. Dia begitu membenci Ava, jadi perubahan ini pastilah karena kakaknya Ava, Emma. “Bisa kita mulai sekarang?” sela si pendeta dan kami bertiga mengangguk. Aku berdiri di sebelah Gabriel dan Rowan berdiri
Aku menyelesaikan riasakanku sebelum menatap diriku di kaca. Aku benar-benar gugup sebab hari ini adalah hari pernikahanku yang ketiga kali. Memang kedengarannya aku kecewa akan hal ini, ‘kan? Satu-satunya hal yang menenangkanku adalah aku akan menikahi pria yang sama yang kunikahi bertahun-tahun yang lalu, suamiku yang pertama. Sembari memakai mantelku, aku mengambil tasku dan berjalan keluar dari kamar. Udara di sana seakan menyengatku seiring dengan rasa kecemasan yang menjalari setiap jengkal tubuhku. Gabriel sudah membawakan kontrak yang baru yang sudah disetujui malam itu, dan sekarang, sehari setelahnya, kami menuju ke gereja untuk pemberkatan. “Apakah kamu sudah siap?” tanya Gabriel saat aku berjalan ke ruang tamu. Aku tidak bisa menjawab. Aku merasa aku tidak bisa berpikir, jadi aku hanya mengangguk. “Kenapa aku tidak bisa pergi bersama Ibu?” keluh Lilly yang membuatku berbalik ke arahnya. Dia sedang duduk di sofa yang berbentuk L sembari mengernyitkan dahinya dan melip
Dia mendorong dokumen itu ke arahku di atas meja. Aku mengambilnya dan mulai membacanya. Aku akan meminta pengacaraku memeriksanya nanti, tapi penting juga bagiku untuk memahami isi kontrak itu sendiri terlebih dahulu. Satu hal yang diajarkan kakakku adalah jangan pernah menandatangani apa pun tanpa membacanya dengan seksama.Dasar-dasar yang kami diskusikan sebelumnya tercantum di sana. Kontrak ini akan berlaku minimal selama dua tahun. Setelahnya, aku akan mendapatkan Perusahaan Gelora dan sedikit tunjangan. Gabriel juga akan terus membiayai Lilly. Dia juga menegaskan bahwa dia ingin Lilly diakui sebagai putrinya dan Lilly harus menyematkan nama Wijaya di nama belakangnya. Itulah poin-poin terpenting bagiku, jadi setelah membaca dan mengulangi bagian itu, aku meletakkan kertas-kertasnya.“Ada keluhan?” tanyanya sambil menyodorkan pulpen ke arahku.“Tidak, tapi aku ingin menambahkan beberapa ketentuan,” ujarku sambil menatap pulpen itu, tapi tidak segera mengambilnya.“Ketentuan sepe