Mbah Janti menarik tangan Rangga melompat ke jurang setelah itu tubuh Rangga meluncur cepat ke dasar jurang. Ada sebuah dahan semak tumbuh di dinding jurang, kaki Mbah Janti menutul dahan kecil itu sehingga laju tubuh mereka sedikit terhambat., lalu mereka kembali meluncur ke bawah jurang. Di bawah mereka tumbuh pohon Cempaka, kaki Rangga dan Mbah Janti sudah menyentuh pucuk pohon cempaka. "Sraaak...buk!" Rangga jatuh ke tanah sementara Mbah Janti mendarat dengan mulus di tanah. Ternyata mereka mendarat si sebuah hutan, tak ada rumah penduduk atau manusia yang ada di situ. Suasana di tempat itu sangat gelap, mbah Janti mengambil sebatang ranting dahan pohon lalu membakar ujungnya. Ujung ranting terbakar menerangi lingkungan di sekitar mereka. "Kita menginap di sini, besok kita cari petirtaan itu." ***** Para prajurit Majapahit di atas jurang terbengong-bengong melihat Rangga dan Mbah Janti melompat ke jurang. Hasta berseru marah "Sial, dia lolos lagi!" Jabung Tarawes me
Rangga dan Mbah Janti kembali melanjutkan perjalanan menuju kediaman Nyai Kecik. Saat itu mereka telah tiba di sebuah candi tua dengan sumber air yang jernih dan mengalir deras. Rangga yang kegirangan melihat air yang mengalir bergemericik langsung menceburkan diri ke dalamnya. "Byuuuur!", "Mbah, airnya segar!" Mbah Janti hanya tersenyum melihat Rangga yang bersukaria berenang di kolam. Namun dia tetap waspada, matanya memandang berkeliling. Dia merasa harus meningkatkan kewaspadaannya demi keselamatan mereka berdua. Tiba-tiba senyuman di bibirnya lenyap. Dari balik patung-patung candi, dia melihat ada beberapa bayangan soaok-sosok manusia sedang mengamati mereka. "Rangga cepat naik, ada orang yang mengawasi kita,"perintah Mbah Janti. Rangga yang masih ingin bersantai menolak keluar. "Mbah, badanku lengket dan bau masa tidak boleh mandi?" "Dasar ngeyel, keluar cepat jika tidak aku akan mematahkan kamimu!" Rangga terkejut, belum pernah dia melihat Mbah Janti semarah itu.
Rangga menghunus pedang lalu menangkis serangan Hasta dan Jabung Tarawes. Api memercik dari besi pedang setiap kali pedang mereka beradu. Melihat Rangga yang mengalami kemajuan sangat pesat dalam ilmu silatnya, Hasta mulai berpikir Dari kemarin aku perhatikan, Rangga yang semula tidak menguasai satu juruspun sekarang sudah mampu menguasai jurus-jurus yang gerakannya sulit, pikir Hasta. "Traang...traang!" Kembali pedang mereka beradu, Hasta terkejut, dia merasa tangannya kesemutan sehingga pedangnya hampir terlepas. Namun Jabung Tarawes berhasil memanfaatkan celah kosong pertahanan Rangga sehingga pedangnya berhasil membacok lengan Rangga meskipun dia sudah berusaha menghindarinya. "Aaarrrgh!"Rangga berseru kesakitan, kulit lengannya sobek mengucurkan darah. Sementara itu Mbah Janti dan Nyai Kecik sedang mengadu ilmu Kanuragan masing-masing. Melihat Rangga yang terluka. Perhatiannya langsung terpecah. Mbah Janti langsung berteriak cemas "Rangga!" Kesempatan itu digunakan
"Hasta dan komplotannya tidak hanya membunuh Mpu Waringin dan Kangmas Gondo, tetapi mereka juga membunuh Kangmas Jalu," tutur Badhra. "Lalu bagaimana kamu bisa sampai di tempat ini?" Pandangan Badhra menerawang mengingat kembali peristiwa yang telah dialaminya. Setelah terdiam beberapa lama, dia melanjutkan ceritanya. "Aku harus pergi dari padepokan, berbahaya bagiku jika aku terus berada di tempat itu. Perasaanku tak enak, aku merasa saat itu Hasta dan komplotannya sudah mulai mencurigaiku. Karena Kangmas Gondo sudah meninggal, aku dirawat oleh Paman Mudra di pondoknya. Aku menceritakan semua yang kualami kepadanya. Tengah Malam, Paman Mudra membawaku pergi ke desa ini." "Siapa itu Paman Mudra? Saat belajar ilmu pengobatan, aku tidak pernah melihatnya,"tanya Rangga. "Oh, kamu belum tahu ya, Paman Mudra itu bapaknya Gondo. Yaah, dia memang tidak pernah mengajarkan ilmu pengobatan maupun ilmu silat. Sehari-harinya dia hanya membuat obat, tak kusangka ternyata Paman Mudra juga
