Di salah satu kafe terkenal kota Malang, Nina menghabiskan waktunya dengan duduk di sudut ruang sambil sibuk mengetik dan menghabiskan minuman, begitu camilan habis langsung pesan baru.
Menu Italia adalah favoritnya dan kafe ini menyediakan menu seperti itu, murah tapi tidak murahan.
Suasananya juga pas untuk membuat novel, saat ini Nina sedang mengetik adegan pertemuan dua tokoh utama yang mendebarkan.
Berkat ide lucu sang mama, Nina bisa membuat cerita bagus dengan menjadikan dirinya tokoh utama lalu tokoh pasangannya adalah fiksi dan musuh kedua tokoh adalah pria yang dijodohkan dengannya.
Nina terkekeh geli ketika membayangkan sang musuh terkejut melihat dua tokoh utama bermesraan. Ya kali, jatuh cinta pandangan pertama.
Halu!
Arka masuk ke dalam kafe sambil memegang sebuah foto, menatap sekeliling kafe untuk mencari wanita di dalam foto.
Biasanya perempuan muda lebih suka menikah daripada menghadapi kenyataan hidup di lingkungan masyarakat. Pasti mudah merayu dia untuk menikah denganku, meskipun baru mendapat sertifikat finansial planner tapi tabunganku tidak kalah dengan gaji senior di perusahaan biasa.
Dengan percaya diri tinggi, Arka mencari perempuan muda seperti di foto lalu tidak lama menemukan seorang perempuan yang sibuk di depan laptop.
Arka menggeleng miris lalu berjalan mendekati perempuan itu. "Hei."
Nina mengangkat kepala dan terkejut ketika melihat pria tampan berdiri di hadapannya.
"Kamu- Nina?"
Nina mengerutkan kening lalu menggeleng ketakutan secara spontan, dia bukan takut diculik tapi takut ditipu.
Arka mengangkat foto tepat di samping wajah Nina. Foto yang memakai seragam sekolah dengan jaket abu-abu. "Sama," komentarnya.
Nina menepis tangan Arka. "Tidak, beda kok. Lihat, dia pakai seragam sekolah sementara aku tidak."
"Dan darimana kamu tahu foto ini pakai seragam sekolah?"
Nina mati kutu.
Arka duduk di kursi, berhadapan dengan Nina. "Kamu pasti kesal karena menunggu lama, aku lagi sibuk sama pekerjaan jadi butuh waktu buat ke sini."
"Tidak datang juga tidak masalah."
"Kalau aku tidak datang, kamu senang?" tanya Arka.
"Ya." Nina menjawab jujur, paling anti namanya berbohong.
Arka tidak tahu harus tertawa atau marah mendengar jawaban jujur calon istrinya. "Kamu tidak mau menikah?"
"Ya." Angguk Nina yang tidak berani menatap mata Arka.
"Kamu serius tidak mau menikah dengan pria tampan?"
Nina mengangkat kepala. "Hah? Siapa?"
Arka menunjuk dirinya sendiri. "Aku!"
Nina mengerutkan kening, tidak enak harus menjawab apa karena standar pria yang disukainya itu tidak nyata. "Uhm-"
Arka merasa terhina melihat raut wajah tidak enak hati. Apakah aku jelek di matanya? Seorang Arka Tsoejipto yang menjadi kejaran para wanita di kampus dan sekolah?
Perhatian Arka teralihkan dengan laptop di atas meja, dia bangkit lalu duduk tepat di samping Nina dan membaca tulisan di laptop.
"Hm? Dan mereka mulai berciuman dengan mesra tanpa pedu-"
Nina segera menutup mulut Arka.
Mata Arka masih melotot ke tulisan di laptop, dia hampir berteriak ketika melihat kalimat 'pria itu mulai meremas-'
Hah?
Arka melepas tangan Nina. "Ini tulisan dewasa, buat apa kamu baca ginian? Kamu bahkan belum lulus sma. Apa kamu mau belajar dulu sebelum menikah?"
"Memangnya tante Ayu tidak cerita?"
"Cerita apa?"
"Beneran tante Ayu tidak cerita apa pun?"
"Aku hanya disuruh datang dan ibu bilang kamu agak unik, memangnya kamu hobi melakukan apa?"
