"Heeii..!! Ada burung raksasa..!!" teriak seorang pengawal penjaga gerbang luar istana, seraya menunjuk ke arah Wali yang tengah menukik turun ke taman istana Pallawa.Sontak dua pengawal lainnya menengok ke arah yang di tunjuk oleh rekannya itu."Hahh! Kau benar! Kita harus cepat melaporkannya pada kepala pengawal istana!" seru kaget dua rekannya, lalu salah seorang diantara mereka mengajak mereka melaporkan hal itu.Bagai berlomba ketiganya segera berlari cepat ke arah posko pengawal penjaga gerbang dalam istana Pallawa.Taph! Taph! ... Taph!Lima sosok mendarat ringan di depan gerbang dalam istana. Ternyata mereka adalah Eyang Shindupalla, Panji, Jaya, Ranti, dan Larasati.Ya, kelima orang itu memang melihat seekor burung besar yang menukik turun di area istana Pallawa. Di saat mereka sedang berbincang di pendopo markas sekte Pallawa, yang letaknya tak jauh dari istana Pallawa.Dan tanpa di komando, kelimanya secara serentak melesat mengikuti arah turunnya burung besar itu ke dalam
"Ahh! Eyang Guru," seru Arya agak terkejut, melihat Eyang Balatapa tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia mengira Eyang Gurunya itu sudah tewas oleh Jalu, dalam pertarungan malam itu di dimensi silam.Ya, dirinya memang sudah kabur lebih dulu saat itu, meninggalkan Eyang Gurunya itu yang masih bertarung melawan Jalu.Begitulah model murid culas dan licin seperti Arya ini, dia sama sekali tak memikirkan apakah Eyang Gurunya itu akan selamat atau tidak.Padahal ilmu-ilmu serta power Mustika Naga Hitam adalah pemberian dari Eyang Gurunya itu. Namun tentu saja Arya memiliki 1001 alasan, untuk menghalalkan dan mengelak dari tuduhan murid tak berbhakti seperti itu. 'Bukankah Eyang Gurunya sendiri yang menyuruhnya melarikan diri? Dengan mengatakan dia belumlah lawan dari Jalu saat itu', bathin Arya menyiapkan alasannya, jika Eyang Balatapa mempertanyakan hal itu."Bagus sekali Arya! Kautinggalkan Eyang saat Eyang tengah membelamu mati-matian!" sindir Eyang Balatapa geram."Bukan begitu Eyang G
"Jagad Dewa Bathara! Eyang sampai lupa berpikir kau sudah mencapai tahap itu Jalu! Kau benar Jalu, memang kaulah satu-satunya yang bisa menjalani tugas itu," Eyang Shindupalla tersentak dan tersadar. Bahwa Jalu yang ada di hadapannya kini bukanlah Jalu yang dulu lagi.Nampak kini wajah Eyang Shindupalla tersenyum cerah, dia merasa yakin Jalu akan bisa menjalankan misi itu. Eyang shindupalla lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kain putih kecil, dari lipatan ikat pinggang kainnya."Jalu. Nanti kau tunjukkanlah isi bungkusan dalam kain putih itu pada Eyang Pandunatha dan Eyang Cakradewa. Semoga saja mereka akan tergerak untuk membantu Pallawa," ujar Eyang Shindupalla, seraya serahkan bungkusan kain putih itu pada Jalu."Baiklah Eyang, Jalu akan menunjukkannya pada Eyang Pandunatha daan Eyang Cakradewa nanti. Untuk mengejar waktu baiknya kami berangkat sekarang saja Eyang," ujar Jalu seraya menerima bungkusan kain putih itu, dan menyimpannya di ikat pinggang kainnya."Berangkatlah dengan r
"Heii..!! Mau apa kalian..!!" bentak seorang senopati kerajaan, yang melihat kemunculan Jalu cs secara tiba-tiba di pinggir alun-alun itu."Awas..!! Ada penyusup..!!" teriakkan lantang prajurit bawahan sang senopati pun berkumandang keras. Serentak para prajurit kerajaan bersama dengan para anggota sekte bergerak mengepung Jalu cs."Maaf saudara-saudara kami bukan penyusup..! Kami datang untuk bertemu dengan..."Tak perlu banyak bicara! Kalau kalian datang dengan niat baik, mengapa kalian datang dengan cara sembunyi-sembunyi seperti itu?!" Shrank! Sang Senopati berseru keras, seraya menghunus keris pusakanya Ki Segoro Geni.Ya, kondisi Tlatah Ramayana yang dalam keadaan siaga perang, mengakibatkan mereka selalu waspada terhadap hal-hal yang mencurigakan sekecil apapun itu."SERANNGG..!" Seth! seru lantang sang senopati, seraya menerjang hendak tikamkan kerisnya lebih dulu."Hiaahh..!!" seru serentak para pengepung, yang terdiri dari anggota berbagai sekte serta para prajurit meluruk k
