"Kamu tahu gak, tadi sore aku ketemu sama cewek payah?"
Nina melihat temannya yang nyerocos sambil makan mie ayam. "Kalo bicara, makanannya ditelan dulu. Jorok amat jadi cowok."
Setelah berhasil kabur dari cowok tampan nan mesum itu, akhirnya Nina mengajak Jaka makan bakso terkenal di kota Malang.
Jaka tertawa. "Ya inilah cowok."
Nina menggeleng dan meneruskan tulisannya di handphone "Jaka, kalo gak serius sama hidup, masa depan kamu bakal suram."
Jaka merupakan teman baik Nina dari SD, playboynya tidak ketulungan. Dari Jaka inilah Nina juga belajar tentang kehidupan cowok bahkan nih makhluk tahu pekerjaan diam-diam Nina, karena setiap Jaka di wawancara pasti mendapat komisi.
"Jangan serius gitulah, Na. Hidup itu harus dinikmati apa adanya." Jaka mengunyah baksonya bulat-bulat. "Ngomong-ngomong gimana acara perjodohan kamu? Tante Retno kemarin pernah bilang sore ini kamu ke café buat ketemu sama calon suami makanya aku gak boleh ganggu kamu sore ini, sekarang malah di sini- apa tidak lancar?"
Nina mendecak. "Ah, mama ini- ngapain juga bilang ke kamu."
"Ya gak papakan, kita ini bestfriend."
Nina mencibir. "Ka, jangan suka main sama cewek. Nanti kamu kena karma baru tahu rasa."
"Yah- kamu mah jangan doain aku gitu. Aku Cuma jalan sama cewek yang suka main doang. Kalo cewek kayak kamu mah aku hindari!" seru Jaka, tanpa memikirkan perasaan Nina.
Nina mencubit tangan Jaka. "Kamu tuh ya-"
"Hahahaha gila aja, dia mau dijodohkan dengan anak SMA. Kamu sudah tanya yang benar belum? Dia itu pacar kamu sekarang kan?"
"Ya."
"Lagipula kenapa sih dia bicara begitu ke kamu? Kamu kan pacarnya, bisa dong dia menolak permintaan ibunya. Aku kesal ih sama Arka."
Arka? Nina melepas cubitannya dan pasang telinga. Suara itu dari meja belakangnya.
"Mau bagaimana lagi, dia yang mau demi tidak melangkahi kakaknya."
"Kalau begitu, bisa dong nikah sama kamu. Buat apa susah cari anak sekolahan? Mereka itu sok polos!"
Nina mengunyah mie ayamnya dengan kesal. Maaf ya kalo aku anak sok polos. Eh, tapi- ini bahas Arka yang sama gak sih?
Jaka menendang kaki Nina dan bertanya dengan dagunya karena melihat sikap Nina yang tiba-tiba berubah.
Cowok tadi sore. Jawab Nina tanpa suara. Jaka mengangguk mengerti dan meneruskan makan baksonya sambil ikut pasang kuping.
"Tapi aku sendiri juga gak tega. Masa depannya masih panjang, masa dijodohkan dengan aku yang buta sebelah."
Fakta yang baru diketahui Nina. Jaka tersedak dan cepat-cepat minum.Nina memandang jijik Jaka. Nih anak memang tidak bisa diajak buat mata-mata!
"Kamu buta sebelah tapi masih cantik, mantan pacarnya itu malah pincang."
"Ya, tapi dia cantik."
Sepertinya para wanita di belakang kursi Nina tidak terpengaruh dengan gangguan Jaka.
"Lagipula, Arka sudah janji sama kamu buat menyembuhkan mata sebelah. Sebentar lagi dia akan dijadikan pewaris dari ayahnya yang sudah meninggal. Kamu sudah baca di koran kan kalau ayahnya meninggal di pangkuan wanita panggilan."
Ya, ini memang Arka yang aku tahu. Batin Nina.
Jaka melihat tangan Nina yang mengaduk makanan dengan asal. "Kalau tidak mau, buat aku saja. Daripada diaduk gak jelas gitu, gak enak tahu!"
Tanpa berpikir dua kali, Nina mendorong mangkuknya ke Jaka.
Jaka melahapnya dengan senang hati.
"Tidak mungkin juga Arka mau meninggalkan kamu, dia pasti masih punya perasaan pada kamu disamping menghargai ibunya, coba kamu bertemu dengan ibu Arka. Siapa tahu dia luluh dan berubah pikiran."
"Memang bisa begitu?"
"Ya, iyalah. Secara kamu itu cantik dan bisa diandalkan, kamu juga tulang punggung keluarga makanya Arka kagum sama kamu."
"Tapi, yang dijodohkan itu anak dari teman ibu Arka. Aku takut kalah darinya."