Nina menipiskan bibirnya dan menatap lurus Arka, ini adalah jalan terakhir untuk mengusir pria terlalu tampan. Awalnya dia mau datang hanya untuk menolak dan mencari tempat untuk inspirasi.
"Aku punya pekerjaan sampingan untuk menambah uang, yah tahulah- papa memilih wanita lain daripada kami dan tidak pernah memberikan nafkah."
Arka harus sabar dengan cerita berbelit Nina.
"Dan- akhirnya aku menemukan jawaban untuk keluar dari masalah."
"Apa itu?"
"Menjadi penulis erotis."
"Hah?"
"Aku penulis erotis," aku Nina.
Arka diam membeku, masih menangkap informasi ini.
Nina tersenyum lebar. "Jadi, kamu jijik?"
Arka tersadar dari lamunan begitu mendengar pertanyaan Nina.
"Ternyata benar, kamu jijik?" Nina bersorak gembira.
Siku Arka bersandar di atas meja sementara kepalanya bersandar di atas kepalan tangan, menatap lurus Nina dengan lucu. "Kamu sudah pernah berpacaran?"
Nina menggeleng polos.
"Lalu kenapa kamu bisa menjadi penulis erotis?"
Nina mulai membayangkan dan mengatakannya. "Uhm- awalnya baca novel kesayangan mama terus ada kakak sepupu punya komik dan aku ambil diam-diam lalu aku juga baca di internet hahahaha-"
"Pengalaman kamu hanya dari sana?" tanya Arka tidak percaya.
Nina mengerutkan kening tidak mengerti, otaknya masih mencerna informasi. "Maksud kamu apa?"
"Ya, aku tanya. Benar hanya dari internet dan komik?" tanya Arka sambil mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Nina.
Jantung Nina berdebar keras dan menganggapnya wajar, dia pemuja pria tampan tapi tidak mau menjadikan pria tampan sebagai suaminya. Takut, pria tampan tebar pesona meskipun sudah punya anak, sama seperti yang dilakukan papanya.
"Kalau kita menikah, kita bisa melakukan berbagai hal untuk riset kamu." Kata Arka sambil meletakkan tangan di atas paha Nina dengan tidak sopan. "Masa depan kamu juga terjamin karena aku memiliki banyak uang."
Bukannya nafsu, Nina merasa jijik. Wajah jijiknya tercetak jelas di wajah.
Arka tercengang.
Nina mengemasi laptop dan berdiri, menatap dingin Arka lalu memberikan satu lembar seratus ribu. "Ini untuk membeli mulut dan tangan kamu, lain kali jika ingin mendapatkan banyak uang- jangan merayu anak kecil seperti aku. Pedofil!"
Nina yang sengaja mengeraskan suaranya, otomatis membuat orang-orang di sekitar menoleh.
Nina pergi meninggalkan Arka yang tercengang sambil menatap uang selembar seratus ribu.
Beberapa pengunjung menatap Arka dengan jijik lalu menunjuk tidak sopan.
Pria tampan pujaan wanita berubah menjadi pedofil perayu anak kecil, citranya langsung hancur seketika.
Arka tidak percaya, lawannya adalah anak kecil yang membenci pria tampan? Atau anak itu sebenarnya benci perjodohan ini sehingga melontarkan kalimat seperti itu?!
Arka dengan geram bergegas bangkit dan menyusul anak itu yang sudah menghilang.
Pi pi pi
Arka menerima panggilan. "Hallo?"
"Ibu boleh bicara sama Nina?"
Arka berjalan menuju mobil dan meluapkan kekesalannya. "Kenapa ibu tidak bilang kalau dia penulis erotis?"
"Penulis erotis? Nina penulis erotis?!"
Arka menjauhkan handphone dari telinga begitu mendengar teriakan ibunya, setelah merasa aman, dia mendekatkan kembali handphonenya. "Ibu tidak tahu?"
"Dia itu hanya penulis novel biasa, kamu yang benar saja bilang Nina begitu."
Kepala Arka semakin sakit. Jadi dia juga berbohong soal ini? Kenapa dia harus berbohong sejauh itu?
"Arka, dimana Nina? Ibu mau bicara!"
Arka menghela napas panjang. "Dia kabur."
"Bagaimana bisa dia kabur?"