Blaaph..!Jalu, Kirana, dan Wali pun lenyap seketika dari hadapan Eyang Pandunatha.'Hmm. Aji Sabda Lampah! Luar biasa kau Jalu', bathin Eyang Pandunatha.Blaph..!Jalu, Kirana, dan Wali kini tiba di bawah Gunung Siwala yang nampak menjulang tinggi. Lingkaran awan putih tebal berarak nampak di bawah puncak gunung itu, hingga menutupi pemandangan mereka untuk melihat puncak gunung Siwala tersebut."Sebentar Kirana, Wali. Biar aku telusuri dulu area Gunung Siwala ini," ucap Jalu. Lalu dia katupkan dua tapak tangannya di depan dadanya dalam posisi berdiri tegak, perlahan sepasang mata Jalu pun terpejam. Aji 'Sukma Kelana' di terapkannya.Splassh..! Sukma Jalu melesat tinggi keluar dari raganya. Sukma Jalu bahkan bisa melihat raganya sendiri, yang masih berdiri tegak bersama Kirana dan Wali di bawah sana.Weshh! Cepat sekali sukma Jalu yang tak kasat mata melesat bebas, mengelilingi gunung Siwala itu. Sukma Jalu membuka pandangan bathinnya, seraya pancarkan gelombang pencarian sumber 'ene
Taph!Sosok Eyang Cakradewa melesat turun dari atas burung Rajawali putih besar yang dinaikinya. Sepasang matanya menatap tajam ke arah Eyang Samar Mendem."Ahh! Ehh! Tidak ada apa-apa ponakkan murid! Tidak ada apa-apa! Hanya bermain-main sebentar! Heheee! Baik anak muda! Kita minum bersama lain waktu ya! Aku janji!" seru salah tingkah sosok sepuh itu, saat melihat Eyang Cakradewa datang. Dia seperti ketakutan pada ponakkan muridnya itu."Paman Guru. kembalilah ke pertapaan atau terpaksa ponakkan buka rahasia paman Guru pada pemuda ini!" ucap Eyang Cakradewa dengan nada mengancam."Ahh! Tidak ... tidak! Itu tidak boleh! Baik ponakkan, paman pergi!" seru gugup Eyang Samar Mendem.Slaph! Lalu sosok sepuh itu pun segera melesat lenyap dari tempat itu."Eyang Cakradewa, terimalah hormat Jalu," ucap Jalu hormat, seraya mencium tangan Eyang Cakradewa."Wah! Rupanya pemilik power mengerikkan itu adalah kau Jalu! Pantas saja!" seru kaget Eyang Cakradewa, saat mengetahui pemuda yang tadi berha
"Hmm! Kau bersemadi sajalah sejenak, pulihkan hawa murnimu yang baru terkuras itu! Hahaaa!" suara bergema itu terdengar begitu menyeramkan, bagai menggedor bathin terdalam Arya. 'Ahh..! Rupanya dia tahu aku baru saja berolah asmara!' batin Arya."Baik. Eyang Maha Guru," sahut Arya patuh. Dia pun segera melakukan posisi bersila untuk lakukan hening. *** Sementara sebagian para pimpinan dari sekte gabungan telah mulai berdatangan ke markas sekte Elang Harimau.Sang Adipati Larantuka sendiri telah mempersiapkan lahan luas di tengah hutan Rancamaya. Sebagai penampungan pasukkan para anggota sekte, yang di perkirakan berjumlah belasan ribu orang itu.Sang Adipati telah mempersiapkan lahan itu sejak jauh-jauh hari. Bahkan sebelum pertemuan akbar di markas sekte Elang Harimau lalu berlangsung, lahan itu sudah siap dan tertata rapih.Nampak barak-barak penampungan pasukkan juga telah dilengkapi dengan posko-posko jaga di sekeliling area lahan luas itu. Sungguh persiapan yang cukup matang!
'Bangunlah Arya! Bersiaplah!' suara getar menggema itu merasuk dan menembus langsung alam keheningan Arya.Perlahan Arya buka kedua matanya, tubuhnya lebih terasa segar kini setelah lakukan hening."Baik, Maha Guru," sahut Arya.'Arya, sekarang kosongkan bathinmu dan pejamkan kedua matamu! Kau akan kubawa menuju suatu tempat terlarang, terngeri, serta terkutuk, oleh para Dewa! Kosongkan benar-benar bathinmu Arya, jangan ada siratan-siratan aneh di sana! Atau kau akan terlempar dalam pusaran arus badai keabadian dan tak akan bisa kembali ke dimensimu!' suara bergema tanpa wujud terdengar, mengarahkan dan memberi peringatan keras pada Arya."Ba-baik Maha Guru!" sahut Arya gugup. Arya segera pejamkan matanya, lalu dia pun mulai mengosongkan bathinnya dari siratan segala rasa dan pikiran hingga ke titik hampa!Blaphs..!Sosok Arya lalu lenyap dari kamarnya, terbawa oleh suatu selimut gelap yang dirasakan Arya menyelubungi dirinya. Arya merasa bagai sedang dibawa menembusi berbagai tabir d