Lilly menatap kami, matanya bergantian memandang aku dan ayahnya. Aku melihat pertanyaan di matanya. Rasa ingin tahu tentang aku dan Gabriel.Seperti yang sudah kubilang, ini seharusnya tidak terjadi. Aku tidak seharusnya tertarik lagi pada Gabriel setelah bertahun-tahun terpisah. Aku benar-benar berpikir bahwa ketertarikanku padanya sudah hilang. Perlakuannya terhadapku bertahun-tahun lalu seharusnya membunuh semua perasaan yang pernah kupunya untuknya.Betapa salahnya aku. Sekarang, bertahun-tahun kemudian, aku hampir menciumnya. Aku merasa sangat bersalah karena membiarkan ibuen kelemahan itu terjadi. Karena membiarkan diriku tergoda oleh keinginan tubuhku.“Apa kalian tadi hampir ciuman?” tanya Lilly polos, dan aku tidak bisa menahan napas tajamku.Pikiranku kacau. Aku tidak tahu harus mengatakan apa padanya. Haruskah aku jujur saja? Tapi, aku juga tidak bisa berbohong ketika dia jelas-jelas memergoki kami.“Uhm ...” Aku berusaha keras mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan
Panggilan dari Gabriel membuatku bergerak dari tempat Lilly meninggalkanku tadi. Aku masih tidak percaya dia mengatakan hal itu padaku. Ketika Liam masih hidup, dia tidak pernah terlihat terganggu karena tidak memiliki saudara. Dia tidak pernah meminta, jadi aku penasaran apa yang tiba-tiba mengubah pikirannya.Aku tahu, mungkin kamu bertanya-tanya kenapa aku dan Liam tidak punya anak meskipun sudah menikah cukup lama. Sebenarnya, kami pernah mencoba. Liam selalu menginginkan keluarga, anak-anak kandungnya sendiri. Aku tahu dia mencintai Lilly seperti anaknya sendiri, tapi dia juga menginginkan darah dagingnya sendiri.Aku ingin memberikannya itu. Aku ingin berterima kasih padanya karena telah ada untukku ketika aku tidak punya siapa-siapa. Karena telah menikah denganku dan memberikan Lilly sebuah keluarga. Memberikan anak padanya bukanlah permintaan besar, dan aku tidak melihat masalah dengan itu.Seperti yang kukatakan, kami pernah mencoba, tapi tidak pernah berhasil. Hingga setahun
Gabriel.“Ibu!” Aku berteriak dan segera menghampirinya.Dia tergeletak tidak bergerak di lantai. Tidak perlu ada yang memberitahuku bahwa kejutan melihat Lilly-lah yang membuatnya pingsan. Seperti halnya denganku, dia hanya perlu melihat sekali ke garis mata tajam itu untuk tahu bahwa Lilly adalah seorang bagian dari Keluarga Wijaya.Aku menepuk lembut pipinya, tetapi itu tidak membangunkannya. Aku menyelipkan satu tangan di bawah bahunya dan satu lagi di bawah lututnya, lalu mengangkatnya ke dalam pelukanku dan membawanya ke sofa terdekat.“Ayah! Rowan!” Aku memanggil mereka, takut meninggalkan ibuku sendirian.“Apakah dia baik-baik saja?” Lilly bertanya dengan suara kecil yang rentan. “Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Apakah dia pingsan karena aku?”Air mata yang menggenang di matanya melemahkanku. Dalam waktu singkat, dia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diriku. Melihatnya menangis menyakitiku. Aku benar-benar tidak yakin aku pernah mencintai seseorang seper
Aku tahu bahwa reaksi mereka akan meledak-ledak. Jarang sekali kejadian di mana kamu diberi tahu bahwa kamu memiliki seorang cucu dan menantu yang tidak kamu ketahui. Ayahku mulai berjalan ke sana dan kemari. Aku tahu apa yang dipikirkannya. Ayah-lah yang melatihku dan Rowan. Kami selalu paham apa yang dipikirkannya sebab cara kami berpikir sama. Dia mungkin bertanya-tanya bagaimana ini bisa terjadi. Penasaran apakah aku sudah melakukan tes DNA untuk memastikan bahwa Lilly benar anakku. Ayah juga pasti berpikir apakah Hana entah bagaimana caranya bisa membodohiku atau menjebakku. Ayah tengah berpikir dan mencoba memikirkan seluruh sudut pandang. “B ... Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana bisa tiba-tiba kamu memiliki istri dan anak?” tanya Ibu dengan terbata-bata saat berbicara. Wajah Ibu masih syok. Pandangannya bergantian ke arahku dan Hana yang tengah memandang lantai dalam diam. Dia pastilah gugup dan panik dalam hati. Aku merasakan dorongan yang kuat untuk memegangnya dan men
