Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉
"Ibuk? Boleh ikut saya ke ruangan? Atau Mas Sa'dan yang mau mewakili?" tukas Dokter Rio menoleh ke arahku kemudian ke arah Mas Sa'dan. "Biar dia saja." Aku membuang muka dari Mas Sa'dan, segitu bencikah dia padaku? Kaila tidak bersalah, kenapa seakan begitu apatis tidak ingin tahu bagaimana perkembangan kondisi Kaila. Aku berjalan membuntuti dokter hingga ke ruangan. Kumasukkan surat dari Mas Sa'dan ke dalam tas."Silakan duduk, Buk." "Gimana, Dok?" "Gini, Buk. Kaila mengalami penyakit gejala paru-paru. Untuk saat ini dia tidak sadarkan diri karena panas yang terlalu tinggi, mungkin sebentar lagi dia akan siuman namun masih akan sedikit sesak untuk bernapas. Semoga Ibuk diberi kesabaran, ya."Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Fan! Bisa enggak kalau Mama mertuaku dipindah untuk dirawat di rumahku saja? Eh, Dokter Alfan."Kututup mulutku, malu. Karena tidak memanggilnya dengan sebutan formal."Apaan sih, Ren. Sudah panggil Alfan saja. Aku tetap sahabatmu. Jadi tidak perlu panggil dokter atau apalah."Kami terkekeh bersama. Mama Anggi pun turut tersenyum mendengar ungkapan Alfan. Aku berjalan menuju tempar tidur Mama. Kemudian menukas, "Ma, gak papa, ya Mama dirawat di rumah dulu."Tiba-tiba mata Mama tampat berkaca-kaca. Aku gusar karena takut ada pernyataanku yang membuatnya tersinggung."Mama kenapa? Ada yang sakit, Ma?""Kamu sudah baik banget sama Mama. Padahal putra Mama yang sudah membuat kamu sakit."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Kring...Kring... (Dering telefon rumah) Bi Marni bergegas menghanpiri. Namun kularang dan meminta agar menyerahkan telfonnya padaku."Biar saya saja, Bi.""Ini, Nya."Aku tersenyum seraya memberi isyarat agar dia kembali ke dapur."Hallo?""Rena?!""Iya? Dengan siapa? Ada yang bisa dibantu?""Ingat, Rena. Berhati-hati lah. Hidupmu tidak akan tenang."Suara itu? Apa mungkin itu Mas Sa'dan? Apa mau dia? Padahal dia yang memutuskan untuk menjatuhkan talak. Kenapa aku yang diteror?"Maaf. Mungkin bukan Rena saya yang dituju. Saya tidak pernah ada urusan dengan siapapun."Ceklek. Kuletakkan telfon dan tak menggubris ucapan orang
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Mas!" Aku memanggil laki-laki yang kini sudah menjadi mantan suamiku. Dia menoleh dengan rona merah padam di wajah."Ngapain Mas di sini? Mau ketemu Mama? Silakan masuk!"
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kaila... Nak... Kaila..."Aku mencari-cari Kaila padahal tadi masih bersama Mas Sa'dan di ruangan depan Tv. Kenapa sekarang tidak ada? Ke mana mereka? Dengan segala kepanikanku akhirnya aku pun membuka telefon untuk menghubungi Mas Sa'dan."Mas! Kaila sama kamu?""Iya, kenapa? Gak boleh?""Jangan lama-lama.""Terserah aku dong. Kaila kan anakku juga.""Haloo Bundaaa... Aku jalan-jalan sama Ayah dulu, ya. Tadi pengennya jalan-jalan sama Bunda juga. Kata Ayah, Bunda masih jagain Oma.""Iya, Sayang. Gak papa. Jangan lama-lama, ya. Kamu kan masih harus banyak istirahat.""Iya, Bunda. Sayang, Bunda.""Bunda juga sayang Kaila. Hati-hati di jala
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kalau bisa Kaila jangan boleh main ke luar dulu, ya. Karena sangat beresiko buat kesehatan dirinya juga buat orang lain." Dokter Alfan memberitahu sembari nyodorkan obat yang harus dibeli di apotek untuk Kaila.Aku mengangguk pelan, melirik ke arah Kaila agar dia mencerna betul-betul apa yang ditukaskan dokter. Dia suka maksa untuk main keluar, maklum anak-anak tentunya sangat senang bermain apalagi di luar.Kubiarkan Kaila tiduran saja di kamar. Menyelimutinya dan menyarankan untuk istirahat."Jendela kamar harus sering dibuka saat pagi, ya. Agar udara segar bisa masuk.""Oh, baik, Dok.""Panggil Alfan saja."Aku mengikuti Alfan berniat untuk mengantarnya sampai depan. Di ruang tamu tiba-tiba dia berhenti.&nb
"Ma, sini biar Rena bantu."Aku memapah wanita yang sudah kuanggap orang tuaku sekalipun sudah menjadi mantan mertuaku. Dia sudah cukup berumur sehingga untuk persendiannya tak heran jika sedikit mengalami gangguan. Untuk bangkit saja seperti memerlukan tenaga ekstra, wajahnya menahan dengan kerut dan senyum kecut."Ren! Kaila sudah tidur?""Iya, Ma. Baru saja dia minum obat, kayaknya memang ada obat yang memiliki efek menyegerakan tidur karena Kaila memang butuh banyak istirahat, Ma."Mama mengangguk dan kembali fokus di jal
Tok tok tokSuara pintu diketut dengan ucapan salam yang menyusul. Diketuk tiga kali dengan suara yang semakin keras."Wa'alaikumussalam, iya, sebentar."Aku tidak bisa begitu mengenali suara siapa karena sambil berjalan dari lantai dua rumahku. Menuruni tangga walau sudah biasa bagiku namun aku perlu keseimbangan. Tanggaku tidak tersedia pembatas bagian pinggir sehingga harus benar-benat fokus."Siapa ..."Laki-laki itu tersenyum dengan menyodorkan bunga. Apa maksudnya? Aku tak mempunyai gairah untuk menerima bunga itu. Padahal bunga anggrek adalah bunga uang sangat kusukai sebelum bunga mawar."Ada apa kamu datang ke sini?"Selama kami menjadi pasangan suami istri tidak pernah sekalipun Mas Sa'dan memberikan bunga. Lantas kenapa sekarang dia datang dengan begitu percaya diri bahwa aku akan menerima bunga darinya."Ren! Aku ingin
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ma."Tak kuasa rasanya memanggil wanita di hadapanku dengan rasa panggilan berbeda. Biasanya aku memanggil sebagai mertua, namun sekarang mendadak beralih status menjadi orang tua kandung. Iya, ibu yang sudah melahirkanku. Memang kami terpisah sehingga Mama tak bisa memantau perkembanganku hingga dewasa, namun Mama selalu ada di hatiku. Bahkan pasti ada di hati ayah.
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Awas ya. Kutunggu kamu di taman. Kalau sampe jam sembilan kamu tidak datang, tamat riwayatmu.""Loh, Mas. Kenapa jadi merembet ke mana-mana?... Mas ..."Mas Sa'dan menutup sambungan dengan tiba-tiba tanpa permisi atau minimalnya kata penutup. Aku terheran-heran dengan tingkahnya akhir-akhir ini.Tok... tok... tok..Suara ketukan yang diikuti dengan salam terdengar begitu jelas karena rumahku sedang sedikit penghuni. Aku pun bergegas menuju arah pintu, tiba-tiba Bi Marni nyamber lari mendahuluiku untuk membukakan pint
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Pagi yang sangat cerah, kicau burung memantul dari luar rumah. Kuseruput teh hangat dengan keadaan hati sangat merasa bahagia, aku merasa lebih suka kesendirian tanpa suami ini dari pada harus sakit karena di dua.Dret...[Ren, aku harap kamu tidak menerima pinangan siapapun jika ada yang menginginkanmu untuk menjadi istrinya.]Aku tersenyum membaca pesan dari Dokter Alfan. Entah apa alasannya mengirim pesan ini. Ingin sekali menanyakannya namun kehabisan kata-kata untuk menjawabnya."Aku harus jawab apa?""Ada apa, Ren? Kel
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Mmm... Rendangnya enak, Ma. Rena suka." Mama memandangiku di meja makan dengan raut yang sangat sumringah. Tatapannya penuh dengan tatapan kasih sayang. Aku pun menoleh ke arah Kaila yang berada di sampingku. Kesukannya adalah makan dengan daging saja, untuk sayur dan semacamnya dia tak begitu menyukainya."Kaila mau coba?"Kaila hanya menggeleng-gelengkan kepala saat aku menyodorkan sendok untuk menyuapi rendang. Mama terkekeh melihat tingkah Kaila."Bi. Mau ke mana?" Tegurku saat melihat Bi Marni mau ke belakang setelah menyiapkan
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ren! Kamu bakalan bahagia kalau sama aku, percaya deh. Gak akan kesepian, kantor pasti ada yang urus. Lebih-lebuh Kaila ..." celoteh Mas Sa'dan."Cukup, Mas!" gertakku menghentikannya. Atas dasar apa dia jadi sepintar ini dalam merangkai puisi-puisi bisu seperti ini. Kata-kata itu membuat panas telingaku. Sampah serapah tak berguna."Kenapa aku harus berhenti? Ucapanku buat kamu juga senang, bukan? Bukannya ini yang kamu inginkan? Kita rujuk dan akhirnya kita hidup bersama, Kaila bahagia kita pun bahagia. Kita buatkan adik untuk dia."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ma."Tak kuasa rasanya memanggil wanita di hadapanku dengan rasa panggilan berbeda. Biasanya aku memanggil sebagai mertua, namun sekarang mendadak beralih status menjadi orang tua kandung. Iya, ibu yang sudah melahirkanku. Memang kami terpisah sehingga Mama tak bisa memantau perkembanganku hingga dewasa, namun Mama selalu ada di hatiku. Bahkan pasti ada di hati ayah.
Tok tok tokSuara pintu diketut dengan ucapan salam yang menyusul. Diketuk tiga kali dengan suara yang semakin keras."Wa'alaikumussalam, iya, sebentar."Aku tidak bisa begitu mengenali suara siapa karena sambil berjalan dari lantai dua rumahku. Menuruni tangga walau sudah biasa bagiku namun aku perlu keseimbangan. Tanggaku tidak tersedia pembatas bagian pinggir sehingga harus benar-benat fokus."Siapa ..."Laki-laki itu tersenyum dengan menyodorkan bunga. Apa maksudnya? Aku tak mempunyai gairah untuk menerima bunga itu. Padahal bunga anggrek adalah bunga uang sangat kusukai sebelum bunga mawar."Ada apa kamu datang ke sini?"Selama kami menjadi pasangan suami istri tidak pernah sekalipun Mas Sa'dan memberikan bunga. Lantas kenapa sekarang dia datang dengan begitu percaya diri bahwa aku akan menerima bunga darinya."Ren! Aku ingin
"Ma, sini biar Rena bantu."Aku memapah wanita yang sudah kuanggap orang tuaku sekalipun sudah menjadi mantan mertuaku. Dia sudah cukup berumur sehingga untuk persendiannya tak heran jika sedikit mengalami gangguan. Untuk bangkit saja seperti memerlukan tenaga ekstra, wajahnya menahan dengan kerut dan senyum kecut."Ren! Kaila sudah tidur?""Iya, Ma. Baru saja dia minum obat, kayaknya memang ada obat yang memiliki efek menyegerakan tidur karena Kaila memang butuh banyak istirahat, Ma."Mama mengangguk dan kembali fokus di jal
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kalau bisa Kaila jangan boleh main ke luar dulu, ya. Karena sangat beresiko buat kesehatan dirinya juga buat orang lain." Dokter Alfan memberitahu sembari nyodorkan obat yang harus dibeli di apotek untuk Kaila.Aku mengangguk pelan, melirik ke arah Kaila agar dia mencerna betul-betul apa yang ditukaskan dokter. Dia suka maksa untuk main keluar, maklum anak-anak tentunya sangat senang bermain apalagi di luar.Kubiarkan Kaila tiduran saja di kamar. Menyelimutinya dan menyarankan untuk istirahat."Jendela kamar harus sering dibuka saat pagi, ya. Agar udara segar bisa masuk.""Oh, baik, Dok.""Panggil Alfan saja."Aku mengikuti Alfan berniat untuk mengantarnya sampai depan. Di ruang tamu tiba-tiba dia berhenti.&nb
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Kaila... Nak... Kaila..."Aku mencari-cari Kaila padahal tadi masih bersama Mas Sa'dan di ruangan depan Tv. Kenapa sekarang tidak ada? Ke mana mereka? Dengan segala kepanikanku akhirnya aku pun membuka telefon untuk menghubungi Mas Sa'dan."Mas! Kaila sama kamu?""Iya, kenapa? Gak boleh?""Jangan lama-lama.""Terserah aku dong. Kaila kan anakku juga.""Haloo Bundaaa... Aku jalan-jalan sama Ayah dulu, ya. Tadi pengennya jalan-jalan sama Bunda juga. Kata Ayah, Bunda masih jagain Oma.""Iya, Sayang. Gak papa. Jangan lama-lama, ya. Kamu kan masih harus banyak istirahat.""Iya, Bunda. Sayang, Bunda.""Bunda juga sayang Kaila. Hati-hati di jala