Tak terasa mutiara jatuh melintasi pipiku. Hatiku menolak, Aku harus tegar. Apapun yang akan terjadi, harus siap kujalani. Dewi mengelus pundakku.
"Semoga kamu dilimpahi kelapangan, ya, Ren. Aku di sini akan berusaha membantumu semampuku. Saat aku susah kamu datang membantu memecahkan, kini aku bersamamu, Ren."
Dewi memelukku erat.
"Aku belum cukup bukti, Mas. Tapi hatiku sakit dengan apa yang sudah kamu perbuat. Aku yakin sepandai-pandai tupai melompat lama-lama akan jatuh juga. Simpan rapat wanita simpananmu, Mas. Akan kubuat kamu menyesal karena melakukan itu padaku."
Melihat penjual martabak dekat Indomart. Teringat Kaila, putriku. Dia sangat suka martabak. Kutepikan mobil.
"Mas! Martabaknya paket komplit, ya." "Baik. Silakan duduk dulu." Kaila sangat suka martabak rasa coklat, tapi Mas Sa'dan lebih suka keju. Sembari menunggu antri dan siapnya martabak, kunikmati pemandangan jalan. Sontak berdiri dengan rasa penasaran saat melihat sosok wanita yang kulihat pagi tadi digandeng Mas Sa'dan melintas di jalan. "Wanita itu?" "Mbak! Ini martabaknya." "E-em. Iya, Mas." Sesegera mungkin berusaha kukejar wanita itu dengan tujuan ingin mengenali wajahnya. Wajahnya tampak tak asing. Siapa wanita itu? "Aku yakin wanita itu yang dijemput Mas Sa'dan pagi tadi." Kugigit bibir bawah dengan penuh penasaran. Mau mengejar, percuma. Wanita itu sudah masuk ke dalam taxi. "Sudahlah. Aku sudah memercayai Dewi untuk menyelidiki tingkah laku Mas Sa'dan di kantor. Kuyakin sesekali pasti pernah Mas Sa'dan membawa wanita itu walau dengan pengakuan sebatas teman pada pada teman-temannya sekantornya. Aku masih diam, Mas. Bukan aku tak berdaya, tapi kita tunggu saja waktunya." Kulajukan mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Pikiran ini masih penuh dengan bayang-bayang kejadian tadi pagi. "Sudah, Ren. Kamu bisa, iya, kamu bisa." ***"Horeeee... Bunda datang." "Eum... Sayaaaang. Kangen Bunda, ya?" Kuelus lembut kepala Kaila, sesekali mengecup keningnya. "Bunda ke mana aja? Kaila kesepian." Mata Kaila terlihat berkaca-kaca. Entah apa yang menjadikan dia merasa kesepian. Ayahnya ke mana? Bahkan Aku datang pun tak turut menyambut. Hati ini kram mendengar pernyataan putriku. "Ayah ke mana, Sayang?" "Ayah... Ayah... Sibuk, Bun. Dari tadi banyak yang telfon." "Telfon?" Kaila mengangguk pelan. Aku sudah curiga Mas Sa'dan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Putrinya saja tega dia tinggal sendirian. "Yasudah, Sayang. Kaila jangan sedih lagi, ya. Kan ada Bunda. Bunda tidak keluar lagi kok. Bunda di sini sama Kaila." "Mas! Sekarang kamu justru tega membiarkan putrimu sendirian. Maaf, ya, Mas. Kamu yang memulai. Maka jangan salahkan Aku atas apa yang akan terjadi." ***Mas Sa'dan sudah terlelap. Hpnya tergeletak dan masih dalam keadaan menyala. Agaknya dia lupa matikan data setelah membuka youtube sebagai pengantar tidur. "Mas... Mas... Pasti kamu lelah karena meeting palsu itu, ya. Cukup kuat nyalimu mengelabuiku, Mas. Kurang apa pelayananku selama ini? Aku dandan untuk kamu, Aku masak untuk kamu, Aku menjaga rumah untuk kamu, dan Aku jaga putri kita, Mas. Jika kamu tidak peduli padaku, minimal pedulilah pada Kaila... Kaila... putri kita."Drett... (Satu pesan masuk)Nomornya tersimpan dengan karakter. Karakter yang kuyakin hanya Mas Sa'dan yang paham makna dari karakter tersebut. [Sayang, besok jemput