"Sepertinya dia tidak suka perjodohan ini." Balas Arka sambil menjalankan mobil. "Dia masih terlalu kekanak-kanakan."
"Kamu tahu gak, tadi sore aku ketemu sama cewek payah?"Nina melihat temannya yang nyerocos sambil makan mie ayam. "Kalo bicara, makanannya ditelan dulu. Jorok amat jadi cowok."Setelah berhasil kabur dari cowok tampan nan mesum itu, akhirnya Nina mengajak Jaka makan bakso terkenal di kota Malang.Jaka tertawa. "Ya inilah cowok."Nina menggeleng dan meneruskan tulisannya di handphone "Jaka, kalo gak serius sama hidup, masa depan kamu bakal suram."Jaka merupakan teman baik Nina dari SD, playboynya tidak ketulungan. Dari Jaka inilah Nina juga belajar tentang kehidupan cowok bahkan nih makhluk tahu pekerjaan diam-diam Nina, karena setiap Jaka di wawancara pasti mendapat komisi."Jangan serius gitulah, Na. Hidup itu harus dinikmati apa adanya." Jaka mengunyah baksonya bulat-bulat. "Ngomong-ngomong gimana acara perjodohan kamu? Tante Retno kemarin pernah bilang sore ini kamu ke café buat ketemu sama calon suami makanya aku gak boleh ganggu kamu sore ini, sekarang malah di sini- apa tidak
Arka terkejut melihat amarah Nina. "Lho? Kamu sendiri yang tanya- kenapa aku tidak diberitahu ibuku."Nina menjadi panik. "Tante pasti sudah tanya ke mama, mama itu gak tahu apa-apa. Ya, kali orang tua tahu anaknya jadi penulis novel E. Kamu juga gila, ngomong itu difilter kek."Entah kenapa Arka merasa Nina lucu seperti seekor anjing. Meskipun tangannya masih memegang atas kepala Nina. Nih, bocah malah tidak takut. "Ka." Arka melirik tangan mungil dan putih yang menyentuh tangannya dengan takut. "Jangan seperti itu sama anak perempuan." Tegur kekasih Arka.Nina yang masih duduk, berusaha melepas genggaman tangan Arka di atas kepalanya. "Iya tuh, jangan kasar sama anak perempuan! Bitch!"Arka memutar kepalanya dan tersenyum menyeramkan. "Kamu bilang apa tadi?"Nina yang merasa masa depannya akan terancam, menggeleng ketakutan dan melipat bibir.Arka tergoda dengan bibir kecil itu lalu membungkuk dan mencium bibir Nina yang masih dilipat ke dalam dengan tangan kiri masih di atas ke
Kekasih Arka terisak. "Tadi, kamu datang ke sini seolah tidak terjadi apa pun, setelah melihat anak ini. Kamu berubah pikiran- apakah selama ini hubungan kita sedangkal itu?""Memang." Arka menjawab dengan tegas.Kekasih Arka terkejut lalu mengambil tasnya dan berlari keluar, temannya yang panik membayar makanan terlebih dahulu baru menyusul temannya tanpa mengambil kembalian.Nina mendorong Arka. "Ngapain kamu di sini?""Kamu punya pacar?" tanya Arka menggunakan dagunya.Jaka mengerutkan kening dengan jijik. "Enak aja pacarnya dia, calon pacarku itu kalem, gak belingsatan kayak Nina."Nina melempar tatapan tajam ke Jaka."Sudah makannya? Ayo kita pergi, untung saja aku tidak menolak dia buat datang ke sini."Jaka menarik tangan Nina dari seberang. "Eh! Tunggu!"Arka menatap tajam Nina lalu menariknya. "Kamu bilang tidak ada hubungan apa pun!"Nina yang kesakitan ditarik dua orang pria berusaha melepas pegangan mereka berdua. "Tunggu! Tunggu! Jangan tarik tanganku!"Arka dan Jaka mele
Mobil Arka berhenti di samping pagar rumah ketika melihat mobil rolls royce terparkir manis di dalam halaman rumahnya. Mobil nenek!Arka segera turun dengan langkah cepat dan tegas, beberapa pengawal yang berjaga dan sopir membungkuk memberi salam.Arka melirik sekilas lalu masuk ke dalam rumah mewah berlantai tiga. "Nenek." Sapa Arka ketika melihat neneknya duduk di sofa sementara ibunya duduk berlutut di lantai."Arka." Senyum nenek Arka. "Kenapa kamu terlambat pulang? Nenek kira kamu kabur, makanya nenek sedikit menghukum ibumu."Dengan wajah datar, Arka menolong ibunya berdiri dan mendudukkannya di sofa terdekat, berhadapan dengan sang nenek.Arka berdiri di samping sofa ibunya. "Apa yang nenek inginkan?""Nenek hanya kangen dan ingin bertemu dengan kamu, sayang.""Nenek, cucu nenek bukan hanya aku. Ayah sudah membuang aku dan kakak jadi, kenapa nenek tidak mengenali anak-anak ayah yang lainnya?"Nenek Arka meletakkan cangkir teh ke tatakan dengan keras. "JANGAN KURANG AJAR KAMU!