Terima kasih kulayangkan pada kakaknya, aku tahu dia menginginkanku dan itu memberiku senjata terbesar untuk melawannya. Aku ingin untuk menyakiti dan menghancurkannya serta mendera lara padanya karena mengambil kebebasanku. Bahkan anak SD pun tahu bahwa menyelingkuhinya akan menyakitinya, jadi kulakukan dan kupastikan dia mengetahuinya. Aku ingin agar dia menyesal karena berpikir untuk menjebakku. Aku berhasil dan setiap kulihat dia, kulihat penderitaan di sorot matanya. Aku tahu aku terdengar seperti monster, tapi aku merasa puas melihatnya menderita.“Lalu bagaimana kalian bertemu kembali setelah bertahun-tahun berlalu?” tanya Ibu ketika aku tidak memberi komentar akan ucapan Ayah. “Aku melacaknya,” ujarku sambil mengedikkan bahu. “Para petinggi ingin agar aku menikah dan berkeluarga, jadi kulakukan demikian.”Pandangan Ibu berganti ke Hana. “Lalu, kamu setuju untuk menikahinya meskipun dia sudah menyakitimu?”Aku terkesiap akan perkataan Ibu. Aku tidak suka membuatnya kecewa, tapi
Hana. Aku tidak bisa berhenti memainkan jemariku bahkan saat Gabriel dan aku mengekor di belakang orang tuanya. Sejujurnya, pembicaraan di ruang kerja tadi berjalan lebih lancar dari yang kubayangkan. Aku tidak tahu apa yang kuharapkan, tapi aku sama sekali tidak membayangkan ketenangan mereka, atau apakah ini hanyalah ketenangan sementara sebelum gemuruh badai dimulai?Aku juga tidak mengerti kenapa Gabriel tidak memberi tahu mereka bahwa kami pernah menikah sebelumnya. Terlepas dari bagaimana pernikahan kami berakhir, itu adalah hal yang paling logis untuk dilakukan. Aku tidak suka dia membiarkan mereka dalam kebingungan.“Apakah kamu baik-baik saja?” Suaranya membawaku kembali ke kenyataan.Aku mendongak ke arahnya hanya untuk melihat matanya menatapku dengan intens. Tatapannya begitu tajam, seolah-olah dia sedang membaca raut wajahku. Aku menarik pandanganku darinya lali aku memfokuskan perhatian ke depan.“Ya, aku masih sedikit gugup, meskipun aku tidak tahu kenapa,” jawabku deng
Rowan terlihat bahagia sekarang, jadi seperti yang kukatakan sebelumnya, aku berasumsi bahwa dia bersatu lagi dengan Emma. Hanya itulah kemungkinan yang mungkin terjadi. Dari apa yang pernah dikatakan Gabriel padaku, Rowan sangatlah membenci Ava, sama seperti Gabriel yang membenciku. Mataku tertuju pada gadis kecil itu. Wajahnya terlihat agak familiar, tetapi aku tidak bisa mengingat di mana aku pernah melihatnya. Mungkin dia adalah putri Rowan dan Emma, meskipun dia sama sekali tidak mirip dengan Emma yang aku ingat. Tapi, ya, kadang-kadang gen bisa aneh.“Dan gadis kecil itu?”“Namanya Liliana,” jawab Gabriel. Posisinya yang mendekat padaku membuatku merasa aneh.Aku bergerak menjauh, mencoba menjaga jarak sedikit di antara kami.Aku terus mengamati Liliana yang penuh dengan energi. Dia memiliki mata yang begitu indah yang bahkan bisa aku lihat bersinar dari tempatku berdiri. Dia tidak mirip dengan Emma, tetapi jika aku ingat dengan benar, dia sekilas memiliki garis mata yang sediki