Aku lagi, ya. Kita sarapan bareng. Aku suapin deh... Pliss, jangan ngambek. Aku gak bisa tidur nih kalau kamu ngambek...][Sayang][Mas!][Iiih, kenapa cuma diread sih. Kamu masih ngambek, ya?][Iya deh, iya. Aku gak akan minta yang macem-macem lagi setiap kamu gak mood.][Maafin aku, ya, Sayang. Sayang kamu." Emot love menyertai disetiap akhir kalimatnya. "Macem-macem?" Hatiku semakin hancur, yang kubutuhkan adalah tempat curhat saat ini. Tapi pada siapa? Kaila masih sangat kecil. Dewi pasti capek. Ini sudah malam. Bagaimana Aku bisa sholat malam jika untuk tidur saja aku tak mampu? "Mas Sa'dan...Tega kamu, Mas." Memandangi wajah pulas Mas Sa'dan tak lagi membuahkan ketenangan dalam hati ini. Gemuruh memburu, entah berasal dari rasa cemburu ataukah efek dari pudarnya cinta yang tergantikan amarah saja. "Mas!" Aku hanya mampu teriak dalam hati, menyimpan semua dalam hati. Entah apa yang membuat Aku merasa bukan waktu yang tepat untuk mengungkap semuanya. Padahal sudah jelas semuanya. "Ya Rabb. Dengan cara apa hamba bisa mendamaikan hati ini. Kuatkan hati ini, dalam hati kecil tertanam sejak malam pertama, Hamba tidak ingin menyerah sekencang apapun badai menerpa. Tapi hamba seakan kehilangan cara apa yang hendak hamba tempuh. Ya Rabb.. Tunjukilah hamba-Mu yang lemah ini jalan yang terbaik." Percuma Kulacak hp Mas Sa'dan. Tidak ada foto wanita itu tersimpan. Entah karena sudah terlalu sering dia menemui wanita itu atau salah satu siasatnya untuk mengelabuiku? . Kufoto chat itu. Masuk dalam draf bukti-bukti yang kuamankan. ***"Ren, aku berangkat pagi, ya. Ada meeting yang harus kupersiapkan, semua berkasnya ketinggalan di kantor." Mas Sa'dan berjalan menuju meja makan sembari memasang kancing dan merapikan bajunya. Bukan untuk makan tapi mengambil tas dan jaznya yang setiap pagi sudah kusiapkan dekat meja makan."Tumben wangi banget, Mas?" "Hah?" Dia mengendus beberapa bagian yang bisa diendusnya. "Enggak kok, biasa aja. Setiap hari aku memang sudah seperti ini kan, Ren." Aku menyalami tangannya disusul dengan Kaila. Hati ini nyeri karena sebenarnya aku tahu atas alasan apa sebenarnya Mas Sa'dan terburu-buru. "Kamu lakukan ini demi wanita itu, Mas?"Aku memandangi mobil Mas Sa'dan sampai benar-benar sudah keluar dari gerbang. Dia melambaikam tangan ke arah Kaila. "Senyummu laksana panah menembus hingga ke dasar hatiku, Mas." "Bunda! Bunda sudah bilang ayah?" Aku menepuk jidad. "Ya Allah, Sayang. Bunda lupa. Maafin Bunda, ya. Habis ini Bunda langsung telfon ayah. Sekarang ayah lagi di jalan, takut malah gak fokus nyetir mobilnya, ya." Kaila mengangguk. Sekeras apa Aku memikirkan perlakukan Mas Sa'dan. Biasanya mengenai keperluan Kaila tak perna ada satu pun yang kulupa. "Siapapun dirimu wahai wanita simpanan Mas Sa'dan. Berbahagialah jika kamu merasa butuh. Seharusnya jika kamu benar-benar seorang wanita, hatimu akan bisa merasakan bagaimana sakitnya derita yang kamu perbuat ini, kamu tidak akan melakukan hal sekeji ini. Dan kamu, Mas. Kenapa kamu ikrarkan janji suci namun kini kamu nodai?""Mas! Sekarang di sekolah Kaila ada pertemuan wali murid. Kamu cepat datang ke sini, ya."
Sesegera mungkin aku menelpon Mas Sa'dan, tak peduli dia mau beralasan meeting atau lainnya. Padahal kuyakin meeting itu hanya caranya untuk lolos dari tuntutanku.
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉
Next?