"Hueeekk-" Nina muntah di bawah pohon begitu Arka selesai parkir mobil. "Hueek-"Arka mendekati Nina dan menepuk pundaknya. "Kamu tidak apa-apa?"Sontak orang-orang menatap aneh mereka berdua."Hueek-" Nina masih pusing, Arka benar-benar gila!"Haduh, kamu ini norak ya? Mual karena naik mobil."Nina ingin memaki tapi apa daya, tubuhnya masih lemas karena ulah Arka sialan."Kamu kuat jalan nggak?"Nina menggeleng. "Kakiku lemas," rengeknya.Arka menggendongnya ala putri. "Lain kali jangan udik, ke depannya kamu pasti naik mobil itu lagi. Harus dibiasain."Nina menggeleng lemas. "Nggak, itu semakin menguatkan aku supaya tidak dekat denganmu."Arka tersenyum kecil. "Kamu beneran nggak mau nikah sama aku?""Ya, nggaklah. Gila aja, mau cari mati apa?" balas Nina.Arka mengangguk mengerti lalu mereka masuk ke suatu gedung yang seperti masjid? Hah?Ayu mendekati Arka. "Aduh, Nina. Kamu tidak apa?"Nina memaksa turun. "Tante, kenapa di sini?"Retno mendekati Nina. "Nina, Arka sudah cerita sam
"Apa? Mau protes?" tantang Nina. "Jika aku tidak melakukan ini, aku tidak akan bisa membayar semua kebutuhan rumah.""Mama kamu tidak curiga?""Tidak, mama hanya tahu aku gambar komik.""Kamu- bisa membohongi dua orang tua dengan mulus, jangan-jangan juga bisa bohong ke suami kamu ini?"Nina tidak suka dengan klaim status Arka. "Meskipun kita nikah siri, aku masih belum setuju menikah dengan kamu. Biar saja aku dibilang istri tidak tahu diri, proses menikahnya saja paksa. Aku juga curiga kenapa tante dan mama hanya diam saja, berarti ke depannya aku disuruh menghadapi sesuatu kan?""Benar." Angguk Arka.Nina tiba-tiba menampar pipi Arka.Arka terkejut, ini kedua kalinya ditampar Nina."Talak aku!""Kamu melakukan ini untuk aku talak?""Memang!""Kamu-""Aku tidak mau ikut denganmu, aku masih mau sama mama.""Kamu istriku!""Dan aku musuh kamu!"Arka dan Nina saling melotot, tidak takut dengan intimidasi masing-masing lawan.Arka akhirnya menyerah. "Kamu mau apa sekarang?""Tetap menjal
Nina merasa ada sesuatu yang menindih tangannya, kedua mata perlahan dibuka dan melihat seseorang tertidur di samping tempat tidur dengan salah satu tangan di atas tempat tidur, lebih tepatnya di atas tangan Nina.Nina hampir menjerit lalu menutup mulut, melihat jam tangan di tangan pria itu sudah jam dua belas malam.Nina tersadar dirinya sudah di rumah. Kapan?Nina segera menggoyang tubuh Arka dan membangunkannya. "Arka!"Arka membuka mata. "Mhm?" erangnya.Astaga, mengerang saja sudah sexy begitu.PLAK!Nina menampar pipinya sendiri dengan keras, Arka sontak membuka mata. "Kamu kenapa pukul pipi sendiri?"Nina menatap Arka lalu menggeleng. "Tidak."Arka menarik tangan Nina lalu mengusapnya pelan. "Astaga, ini sampai merah."Nina menepis tangan Arka. "Kamu kenapa di kamarku?""Wajar, aku kan suami kamu.""Tidak wajar bagiku," bantah Nina."Biarkan aku istirahat di sini.""Enak saja, di dunia ini tidak gratis! Pergi sana!""Aku kabulkan apa pun yang kamu inginkan.""Tidak mau!""Ah,