"Kenapa kamu jadi insecure begitu? Percaya dirilah, anak sma manja meskipun jauh lebih muda, tidak bisa dibandingkan dengan wanita mandiri seperti kamu. Lagipula kalian sudah tidur juga kan?"
Jaka hampir menyemburkan makanannya, Nina menegur Jaka lewat matanya.
"Kamu ini- jangan bilang begitu."
Dari suaranya, wanita itu terdengar panik karena ulah temannya.
"Ya makanya kalian sudah tidur bersama, tidak mungkin Arka lepas kamu begitu saja."
Nina tertawa di dalam hati. Pantas saja pria itu menggodanya terlihat sungguh-sungguh, pemain pro toh?
"Pokoknya, hantam saja halangan di depan dan maju terus. Pertahankan cinta kalian sampai ibu si Arka ini luluh, lagipula sayang sekali lepas anak konglomerat."
Tidak terdengar jawaban dari pacar Arka.
Jaka bertanya dengan nada pelan. "Calon suami kamu masih punya pacar, tidak apa-apa?"
"Akan kupastikan kami tidak akan bersama," janji Nina.
"Anak konglomerat." Jaka mengingatkan Nina.
Nina memutar bola mata sambil mengetuk pelipis kanan dengan jari telunjuk. "Kamu pikir aku tidak bisa menghasilkan uang sendiri? Aku masih punya otak yang bisa dibanggakan."
"Otak mesum." Cengir Jaka.
Nina tidak membantah, memang novel mesumnya dia laris di pasaran Indonesia.
"Ah, Arka! Kamu sudah datang, sayang?"
Nina dan Jaka saling melotot ngeri dan menganga lebar. Dia datang!
"Kenapa kamu di sini duluan? Aku sudah bilang buat menunggu aku kan?" tanya Arka dengan cemas.
Teman kekasih Arka tersenyum dan menggodanya. "Ciee- yang masih diperhatikan seperti putri, dia lagi galau karena dengar kamu dijodohkan dengan anak ibu kamu. Sudah, Ka. Hibur saja dia."
Arka melirik tidak suka teman kekasihnya yang sok kenal dan perhatian itu, dia juga lebih tidak suka dengan mulut ember sang kekasih. Ini hubungan mereka berdua yang jalani, bukan orang lain. Jadi salah satu berhak memutuskan.
Tanpa sengaja Arka mengenali sosok anak perempuan yang duduk memunggungi kekasihnya dengan dibatasi kursi kayu panjang yang menempel.
Nina menunduk dengan memakai topi Jaka sambil berpura-pura sibuk dengan handphone.
Jaka makan sambil sesekali melirik Arka.
Arka menyipitkan kedua mata sambil salah satu alis dinaikan. "Wah, ternyata bukan aku saja ya yang punya kekasih."
"Kamu bicara apa, Ka?" tanya kekasih Arka dengan panik. "Aku tidak punya kekasih."
Arka melepas topi yang dipakai Nina dengan cepat dan tersenyum nakal. "Ketemu, anak nakal."
Nina menatap jijik Arka dan menggeleng tidak mengenalinya.
"Apa? Bagaimana bisa reaksi kamu begitu padaku? Aku ini anak orang kaya lho, bukan anak jalanan yang jarang mandi!" seru Arka dengan heboh tanpa peduli citranya di depan umum. Dia sudah kesal dari tadi mendapat perlakuan seperti itu dari anak bau kencur.
"Iih, jangan dekat-dekat! Shuu! Shuu!" usir Nina sambil membuat gerakan tangan untuk mengusir.
Kekasih Arka dan temannya bengong melihat perubahan sikap Arka yang biasanya dingin menjadi belingsatan.
Arka memegang kepala Nina dengan gemas. "Kamu ya- benar- benar tidak bisa dimaafkan, mentang-mentang ibu suka bela kamu! Kamu juga bohong soal profesi kamu kan?"
Nina terkejut dan berseru dengan panik. "Kamu bilang ke tante?!"