Jangan sungkan buat krisan ya😍 Karena masih penulis pemula dan masih sangat amatiran.Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Mas! Sekarang di sekolah Kaila ada pertemuan wali murid. Kamu cepat datang ke sini, ya."Sesegera mungkin aku menelpon Mas Sa'dan, tak peduli dia mau beralasan meeting atau lainnya. Padahal kuyakin meeting itu hanya caranya untuk lolos dari tuntutanku."Adduh, Ren. Kenapa baru bilang? Aku
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Pembantu?"Mas Sa'dan kebingungan, mungkin dia merasa tak aman lagi untuk bisa menemui gundiknya. Aku sudah mengurus semuanya, bahkan tugas-tugasnya. Kini tinggal diri ini mengatur siasatku sendiri."Aku tak sepolos yang kamu pikir, Mas," gumamku dalam hati."Eum, iya, Mas. Kita pakai pembantu, ya. Biar bisa lebih banyak waktu buat Kaila dan Mama."Terpancar raut aneh dari wajah Mas Sa'dan. Namun dia mengalihkan dengan meraih roti dan mengoleskan coklat di atasnya. Pagi ini Aku berniat mulai menjalankan misiku sendiri. Tak enak juga jika Ak
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Laju kencang mobil adalah pelampiasanku sekarang. Entah sudah hilang akal atau bagaimana. Cinta ini terlalu suci dan susah payah dijaga, tapi ternyata salah satu di antara kami justru berkhianat, dan telah merobek hati dengan keji."Jika hati yang terluka, masih bisa dijahit, Mas. Tapi bagaimana jika kepercayaan yang pecah sanggupkah tuk dirajut kembali? Hatiku sakit, iya, terlampau sakit, Mas."Dalam pikiranku saat ini hanyalah bersiap, bersiap jika kenyataan pahit akan terjadi tanpa permisi. Jika Mas Sa'dan memutuskan untuk pergi. Laki-laki saat ditinggal pergi kebanyakan langsung mencari is
Aku diam, memegang pipi yang mungkin sudab merah akibat tamparan Mas Sa'dan."Ren. Kamu tidak mau memaafkan aku? Maafkan aku, Ren. Aku akui memang bersalah." Kata-kata itu terus diulanginya.Sontak terlintas Kaila di benakku. Membuat hati ini berontak dan memacu agar kuturunkan egoku. Bagaimana pun Kaila masih kecil, butuh kasih sayang ayahnya."Baik, Mas. Aku akan maafkan kamu. Tapi bersyarat. Iya, maaf bersyarat.""Baik, Ren. Apa itu? Sebutkan saja. Apapun itu akan aku lakukan.""Kamu harus berhenti dari perbuatan keji itu, ingat Kaila, Mas. Dia masih sangat kecil, dia butuh kekompakan kita dalam menyayanginya."Mas Sa'dan diam. Entah
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Apa itu yang menjadi alasanmu selama ini kenapa kamu tidak pernah memanggilku dengan panggilan khusus, Mas?!""Panggilan khusus? Panggilan khusus gimana, Ren?"Dor... dor... dor..., "Buka pintunya, Ren!""Jangan kira Aku tidak tahu panggilan apa yang kamu pakai untuk selingkuhanmu itu, Mas.""Dew! Aku benar-benar tidak ...""Ayah...!" suara Kaila memanggil Mas Sa'dan."Iya, Sayang?""Kenapa Ayah berdiri di depan pintu? Bunda mana?""Iya, Dan. Di mana istrimu? Kenapa mukamu tampat resah? Ada apa?""Ma! Maafin Sa'dan, Ma."Aku pun membuka pintu saat mendengar suara Mama. Mas Sa'dan berlutut di depan Mama dengan deru tangisnya. Rasa peduliku sudah hancur. Kura
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ibuk? Boleh ikut saya ke ruangan? Atau Mas Sa'dan yang mau mewakili?" tukas Dokter Rio menoleh ke arahku kemudian ke arah Mas Sa'dan."Biar dia saja."Aku membuang muka dari Mas Sa'dan, segitu bencikah dia padaku? Kaila tidak bersalah, kenapa seakan begitu apatis tidak ingin tahu bagaimana perkembangan kondisi Kaila.Aku berjalan membuntuti dokter hingga ke ruangan. Kumasukkan surat dari Mas Sa'dan ke dalam tas."Silakan duduk, Buk.""Gimana, Dok?""Gini, Buk. Kaila mengalami penyakit gejala paru-paru. Untuk saat ini dia tidak sadarkan diri karena panas yang terlalu tinggi, mungkin sebentar lagi dia akan siuman namun masih akan sedikit sesak untuk bernapas. Semoga Ibuk diberi kesabaran, ya."