Mulut Arka menganga lebar ketika sudah tiba di kamar Nina, hari ini dia memutuskan kabur dari rumah setelah dikirimi koper oleh Ayu. Masalahnya si nenek berkali-kali datang ke rumah membawa siapa tuh namanya.Arka serius membaca sekaligus mendalami isi buku. "Pantas saja dia tiba-tiba begitu, ternyata tokoh prianya seperti ini. Ck, yang benar aja kali kabur begitu saja demi wanita."Nina yang sedari tadi belajar di meja belajar, memutar kursi dan menatap kesal Arka. "Bisa nggak sih diem?"Arka melirik sekilas Nina lalu memunggungi istri dajjal itu, ceritanya hari ini dia mau ngambek.Nina mengangkat kedua bahu dengan santai lalu kembali fokus belajar.Kedua mata Arka mengerjap ketika sudah masuk adegan hot, dia membacanya sampai habis."Nin," panggilnya setelah merenung."Apa?""Ini adegan kita semalam kan?"Nina berlari ke tempat tidur dan berusaha merampas buku di tangan Arka lalu gagal karena tangan sang suami lebih panjang.Arka tertawa geli. "Haduh istriku, sudah berani menyerang
Setelah menemukan naskah yang dicarinya, dia bergegas memeriksa naskah tersebut. Naskah yang dibuat dicetak dan dimasukan ke dalam amplop cokelat, di dalam amplop ada cd untuk menaruh naskah untuk berjaga-jaga jika laptopnya bermasalah. Nina segera mengeluarkan cd dan dimasukan ke dalam laptop, malam itu dia berniat lembur dan tidak tahu dengan perbuatan Aiko yang menyebarkan isu mengenai rumah yang dijadikan prostitusi. Salah satu akun baru menetas, membuat postingan seolah curahan hati. 'Aku tidak tahu apakah ada yang percaya dengan tulisanku. Maaf, karena aku memakai akun palsu, hanya saja aku resah karena ada orang yang membeli rumah untuk dijadikan prostitusi. Rasanya tidak nyaman sekali ada orang yang keluar masuk beda orang ke dalam rumah itu, tadinya kami kira hanya dikontrakan biasa atau orang melihat tapi intensitas mereka datang itu terlalu sering dan orangnya beda-beda.' 'Aku tidak percaya jika tidak ada bukti.' 'Benar, apalagi akun baru menetas.' 'Tunggu dulu ya, nan
Nina pulang ke rumah dan melihat Retno duduk di sofa, sorot matanya kosong meski terlihat sedang menonton tv.Nina duduk di samping mamanya. "Ma?"Retno tersadar dari lamunan dan menyunggingkan senyum tipis. "Sudah pulang?"Nina melirik dua gelas kosong di atas meja. "Tante Ayu sudah ke rumah?""Ya.""Mama-""Mama tidak bisa bantu teman yang kesulitan.""Masalah tempat penerbitan tante Ayu?""Kamu tahu?""Aku sudah dengar masalahnya, tante Ayu rugi banyak, apalagi penulisnya koma sekarang. Tidak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban.""Terus bagaimana? Dibiarkan begitu saja?""Yah, terpaksa begitu. Tante Ayu harus menyerah, kalau memaksa diterbitkan, jatuhnya nama baik tempat tante yang jelek."Retno mengerutkan kening. "Daritadi kamu sebut ibu mertua tante, tidak dimarahi Arka?"Nina menjulurkan lidah dengan nakal. "Lupa, kebiasaan."Retno menghela napas dan kembali teringat temannya. "Mama harus bagaimana ya, buat bantu besan?"Nina teringat dengan saran Jaka. "Bagaimana kalau
Ayu duduk termenung di kursi kerja, kedua mata menatap brosur yang diberikan asistennya. Novel ini Ayu temukan karena sangat populer di salah satu platform terkenal dan gratis. Yang membuat Ayu jatuh cinta karena kalimat si wanita yang mengena di hatinya saat berusaha melawan keluarga suami sang tokoh.'Aku memang seorang wanita dan dianggap tidak bisa melakukan apa pun di mata pria, tapi setidaknya aku punya harga diri untuk melindungi diri dan anak-anak.'Di zaman modern, masih saja ada wanita