Arka terkejut melihat amarah Nina. "Lho? Kamu sendiri yang tanya- kenapa aku tidak diberitahu ibuku."Nina menjadi panik. "Tante pasti sudah tanya ke mama, mama itu gak tahu apa-apa. Ya, kali orang tua tahu anaknya jadi penulis novel E. Kamu juga gila, ngomong itu difilter kek."Entah kenapa Arka merasa Nina lucu seperti seekor anjing. Meskipun tangannya masih memegang atas kepala Nina. Nih, bocah malah tidak takut. "Ka." Arka melirik tangan mungil dan putih yang menyentuh tangannya dengan takut. "Jangan seperti itu sama anak perempuan." Tegur kekasih Arka.Nina yang masih duduk, berusaha melepas genggaman tangan Arka di atas kepalanya. "Iya tuh, jangan kasar sama anak perempuan! Bitch!"Arka memutar kepalanya dan tersenyum menyeramkan. "Kamu bilang apa tadi?"Nina yang merasa masa depannya akan terancam, menggeleng ketakutan dan melipat bibir.Arka tergoda dengan bibir kecil itu lalu membungkuk dan mencium bibir Nina yang masih dilipat ke dalam dengan tangan kiri masih di atas ke
Kekasih Arka terisak. "Tadi, kamu datang ke sini seolah tidak terjadi apa pun, setelah melihat anak ini. Kamu berubah pikiran- apakah selama ini hubungan kita sedangkal itu?""Memang." Arka menjawab dengan tegas.Kekasih Arka terkejut lalu mengambil tasnya dan berlari keluar, temannya yang panik membayar makanan terlebih dahulu baru menyusul temannya tanpa mengambil kembalian.Nina mendorong Arka. "Ngapain kamu di sini?""Kamu punya pacar?" tanya Arka menggunakan dagunya.Jaka mengerutkan kening dengan jijik. "Enak aja pacarnya dia, calon pacarku itu kalem, gak belingsatan kayak Nina."Nina melempar tatapan tajam ke Jaka."Sudah makannya? Ayo kita pergi, untung saja aku tidak menolak dia buat datang ke sini."Jaka menarik tangan Nina dari seberang. "Eh! Tunggu!"Arka menatap tajam Nina lalu menariknya. "Kamu bilang tidak ada hubungan apa pun!"Nina yang kesakitan ditarik dua orang pria berusaha melepas pegangan mereka berdua. "Tunggu! Tunggu! Jangan tarik tanganku!"Arka dan Jaka mele
Mobil Arka berhenti di samping pagar rumah ketika melihat mobil rolls royce terparkir manis di dalam halaman rumahnya. Mobil nenek!Arka segera turun dengan langkah cepat dan tegas, beberapa pengawal yang berjaga dan sopir membungkuk memberi salam.Arka melirik sekilas lalu masuk ke dalam rumah mewah berlantai tiga. "Nenek." Sapa Arka ketika melihat neneknya duduk di sofa sementara ibunya duduk berlutut di lantai."Arka." Senyum nenek Arka. "Kenapa kamu terlambat pulang? Nenek kira kamu kabur, makanya nenek sedikit menghukum ibumu."Dengan wajah datar, Arka menolong ibunya berdiri dan mendudukkannya di sofa terdekat, berhadapan dengan sang nenek.Arka berdiri di samping sofa ibunya. "Apa yang nenek inginkan?""Nenek hanya kangen dan ingin bertemu dengan kamu, sayang.""Nenek, cucu nenek bukan hanya aku. Ayah sudah membuang aku dan kakak jadi, kenapa nenek tidak mengenali anak-anak ayah yang lainnya?"Nenek Arka meletakkan cangkir teh ke tatakan dengan keras. "JANGAN KURANG AJAR KAMU!
"Hueeekk-" Nina muntah di bawah pohon begitu Arka selesai parkir mobil. "Hueek-"Arka mendekati Nina dan menepuk pundaknya. "Kamu tidak apa-apa?"Sontak orang-orang menatap aneh mereka berdua."Hueek-" Nina masih pusing, Arka benar-benar gila!"Haduh, kamu ini norak ya? Mual karena naik mobil."Nina ingin memaki tapi apa daya, tubuhnya masih lemas karena ulah Arka sialan."Kamu kuat jalan nggak?"Nina menggeleng. "Kakiku lemas," rengeknya.Arka menggendongnya ala putri. "Lain kali jangan udik, ke depannya kamu pasti naik mobil itu lagi. Harus dibiasain."Nina menggeleng lemas. "Nggak, itu semakin menguatkan aku supaya tidak dekat denganmu."Arka tersenyum kecil. "Kamu beneran nggak mau nikah sama aku?""Ya, nggaklah. Gila aja, mau cari mati apa?" balas Nina.Arka mengangguk mengerti lalu mereka masuk ke suatu gedung yang seperti masjid? Hah?Ayu mendekati Arka. "Aduh, Nina. Kamu tidak apa?"Nina memaksa turun. "Tante, kenapa di sini?"Retno mendekati Nina. "Nina, Arka sudah cerita sam