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Fan! Bisa enggak kalau Mama mertuaku dipindah untuk dirawat di rumahku saja? Eh, Dokter Alfan."Kututup mulutku, malu. Karena tidak memanggilnya dengan sebutan formal."Apaan sih, Ren. Sudah panggil Alfan saja. Aku tetap sahabatmu. Jadi tidak perlu panggil dokter atau apalah."Kami terkekeh bersama. Mama Anggi pun turut tersenyum mendengar ungkapan Alfan. Aku berjalan menuju tempar tidur Mama. Kemudian menukas, "Ma, gak papa, ya Mama dirawat di rumah dulu."Tiba-tiba mata Mama tampat berkaca-kaca. Aku gusar karena takut ada pernyataanku yang membuatnya tersinggung."Mama kenapa? Ada yang sakit, Ma?""Kamu sudah baik banget sama Mama. Padahal putra Mama yang sudah membuat kamu sakit."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Kring...Kring... (Dering telefon rumah) Bi Marni bergegas menghanpiri. Namun kularang dan meminta agar menyerahkan telfonnya padaku."Biar saya saja, Bi.""Ini, Nya."Aku tersenyum seraya memberi isyarat agar dia kembali ke dapur."Hallo?""Rena?!""Iya? Dengan siapa? Ada yang bisa dibantu?""Ingat, Rena. Berhati-hati lah. Hidupmu tidak akan tenang."Suara itu? Apa mungkin itu Mas Sa'dan? Apa mau dia? Padahal dia yang memutuskan untuk menjatuhkan talak. Kenapa aku yang diteror?"Maaf. Mungkin bukan Rena saya yang dituju. Saya tidak pernah ada urusan dengan siapapun."Ceklek. Kuletakkan telfon dan tak menggubris ucapan orang
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Awas ya. Kutunggu kamu di taman. Kalau sampe jam sembilan kamu tidak datang, tamat riwayatmu.""Loh, Mas. Kenapa jadi merembet ke mana-mana?... Mas ..."Mas Sa'dan menutup sambungan dengan tiba-tiba tanpa permisi atau minimalnya kata penutup. Aku terheran-heran dengan tingkahnya akhir-akhir ini.Tok... tok... tok..Suara ketukan yang diikuti dengan salam terdengar begitu jelas karena rumahku sedang sedikit penghuni. Aku pun bergegas menuju arah pintu, tiba-tiba Bi Marni nyamber lari mendahuluiku untuk membukakan pint
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Pagi yang sangat cerah, kicau burung memantul dari luar rumah. Kuseruput teh hangat dengan keadaan hati sangat merasa bahagia, aku merasa lebih suka kesendirian tanpa suami ini dari pada harus sakit karena di dua.Dret...[Ren, aku harap kamu tidak menerima pinangan siapapun jika ada yang menginginkanmu untuk menjadi istrinya.]Aku tersenyum membaca pesan dari Dokter Alfan. Entah apa alasannya mengirim pesan ini. Ingin sekali menanyakannya namun kehabisan kata-kata untuk menjawabnya."Aku harus jawab apa?""Ada apa, Ren? Kel
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Mmm... Rendangnya enak, Ma. Rena suka." Mama memandangiku di meja makan dengan raut yang sangat sumringah. Tatapannya penuh dengan tatapan kasih sayang. Aku pun menoleh ke arah Kaila yang berada di sampingku. Kesukannya adalah makan dengan daging saja, untuk sayur dan semacamnya dia tak begitu menyukainya."Kaila mau coba?"Kaila hanya menggeleng-gelengkan kepala saat aku menyodorkan sendok untuk menyuapi rendang. Mama terkekeh melihat tingkah Kaila."Bi. Mau ke mana?" Tegurku saat melihat Bi Marni mau ke belakang setelah menyiapkan
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ren! Kamu bakalan bahagia kalau sama aku, percaya deh. Gak akan kesepian, kantor pasti ada yang urus. Lebih-lebuh Kaila ..." celoteh Mas Sa'dan."Cukup, Mas!" gertakku menghentikannya. Atas dasar apa dia jadi sepintar ini dalam merangkai puisi-puisi bisu seperti ini. Kata-kata itu membuat panas telingaku. Sampah serapah tak berguna."Kenapa aku harus berhenti? Ucapanku buat kamu juga senang, bukan? Bukannya ini yang kamu inginkan? Kita rujuk dan akhirnya kita hidup bersama, Kaila bahagia kita pun bahagia. Kita buatkan adik untuk dia."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ma."Tak kuasa rasanya memanggil wanita di hadapanku dengan rasa panggilan berbeda. Biasanya aku memanggil sebagai mertua, namun sekarang mendadak beralih status menjadi orang tua kandung. Iya, ibu yang sudah melahirkanku. Memang kami terpisah sehingga Mama tak bisa memantau perkembanganku hingga dewasa, namun Mama selalu ada di hatiku. Bahkan pasti ada di hati ayah.