yang bucin terhadap pria dan rela melakukan apa pun, menutup mata atas kesalahan pria dengan dalih martabat rumah tangga. Ayu sudah mengalami semuanya saat ditinggalkan suami dan membesarkan Arka, ditekan keluarga suami yang kaya raya dan dicemooh karena menerima kompensasi dengan dinilai mata duitan.Setelah membaca novel yang hampir mirip dengan kisahnya, Ayu gencar mendekati si penulis untuk diterbitkan ke tempatnya meskipun ternyata ada beberapa saingan yang sudah menawar. Mungkin karena
Kedua mata Karina menyipit tidak percaya ketika melihat Arka seperti orang baru keesokan harinya. Padahal kemarin terlihat orang lusuh dan sedikit stres karena pekerjaan, sekarang malah terlihat berseri-seri lalu dengan senang hati menjelaskan secara detail. Padahal sebelumnya memang menjelaskan tapi tidak sedetail sekarang.Bahkan sekarang pun di ruang kerjanya, Arka mencoret dokumen yang diberikan bawahan lalu ditulis alasan ditolak.Karina yang memeluk dokumen, tidak berani ikut campur urusan Arka, tapi para karyawan lain justru usil dan bertanya-tanya. "Ada apa? Kenapa wajah kamu seperti itu?" Tanya Arka sambil mengerutkan kening. "Kamu sedang memikirkan hal lain?"Karina menggeleng. "Tidak, saya hanya kagum melihat perubahan sikap anda dalam satu hari.""Ah, Karina. Ini namanya kekuatan pernikahan.""Kekuatan pernikahan?""Ya, dengan menikah dan saling terikat. Saat kita jatuh dan ingin mencari tempat penghiburan, hiburan terbaik adalah bersama pasangan."Kedua mata Karina terbe
Aiko yang kesal karena Arka dan Nina, menjadi lebih kesal karena ucapan sepupunya. "Apakah kamu tidak pernah merasakan bagaimana sikap keluargaku yang seperti pengemis?"Dahi Reiko berkerut semakin dalam. "Omong kosong apa yang kamu bicarakan?""Apakah kamu menganggap semua ucapan aku hanya omong kosong? Ternyata penilaian aku tidak pernah salah. Kamu sepupu yang-""AIKO!"Ibu Aiko menampar pipi putri kandungnya sekuat tenaga dan menyuruh Aiko membungkuk dalam. "Minta maaf ke sepupu kamu! Dia sudah bersusah payah datang kemari untuk kita dan kamu menghinanya?!""Bibi, aku-""Reiko, Aiko tidak bisa dimaafkan. Silahkan beri hukuman untuk anak ini karena sudah menghina kamu.""Bibi, tidak perlu berlebihan." Reiko jadi merasa bersalah ke bibinya."Tidak! Ini bukan masalah sepele, dia sudah menghina kamu, bagaimana jika kedua orang tua kamu tahu?! Aiko, minta maaf ke sepupu kamu!"Aiko yang masih membungkuk dalam karena tangan ibunya, minta maaf dengan nada gemetar. "Maafkan aku, Reiko. Ak
"Kebanyakan wanita muda atau seusiaku, yang belum mendalami agama atau apalah itu. Tidak suka dengan sex.""Aku-""Jadi, kamu sedang mendalami agama sekarang? Tenang saja, aku tidak akan marah meskipun agamaku kurang bagus.""Apakah aku terlihat sekuno itu?""Apa? Tidak.""Aku tidak suka dengan seks karena masa lalu keluargaku yang tidak menyenangkan. Bisa dibilang mungkin aku biang masalah, seandainya saja mama tidak melahirkan aku.""Kamu anak di luar nikah? Aku baru mendengarnya." Arka menyalakan kompor dan mulai memasak. "Tidak, dulu ayah kandungku suka sekali main bersama wanita. Hal yang paling menyedihkan adalah mama tidak bisa berbuat banyak karena tidak bekerja dan menggantungkan hidup padanya. Mau berpisah, takut menjadi bahan gunjingan orang karena janda selalu dianggap negatif oleh masyarakat." Nina mulai cerita pada Arka. "Mama terlalu takut menghadapi banyak hal hingga pada akhirnya menggantungkan hidup pada keluarga. Tidak ada bedanya padahal.""Pasti tante Retno punya