“Apa? Dia menikahi Ava?” tanyaku dengan benar-benar terkejut.“Iya,” jawab Gabriel, lalu matanya menyipit. “Kenapa kamu tampak sangat terkejut dengan berita itu?”Aku mengangkat bahu. “Mungkin karena aku memang terkejut.”Terang saja aku benar-benar terkejut. Aku sama sekali tidak mengira hal ini. Tidak satu pun. Seperti yang aku katakan, Rowan membenci Ava, jadi bagaimana dia bisa berakhir dengannya? Bagaimana mungkin semuanya berubah begitu drastis hingga sekarang semuanya terlihat seperti mimpi indah yang tidak berakhir?Rowan yang aku ingat dulu selalu murung, marah, pahit, dan memiliki ego sebesar galaksi. Dia selalu memasang ekspresi cemberut dan jarang sekali tersenyum. Semua itu berubah setelah dia tidur dengan Ava dan memutuskan hubungannya dengan Emma.Versi dirinya yang sekarang mengingatkanku pada saat dia masih bersama Emma. Wajahnya selalu berseri-seri setiap kali melihat atau berada di dekatnya. Dia terus tersenyum, seolah-olah kehadiran Emma dalam hidupnya membawa kebah
Sepanjang makan malam kami habiskan dalam diam. Dia memang harus minta maaf padaku, tapi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Kalau aku harus jujur, aku tidak pernah mengira kalau Gabriel akan minta maaf padaku. Jadi, saat melihatnya melakukannya dengan tulus, aku dibuat tidak bisa berkata-kata. Kami selesai makan malam dan menelepon layanan kamar untuk kemari membereskan piring-piring kami. “Aku mau tidur. Apakah kamu perlu sesuatu sebelum aku tidur?” tanyaku begitu piring-piring sudah dibereskan dan karyawan hotel sudah meninggalkan kamar kami. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa panik saat berpikir akan berbagi kamar dengan Gabriel, tapi mabuk udaraku menenggelamkan kecemasanku. “Aku juga mau tidur. Aku benar-benar lelah.”Aku menahan gelombang kepanikanku. Kupikir, aku akan tidur sebelum dirinya seperti biasanya. Hal itu akan memberiku waktu untuk rileks dan beristirahat sebelum dia bergabung dengan diriku. Aku sudah berpikir akan sudah tertidur saat dia memutuskan untuk ke ra
“Kamar mandi sudah kosong,” ujarku pada Gabriel ketika aku melangkah ke ruang tengah. “Aku sudah memesan makanan, silahkan makan tanpa menungguku.” Dia lalu berjalan melewatiku dan memasuki kamar mandi. Rasanya aneh kalau makan tanpa dirinya, dan aku juga tidak lapar. Jadi, aku mengambil ponselku dan memeriksa surel yang masuk, dan memikirkan apa saja yang dibutuhkan untuk besok. Aku tidak perlu menunggu lama, sebab kurang dari sepuluh menit kemudian, Gabriel sudah keluar dari kamar dengan kaus rumah dan celana panjang. “Kamu belum makan?” tanyanya sambil mengangkat alisnya saat menatap ke makanan.“Rasanya aneh kalau makan tanpa dirimu, padahal kamu yang memesan ini semua buat kita.”Dia menyeret kursinya dan mulai membuka makanan itu. Setelah mengambil beberapa porsi kecil, aku mulai makan. Aku sangat lelah meskipun sudah tidur di pesawat. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kasur. Aku memang menolak untuk tidur bersama Gabriel, tapi sekarang aku tidak bisa berhenti memikirkanny
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern
“Hana?” panggilnya. “Oh, maaf. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri tadi.” Aku lalu menggelengkan kepalaku untuk menepis pemikiranku. “Ya, aku sudah selesai berkemas.”“Baguslah, ayo pergi.”Sejam kemudian, kami sudah duduk di jet pribadi Gabriel. Tapi kali ini, aku menemaninya untuk menandatangani sebuah kesepakatan bisnis. “Apakah segalanya baik-baik saja? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa memanggil pelayan untuk membawakanmu apa pun yang kamu inginkan,” ujar Gabriel begitu jetnya lepas landas. Lihat apa yang kumaksud? Dia sangat perhatian. Di pernikahan pertama kami, dia tidak seperti ini. Aku tidak mengingat apa yang dilakukan Gabriel pernah menorehkan senyuman padaku. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dia tidak pernah memikirkan apa yang kubutuhkan atau kuinginkan. Dia tidak pernah peduli apakah aku nyaman atau tidak. Dia tidak pernah peduli apakah aku hidup atau tidak. Dia hanya benar-benar tidak memedulikanku. Tapi sekarang sudah berbeda, itulah mengapa aku merasa ru
“Apakah Ibu benar-benar harus pergi?” tanya Lilly dengan pandangan yang berganti-ganti ke arahku dan koper yang terbuka di kamarku. Aku benci persiapan di menit-menit terakhir, tapi kami benar-benar sibuk di kantor selama beberapa hari terakhir ini, jadi setiap kali aku sampai di rumah, yang bisa kupikirkan hanyalah tidur. Kakiku sangat pegal dan aku tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal selain makan dan tidur. “Ya,” balasku dengan lembut. “Ada sebuah kesepakatan penting dan ayahmu harus di sana untuk menandatanganinya ...”“Aku tidak paham mengapa aku tidak boleh ikut dengan Ibu? Aku mau melihat bagaimana cara Ayah melakukannya, cara dia menyetujui sebuah kesepakatan.”Aku tengah melipat sepotong pakaian terakhir, sebuah blus satin berwarna biru sebelum memasukkannya bersamaan dengan baju yang lainnya. Setelah selesai, aku menutup koperku sebelum menaruhnya di lantai.“Kamu pasti paham kalau kamu tidak boleh ikut,” jawabku sambil duduk di kasur. “Kenapa tidak?”“Karena kamu mas
Pernahkah kalian dibuat kehilangan kata-kata oleh perkataan seseorang? Seolah mereka membuatmu tidak bisa mengucap sepatah kata pun dan merasa bodoh di waktu yang sama? Itulah apa yang diperbuat oleh perkataannya padaku. Aku benar-benar membeku mendengar perkataannya sampai aku merasa merinding. Aku melihat sorot mata dan mendengar nada suaranya. Dia benar-benar serius dan baru saja melontarkan sebuah janji. Sebuah janji yang mau dipenuhinya. Apa yang kalian katakan pada situasi seperti ini? Bagaimana kalian menjawabnya? Apa jawaban kalian?Sisi dirinya ini benar-benar asing bagiku. Beri aku Gabriel yang arogan, egois, kasar dan yang suka menyakitiku, maka aku akan tahu bagaimana cara menanganinya. Tapi, sisi dirinya yang ini? Aku sama sekali buta akan sisi yang ini. Aku tidak tahu apa-apa soal bagaimana cara untuk berurusan atau menanganinya. Aku menyetujui pernikahan ini dengan tujuan yang jelas. Aku tahu apa yang sedang kuperbuat. Aku sudah bersiap untuknya, tapi sekarang, dia su
Dia berjalan ke arah bar kecil di pojok kantornya dan mengambil satu pak es serta menyelimutinya dengan handuk sebelum kembali ke arahku. Dengan lembut, dia meraih tanganku dan menempatkan es itu di atasnya. “Apakah sakit?” tanyanya dengan begitu lembut, sampai aku hampir tidak mendengarnya.“Sedikit.”“Aku tidak mengira kalau kamu akan berani untuk meninju seseorang.”Aku tertawa, sebab aku juga tidak mengira aku akan seberani itu. “Aku sudah tidak tahan lagi dan langsung beraksi tanpa berpikir lagi. Maafkan aku, sebab aku membuatmu dalam masalah. Seharusnya aku tidak meninju dia. Perilaku itu tidak menunjukkan citra diri dari seorang istri bos dengan baik.”Dia mendekatkan dirinya dan menatap intens ke mataku. “Jangan pernah minta maaf untuk membela dan mempertahanku dirimu sendiri, Hana. Kamu itu istriku, biarkan mereka tahu bahwa kamu bukanlah orang yang bisa sembarangan diinjak-injak.”“Aku tidak paham. Apakah kamu tidur dengannya?” Aku menyemburkan pertanyaan itu secara tiba-ti