"Siapa kamu makhluk menyeramkan?" "Aku Mahesasura, aku adalah Tuhan dari manusia yang yang menjadi budakku!" Hasta yang sudah gelap mata ingin menguasai ilmu Lipyakara, tanpa ragu mengangguk. "Ya, saya setuju, mencari tumbal manusia itu gampang. Setiap hari aku akan menyajikan manusia, untukmu!"ujar Hasta. Makhluk itu tampak gembira mendapatkan pengikut baru "Hua ha ha ha ha bagus, bagus kamu memang cerdas, baiklah aku terima kamu sebagai muridku!" ****** Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Rangga mulai membaik. Pagi itu, Rangga merasa rasa sakit yang selama ini dideritanya, mulai berkurang. Dia segera bangun dari tidurnya lalu langsung keluar kamar mencari Mbah Janti. Saat keluar kamar dia bertemu Badhra yang sedang membawa cawan obat. "Rangga, kamu sudah sembuh?" "Ya Badhra, aku sudah sembuh, sekarang dimana Mbah Janti? Aku mau bertemu dia." "Aku antarkan kamu menemuinya di ruang obat, tapi minum obat ini dulu," Badhra menyorongkan cawan pada Rangga. Rangga l
Paman Mudra menatap Rangga dengan tajam"Kamu benar-benar serius mau mencari Pasar Dieng?"Tanpa ragu Rangga mengangguk"Tentu saja Paman, namanya pasar tempat yang ramai pasti mudah mencarinya kan."Paman Mudra tertegun namun sejurus kemudian dia terkekeh dan berkata"Pasar Dieng bukan pasar biasa yang sering kamu temui. Tidak semua orang bisa melihat pasar itu kecuali orang-orang yang dikehendaki.""Maksud Paman Pasar Dieng adalah pasar gaib?"Paman Mudra mengangguk"Benar, lebih tepatnya Pasar Setan, untuk menuju ke sana medannya sangat berat dan sulit. Kamu yakin tetap mau ke sana?"Rangga terdiam membayangkan medan yang akan ditempuhnya dalam pencarian Bunga Ungu seperti yang dilihatnya dalam mimpi. Tapi jika melihat kondisi Mbah Janti, semangat untuk mencari bunga itu muncul kembali."Saya akan tetap ke sana Paman, saya harus melakukannya demi Mbah Janti.""Pasar Dieng ada di puncak gunung Lawu. Jika memang sudah niatmu ke sana, kamu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya,"Pama
Rangga mendadak merinding, seorang pendekar misterius telah memberinya sebuah petunjuk. Karena hari sudah larut malam, Rangga memutuskan untuk menggalinya besok. Udara malam semakin dingin, kabut yang turun semakin pekat. Samar-samar Rangga melihat bayangan sosok-sosok yang sedang bertarung di tengah pekatnya kabut dan mendengar riuhnya suara pertarungan."Ah, aku baru ingat, malam ini malam Anggoro Kasih,"gumam Rangga.Rangga memilih untuk tidak mempedulikan suara-suara itu dan memilih tidur. Dia mulai mengantuk dan mulai memejamkan matanya. Tapi baru saja memejamkan mata, seseorang memanggil namanya."Rangga...Rangga bangunlah!"Rangga mulai ketakutan, dia tak berani membuka matanya. Takut melihat sosok-sosok seram seperti saat melihat Dewi Sekar yang telah menjelma jadi siluman ikan. Tak lama kemudian suara itu memanggil lagi"Rangga bangunlah!"Tiba-tiba terdengar suara ramai di sekitarnya, tapi suara itu bukanlah suara pertempuran. Merasa penasaran, Rangga perlahan membuka matany
"Ternyata dia menyuruhku mengambil pedang ini. Tapi siapa dia sebenarnya? Kenapa dia tidak dimakamkan bersama para pendekar yang lain?pikir Rangga.Rangga melihat ke nisan mencoba membaca tulisan di nisan. Tapi nisan itu sudah ditumbuhi lumut dan jamur sehingga tulisannya tidak terbaca. Rangga mengeluarkan sebilah pisau dari pinggangnya, lalu mulai mengerik dengan hati-hati lumut yang menutupi nisan tua itu.Setelah beberapa saat mengerik, tulisan pada nisan mulai tampak. Samar terlihat nama yang tertulis pada nisan."Oooh ternyata namanya Prabangkara,"gumam Rangga.Dia membaca tahun yang tertera di batu nisan. Tertulis di batu nisan itu tahun 839 Saka. Masa dimana kerajaan Medang masih ada."Ah, pantas dia tidak dikuburkan secara massal di komplek makam itu. Ternyata makam ini sudah ada jauh sebelum Majapahit berdiri dan pertikaian di antara pendekar memperebutkan Kitab Sang Hyang Agni, batin Rangga.Rangga menguruk kembali makam Prabangkara. Usai membereskan makam tua itu, Rangga
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast
Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu