"Kanjeng Adipati. Aku datang memenuhi perintah Eyang Gentaloka. Aku di tugaskan membimbing pasukkan Kadipaten Pralaya selama beberapa hari ini, sebelum waktu pergerakkan tiba," ucap Arya sopan, namun matanya diam-diam terus menelusuri kecantikkan istri dan selir sang Adipati itu.Nampak istri dan selir sang Adipati menjadi agak rikuh, saat melihat tatapan Arya yang mengarah pada mereka. Mereka berdua segera tundukkan wajah dengan tersipu, tak berani membalas tatapan diam-diam Arya ke arah mereka."Wah, suatu kehormatan bagi pasukkan kadipaten Pralaya dilatih langsung olehmu Arya! Tapi sebaiknya kau beristirahat dan bersenang-senanglah dulu barang semalam di sini. Mulai besok barulah kamu bisa melatih pasukkan Kadipaten Pralaya ini," ucap sang Adipati tersenyum cerah.Dan sang Adipati pun menjamu Arya dengan segala kemewahan yang ada di istananya. Hingga usai makan malam, sang Adipati masih menemani Arya minum tuak di taman istana kadipaten. Hingga akhirnya sang Adipati mabuk berat d
"Mas Jalu! Kirana!" seru Baruna memanggil kedua sahabatnya itu dengan gembira.Baruna tengah berjalan melewati taman istana menuju ke gerbang istana Kashimpa, saat sepasang matanya melihat Jalu daan Kirana yang tengah berada di taman itu."Wah! Rupanya Mas Baruna dan Ayu telah sampai di istana," sahut Jalu membalas dengan wajah senang. Kirana pun mengangguk tersenyum kerah Baruna dan Ayu.Nampak Ayu sedikit rikuh dengan keberadaan Jalu dan Kirana, dirinya masih merasa bersalah atas kejadian di danau Dua Naga dahulu. Dan Jalu tentu saja bisa membaca apa yang tersirat di hati Ayu saat itu."Wah Ayu, senang bertemu lagi denganmu di sini. Setelah kau menjadi sahabat Mas Baruna, berarti kau juga adalah sahabat kami Ayu. Selamat ya," ucap Jalu, seraya tersenyum ke arah Ayu."Iya Ayu, kejadian kemarin pasti karena salah paham saja. Sekarang kita adalah sahabat," Kirana pun akhirnya tersenyum, seraya berkata menimpali ucapan kekasihnya."Terimakasih Mas Jalu, Kirana. Senang rasanya bisa bersa
"Heeii..!! Ada burung raksasa..!!" teriak seorang pengawal penjaga gerbang luar istana, seraya menunjuk ke arah Wali yang tengah menukik turun ke taman istana Pallawa.Sontak dua pengawal lainnya menengok ke arah yang di tunjuk oleh rekannya itu."Hahh! Kau benar! Kita harus cepat melaporkannya pada kepala pengawal istana!" seru kaget dua rekannya, lalu salah seorang diantara mereka mengajak mereka melaporkan hal itu.Bagai berlomba ketiganya segera berlari cepat ke arah posko pengawal penjaga gerbang dalam istana Pallawa.Taph! Taph! ... Taph!Lima sosok mendarat ringan di depan gerbang dalam istana. Ternyata mereka adalah Eyang Shindupalla, Panji, Jaya, Ranti, dan Larasati.Ya, kelima orang itu memang melihat seekor burung besar yang menukik turun di area istana Pallawa. Di saat mereka sedang berbincang di pendopo markas sekte Pallawa, yang letaknya tak jauh dari istana Pallawa.Dan tanpa di komando, kelimanya secara serentak melesat mengikuti arah turunnya burung besar itu ke dalam
"Ahh! Eyang Guru," seru Arya agak terkejut, melihat Eyang Balatapa tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia mengira Eyang Gurunya itu sudah tewas oleh Jalu, dalam pertarungan malam itu di dimensi silam.Ya, dirinya memang sudah kabur lebih dulu saat itu, meninggalkan Eyang Gurunya itu yang masih bertarung melawan Jalu.Begitulah model murid culas dan licin seperti Arya ini, dia sama sekali tak memikirkan apakah Eyang Gurunya itu akan selamat atau tidak.Padahal ilmu-ilmu serta power Mustika Naga Hitam adalah pemberian dari Eyang Gurunya itu. Namun tentu saja Arya memiliki 1001 alasan, untuk menghalalkan dan mengelak dari tuduhan murid tak berbhakti seperti itu. 'Bukankah Eyang Gurunya sendiri yang menyuruhnya melarikan diri? Dengan mengatakan dia belumlah lawan dari Jalu saat itu', bathin Arya menyiapkan alasannya, jika Eyang Balatapa mempertanyakan hal itu."Bagus sekali Arya! Kautinggalkan Eyang saat Eyang tengah membelamu mati-matian!" sindir Eyang Balatapa geram."Bukan begitu Eyang G
"Jagad Dewa Bathara! Eyang sampai lupa berpikir kau sudah mencapai tahap itu Jalu! Kau benar Jalu, memang kaulah satu-satunya yang bisa menjalani tugas itu," Eyang Shindupalla tersentak dan tersadar. Bahwa Jalu yang ada di hadapannya kini bukanlah Jalu yang dulu lagi.Nampak kini wajah Eyang Shindupalla tersenyum cerah, dia merasa yakin Jalu akan bisa menjalankan misi itu. Eyang shindupalla lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kain putih kecil, dari lipatan ikat pinggang kainnya."Jalu. Nanti kau tunjukkanlah isi bungkusan dalam kain putih itu pada Eyang Pandunatha dan Eyang Cakradewa. Semoga saja mereka akan tergerak untuk membantu Pallawa," ujar Eyang Shindupalla, seraya serahkan bungkusan kain putih itu pada Jalu."Baiklah Eyang, Jalu akan menunjukkannya pada Eyang Pandunatha daan Eyang Cakradewa nanti. Untuk mengejar waktu baiknya kami berangkat sekarang saja Eyang," ujar Jalu seraya menerima bungkusan kain putih itu, dan menyimpannya di ikat pinggang kainnya."Berangkatlah dengan r
"Heii..!! Mau apa kalian..!!" bentak seorang senopati kerajaan, yang melihat kemunculan Jalu cs secara tiba-tiba di pinggir alun-alun itu."Awas..!! Ada penyusup..!!" teriakkan lantang prajurit bawahan sang senopati pun berkumandang keras. Serentak para prajurit kerajaan bersama dengan para anggota sekte bergerak mengepung Jalu cs."Maaf saudara-saudara kami bukan penyusup..! Kami datang untuk bertemu dengan..."Tak perlu banyak bicara! Kalau kalian datang dengan niat baik, mengapa kalian datang dengan cara sembunyi-sembunyi seperti itu?!" Shrank! Sang Senopati berseru keras, seraya menghunus keris pusakanya Ki Segoro Geni.Ya, kondisi Tlatah Ramayana yang dalam keadaan siaga perang, mengakibatkan mereka selalu waspada terhadap hal-hal yang mencurigakan sekecil apapun itu."SERANNGG..!" Seth! seru lantang sang senopati, seraya menerjang hendak tikamkan kerisnya lebih dulu."Hiaahh..!!" seru serentak para pengepung, yang terdiri dari anggota berbagai sekte serta para prajurit meluruk k
Blaaph..!Jalu, Kirana, dan Wali pun lenyap seketika dari hadapan Eyang Pandunatha.'Hmm. Aji Sabda Lampah! Luar biasa kau Jalu', bathin Eyang Pandunatha.Blaph..!Jalu, Kirana, dan Wali kini tiba di bawah Gunung Siwala yang nampak menjulang tinggi. Lingkaran awan putih tebal berarak nampak di bawah puncak gunung itu, hingga menutupi pemandangan mereka untuk melihat puncak gunung Siwala tersebut."Sebentar Kirana, Wali. Biar aku telusuri dulu area Gunung Siwala ini," ucap Jalu. Lalu dia katupkan dua tapak tangannya di depan dadanya dalam posisi berdiri tegak, perlahan sepasang mata Jalu pun terpejam. Aji 'Sukma Kelana' di terapkannya.Splassh..! Sukma Jalu melesat tinggi keluar dari raganya. Sukma Jalu bahkan bisa melihat raganya sendiri, yang masih berdiri tegak bersama Kirana dan Wali di bawah sana.Weshh! Cepat sekali sukma Jalu yang tak kasat mata melesat bebas, mengelilingi gunung Siwala itu. Sukma Jalu membuka pandangan bathinnya, seraya pancarkan gelombang pencarian sumber 'ene
Taph!Sosok Eyang Cakradewa melesat turun dari atas burung Rajawali putih besar yang dinaikinya. Sepasang matanya menatap tajam ke arah Eyang Samar Mendem."Ahh! Ehh! Tidak ada apa-apa ponakkan murid! Tidak ada apa-apa! Hanya bermain-main sebentar! Heheee! Baik anak muda! Kita minum bersama lain waktu ya! Aku janji!" seru salah tingkah sosok sepuh itu, saat melihat Eyang Cakradewa datang. Dia seperti ketakutan pada ponakkan muridnya itu."Paman Guru. kembalilah ke pertapaan atau terpaksa ponakkan buka rahasia paman Guru pada pemuda ini!" ucap Eyang Cakradewa dengan nada mengancam."Ahh! Tidak ... tidak! Itu tidak boleh! Baik ponakkan, paman pergi!" seru gugup Eyang Samar Mendem.Slaph! Lalu sosok sepuh itu pun segera melesat lenyap dari tempat itu."Eyang Cakradewa, terimalah hormat Jalu," ucap Jalu hormat, seraya mencium tangan Eyang Cakradewa."Wah! Rupanya pemilik power mengerikkan itu adalah kau Jalu! Pantas saja!" seru kaget Eyang Cakradewa, saat mengetahui pemuda yang tadi berha