Arka menghela napas panjang begitu mendengar kebohongan Aiko. "Kamu- untuk apa berbohong sejauh ini?""Arka, aku tidak berbohong. Bagaimana bisa kamu bilang aku berbohong? Aku hanya menceritakan yang sebenarnya bahwa Nina sangat jahat.""Apa untungnya dia berbohong hal seperti itu? Menekan kamu? Besar sekali nyalinya.""Kamu- jangan terlalu percaya apa pun padanya. Dia hanya pembohong tidak tahu diri.""Begitu ya, jika dia hanya pembohong tidak tahu diri- lantas aku bagaimana? Pria yang bisa ditipu?""Arka.""Nina adalah istriku, berhenti mengancamnya. Kamu lupa kenapa kamu datang ke sekolah Nina? Jika dia mengancam kamu dan kamu hanyalah korban, kenapa justru kamu yang datang ke sekolah pelaku?""Karena-""Karena kamu sendiri yang mengancamnya.""Arka!""Berhenti mengganggu istriku, atau aku yang akan membuat perhitungan?"Aiko menggeleng. "Tidak, aku tidak akan pernah melepaskan kamu."Arka adalah jalan supaya bisa melampaui para sepupunya yang sombong itu, dia tidak ingin menunduk
Nenek Arka tidak suka melihat interaksi cucunya bersama perempuan lain tapi dia juga tidak ingin membuat sang cucu marah, dengan senyum menghina, merendahkan Nina supaya Arka sadar. "Kamu kerja sebagai cleaning service? Astaga, apakah kamu hanya bisa bersih-bersih untuk menjaga cucuku?"Nina menatap tidak mengerti nenek Arka. "Apa?""Cucuku sangat hebat dalam menjalankan perusahaan, harusnya kamu juga bisa menjadi pendamping yang hebat dong ya. Contoh saja Aiko ini." Nenek Arka menepuk kedua bahu Aiko dengan lembut. Nina menghela napas ironis. "Wow, ternyata yang ada di novel- ada di dunia nyata.""Apa?" tanya Arka yang tidak mengerti maksud istrinya.Nina melipat kedua tangan di depan dada. "Seorang nenek yang tidak suka melihat istri cucunya sehingga memaksa seorang pelakor untuk masuk ke pernikahan bahagia sang cucu. Anda tidak takut karma, nenek?"Nenek Arka tersenyum sinis. "Karma sudah menjadi makanan saya, dan saya sudah mendapatkan semua karma baik. Apa salahnya mendapat satu
"Selamat pagi, pak Arka.""Pagi."Arka putuskan menerima tawaran keluarganya dan mengurus perusahaan. Jadi dari pagi, dia tidak ke kantor seperti biasanya, melainkan pergi ke kantor nenek."Hallo, pak Arka.""Karina." Angguk Arka. "Bukankah direktur menyuruh kamu melihat tugas bagian keuangan?""Ah, saya disuruh melihat kinerja anda. Katanya anda sangat hebat dan bisa mengajar untuk pemula seperti saya.""Apakah kamu tidak ingin menjadi dokter hewan?""Kenapa tiba-tiba anda bertanya?""Bukankah ayah kamu seorang profesor untuk hewan?"Karina menghentikan langkahnya dan menatap bingung Arka. "Bagaimana anda bisa tahu? Saya tidak pernah mencantumkan pekerjaan ayah di cv.""Benarkah?""Ya.""Oh, saya kenalan kakak kamu di universitas." Jawab Arka dengan asal sambil balik badan dan menatap lurus Karina."Kenalan?""Yah, benar. Kami tidak terlalu kenal tapi yah setidaknya kami tahu nama masing-masing."Karina menatap Arka dengan cemas. "Apakah anda akan melapor ke kakak saya?""Tidak.""To