Tok tok tokSuara pintu diketut dengan ucapan salam yang menyusul. Diketuk tiga kali dengan suara yang semakin keras."Wa'alaikumussalam, iya, sebentar."Aku tidak bisa begitu mengenali suara siapa karena sambil berjalan dari lantai dua rumahku. Menuruni tangga walau sudah biasa bagiku namun aku perlu keseimbangan. Tanggaku tidak tersedia pembatas bagian pinggir sehingga harus benar-benat fokus."Siapa ..."Laki-laki itu tersenyum dengan menyodorkan bunga. Apa maksudnya? Aku tak mempunyai gairah untuk menerima bunga itu. Padahal bunga anggrek adalah bunga uang sangat kusukai sebelum bunga mawar."Ada apa kamu datang ke sini?"Selama kami menjadi pasangan suami istri tidak pernah sekalipun Mas Sa'dan memberikan bunga. Lantas kenapa sekarang dia datang dengan begitu percaya diri bahwa aku akan menerima bunga darinya."Ren! Aku ingin
"Ma, sini biar Rena bantu."Aku memapah wanita yang sudah kuanggap orang tuaku sekalipun sudah menjadi mantan mertuaku. Dia sudah cukup berumur sehingga untuk persendiannya tak heran jika sedikit mengalami gangguan. Untuk bangkit saja seperti memerlukan tenaga ekstra, wajahnya menahan dengan kerut dan senyum kecut."Ren! Kaila sudah tidur?""Iya, Ma. Baru saja dia minum obat, kayaknya memang ada obat yang memiliki efek menyegerakan tidur karena Kaila memang butuh banyak istirahat, Ma."Mama mengangguk dan kembali fokus di jal
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kalau bisa Kaila jangan boleh main ke luar dulu, ya. Karena sangat beresiko buat kesehatan dirinya juga buat orang lain." Dokter Alfan memberitahu sembari nyodorkan obat yang harus dibeli di apotek untuk Kaila.Aku mengangguk pelan, melirik ke arah Kaila agar dia mencerna betul-betul apa yang ditukaskan dokter. Dia suka maksa untuk main keluar, maklum anak-anak tentunya sangat senang bermain apalagi di luar.Kubiarkan Kaila tiduran saja di kamar. Menyelimutinya dan menyarankan untuk istirahat."Jendela kamar harus sering dibuka saat pagi, ya. Agar udara segar bisa masuk.""Oh, baik, Dok.""Panggil Alfan saja."Aku mengikuti Alfan berniat untuk mengantarnya sampai depan. Di ruang tamu tiba-tiba dia berhenti.&nb
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kaila... Nak... Kaila..."Aku mencari-cari Kaila padahal tadi masih bersama Mas Sa'dan di ruangan depan Tv. Kenapa sekarang tidak ada? Ke mana mereka? Dengan segala kepanikanku akhirnya aku pun membuka telefon untuk menghubungi Mas Sa'dan."Mas! Kaila sama kamu?""Iya, kenapa? Gak boleh?""Jangan lama-lama.""Terserah aku dong. Kaila kan anakku juga.""Haloo Bundaaa... Aku jalan-jalan sama Ayah dulu, ya. Tadi pengennya jalan-jalan sama Bunda juga. Kata Ayah, Bunda masih jagain Oma.""Iya, Sayang. Gak papa. Jangan lama-lama, ya. Kamu kan masih harus banyak istirahat.""Iya, Bunda. Sayang, Bunda.""Bunda juga sayang Kaila. Hati-hati di jala