"Apa? Mau protes?" tantang Nina. "Jika aku tidak melakukan ini, aku tidak akan bisa membayar semua kebutuhan rumah.""Mama kamu tidak curiga?""Tidak, mama hanya tahu aku gambar komik.""Kamu- bisa membohongi dua orang tua dengan mulus, jangan-jangan juga bisa bohong ke suami kamu ini?"Nina tidak suka dengan klaim status Arka. "Meskipun kita nikah siri, aku masih belum setuju menikah dengan kamu. Biar saja aku dibilang istri tidak tahu diri, proses menikahnya saja paksa. Aku juga curiga kenapa tante dan mama hanya diam saja, berarti ke depannya aku disuruh menghadapi sesuatu kan?""Benar." Angguk Arka.Nina tiba-tiba menampar pipi Arka.Arka terkejut, ini kedua kalinya ditampar Nina."Talak aku!""Kamu melakukan ini untuk aku talak?""Memang!""Kamu-""Aku tidak mau ikut denganmu, aku masih mau sama mama.""Kamu istriku!""Dan aku musuh kamu!"Arka dan Nina saling melotot, tidak takut dengan intimidasi masing-masing lawan.Arka akhirnya menyerah. "Kamu mau apa sekarang?""Tetap menjal
Nina merasa ada sesuatu yang menindih tangannya, kedua mata perlahan dibuka dan melihat seseorang tertidur di samping tempat tidur dengan salah satu tangan di atas tempat tidur, lebih tepatnya di atas tangan Nina.Nina hampir menjerit lalu menutup mulut, melihat jam tangan di tangan pria itu sudah jam dua belas malam.Nina tersadar dirinya sudah di rumah. Kapan?Nina segera menggoyang tubuh Arka dan membangunkannya. "Arka!"Arka membuka mata. "Mhm?" erangnya.Astaga, mengerang saja sudah sexy begitu.PLAK!Nina menampar pipinya sendiri dengan keras, Arka sontak membuka mata. "Kamu kenapa pukul pipi sendiri?"Nina menatap Arka lalu menggeleng. "Tidak."Arka menarik tangan Nina lalu mengusapnya pelan. "Astaga, ini sampai merah."Nina menepis tangan Arka. "Kamu kenapa di kamarku?""Wajar, aku kan suami kamu.""Tidak wajar bagiku," bantah Nina."Biarkan aku istirahat di sini.""Enak saja, di dunia ini tidak gratis! Pergi sana!""Aku kabulkan apa pun yang kamu inginkan.""Tidak mau!""Ah,
Mulut Arka menganga lebar ketika sudah tiba di kamar Nina, hari ini dia memutuskan kabur dari rumah setelah dikirimi koper oleh Ayu. Masalahnya si nenek berkali-kali datang ke rumah membawa siapa tuh namanya.Arka serius membaca sekaligus mendalami isi buku. "Pantas saja dia tiba-tiba begitu, ternyata tokoh prianya seperti ini. Ck, yang benar aja kali kabur begitu saja demi wanita."Nina yang sedari tadi belajar di meja belajar, memutar kursi dan menatap kesal Arka. "Bisa nggak sih diem?"Arka melirik sekilas Nina lalu memunggungi istri dajjal itu, ceritanya hari ini dia mau ngambek.Nina mengangkat kedua bahu dengan santai lalu kembali fokus belajar.Kedua mata Arka mengerjap ketika sudah masuk adegan hot, dia membacanya sampai habis."Nin," panggilnya setelah merenung."Apa?""Ini adegan kita semalam kan?"Nina berlari ke tempat tidur dan berusaha merampas buku di tangan Arka lalu gagal karena tangan sang suami lebih panjang.Arka tertawa geli. "Haduh istriku, sudah berani menyerang
Arka semakin kesal ketika Aiko yang terang-terangan menyatakan suka dengan suara keras, rekan-rekan di sekitar ruangannya jadi mendengar."Aiko, aku tidak tertarik padamu. Kita baru saling mengenal.""Kalau tidak salah, ada namanya kenal setelah menikah. Aku tidak keberatan.""Memangnya apa yang diberikan nenekku kepada orang tuamu?""Ya?""Tidak mungkin kamu seperti ini jika tidak ada sesuatu."Aiko menggigit bibir bawahnya, enggan bicara yang sebenarnya. "Aku hanya jatuh hati saat pandangan pertama, aku hanya ingin mengejar cinta pertamaku."Arka tahu kebohongan Aiko lalu menghubungi temannya. "Aku mau ke tempat klien, bisa tolong urusi tamu yang tidak diundang ini?""Arka, kamu keterlaluan." Aiko menjadi sedih.Arka tidak peduli dan segera membereskan mejanya, tidak lupa membawa bekal makan dari ibu mertua.Aiko berdiri dan menghalangi Arka. "Kenapa kamu keras kepala seperti ini? Harusnya terima saja semua yang akan diberikan nenek kamu. Aku-""Tidak perlu ikut campur masalah orang