Mendadak ada sosok pendekar berpakaian serba putih menyambar kepala Denta Singir dengan tendangan keras. Membuat tubuh Denta Singir terjungkal mencium rerumputan!
”Jalung, cepatlah menyingkir!” kata Suro Joyo sambil pasang kuda-kuda untuk menghadapi Denta Singir. Bahkan mungkin Mayang Kencana sekaligus. Karena Mayang Kencana ternyata telah menyusulnya!
Denta Singir dan Mayang Kencana kini telah bersama-sama untuk serentak menyerang Suro Joyo. Semantara Suro Joyo tiba-tiba tertawa-tawa. Tentu saja menertawakan Denta Singir dan Mayang Kencana. Membuat kedua pasangan itu keheranan.
”Apa yang kamu tertawakan, Pendekar Kembara Semesta?” tanya Mayang Kencana gusar.
”Hehehe, ternyata kalian pasangan serasi,” ejek Suro Joyo. ”Bukan hanya pasangan pendekar silat yang serasi. Tetapi juga pasangan pendekar selingkuh yang abadi, hehehe....”
Dhuer! Dhuerr! Dhuerrr!Ledakan keras dari senjata berbentuk bundar yang dilemparkan Kentar Dahana membuat ruang pendapa jadi gelap. Setelah asap tebal lenyap, maka ruang pendapa menjadi terang kembali. Namun, Denta Singir, Mayang Kencana, dan Kentar Dahana telah lenyap dari pendapa istana!Denta Singir, Mayang Kencana, dan Kentar Dahana hendak meninggalkan Garaloka. Ketiganya melesat lari meninggalkan Gerbang Istana Kerajaan Garbaloka.”Berhenti! Kalian mau kemana?” tanya Endragiri yang sudah mencegat di luar istana. Suro Joyo dan Jalung Dahana berada di kanan dan kirinya. Sedangkan sembilan prajurit andalan mengepung ketiga orang yang hendak kabur dari istana itu.”Aku ingin mencari tempat luas untuk menghabisi kalian!” kata Kentar Dahana sambil menyerang tiga prajurit
”Mungkinkah Lodra Dahana masih hidup?” gumam Kentar Dahana yang hanya bisa didengar diri sendiri. ”Bukankah tusukan pisau di punggungnya itu menembus jantungnya? Bukankah dia tewas waktu pisau itu menembus jantungnya? Bukankah dia tewas waktu itu?””Kamu jangan bengong kayak macan ompong, Kentar Dahana! Aku...., Lodra Dahana masih hidup...,” kata Lodra Dahana yang berjalan dari balik pohon sambil menggenggam Keris Wisaranu di tangannya. ”Ki Dipoyono yang menolong dan menyembuhkan aku.”“Berkat pertolongan Ki Dipoyono, aku bisa sembuh,” lanjut Lodra Dahana sambil memandang Kentar Dahana dengan pandangan menusuk. Menusuk ulu hati yang terdalam. “Berkan pertolongan Ki Dipoyono, aku masih hidup dan bisa kembali ke Istana Garbaloka.””Apa yang telah terjadi, Pangeran Lodra Dahana?” tanya Endragiri penasaran. ”Oh y
Suro Joyo menyambut dengan hantaman Rajah Cakra Geni. Dhuerrr! Terdengar suara menggelegar ketika terjadi benturan antara senjata sakti yang ada di tangan Mayang Kencana dengan ajian Rajah Cakra Geni. Suaranya keras membuat telinga terasa pekak. Bersamaan dengan lenyapnya suara gelegar, trisula Mayang Kencana hancur berkeping-keping. Kepingan-kepingan senjata itu jatuh berserakan di berbagai penjuru. Senjata trisula hanya tinggal kenangan karena sudah tak ada bekasnya lagi. Tubuh Mayang Kencana mencelat tinggi ke udara. Tubuh si pendekar perempuan melenting tinggi di udara. Selama beberapa saat dia kehilangan kesadaran akibat benturan keras yang tidak pernah dia duga sama sekali. Suro Joyo menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni jarak jauh untuk meleburkan tubuh lawan yang sudah tidak bisa dikasihani. Mayang Kencana sempat melihat pancaran sinar merah dari telapak tangan
Sudah lebih dari satu bulan Banawi menunggu Banawa di depan mulut Goa Barong. Banawa, saudara kembar Banawi, pergi ke Gunung Sumbing untuk memetik Bunga Puspajingga. Banawi tidak tahu apa yang menyebabkan saudara kembarnya belum pulang sampai sekarang.Sebenarnya Banawa dan Banawi berencana untuk menjebol batu besar yang menutup mulut Goa Barong. Mereka ingin memiliki harta karun yang kabarnya disimpan di dalam goa. Dulu mereka mengalami kegagalan ketika ingin menjebol pintu goa. Ilmu tenaga dalam tertinggi yang mereka miliki belum bisa menaklukkan penghalang yang merintang pada penutup goa.Keduanya ingin meningkatkan tenaga dalam dan kesaktiannya masing-masing. Mereka ingin meningkatkan kesaktian dengan minum ramuan Bunga Puspitajingga. Ramuan air yang dicelup Bunga Puspajingga bisa meningkatkan tenaga dalam sampai ribuan tingkatan.Untuk mendapatkan bunga sakti itu, Banawi menyuruh Banawa menuju Gunu
Tiga orang itu termasuk gerombolan perampok dari Goa Barong ini. Gerombolan mereka bernama Gerombolan Iblis Barong. Anggota utama terdiri dari lima orang. Tiga orang yang kini berada di depan Westi Ningtyas bernama Olengpati, Taraksa, dan Rubasa. Sedangkan dua teman mereka bernama Anggitan dan Higrataling, sedang menemui Patih Ganggayuda di Kerajaan Karangtirta. “Mereka ini manusia atau binatang?” gumam Westi Ningtyas lirih yang hanya didengar diri sendiri. “Kalau manusia kok tidak punya tata karma ketika mengamati orang yang belum dikenal. Kalau mereka binatang, kok wujudnya seperti manusia.” Olengpati, Taraksa, dan Rubasa berpakaian serba hitam. Golok besar tersandang menggelantung di pinggang masing-masing. Ketiga orang ini punya ilmu silat yang setara. Hanya saja, Olengpati memiliki satu kelebihan lain, yakni mampu melihat dalam kegelapan tanpa menggunakan lampu penerang. Olengpati juga memiliki kelebihan dibanding kedua temannya, yakni berwajah bersih dan
”Agaknya para perampok itu juga punya kesaktian yang bisa diandalkan,” kata hati Westi Ningtyas. ”Pantas saja kalau mereka mampu bertahan selama puluhan tahun sebagai gerombolan perampok yang ditakuti.” Golok di tangan Taraksa dan Rubasa kembali ke warna semula. Berkilau-kilau tajam. Namun panas masih menebar dari golok-golok itu. Westi Ningtyas dapat merasakan walau jaraknya dengan kedua perampok itu ada lebih dari lima tombak. Taraksa dan Rubasa secara serentak menyerang Westi Ningtyas dengan sabetan-sabetan golok tajam. Berkelebat-kelebat untuk membabat si pendekar wanita. Gerakan golok di tangan mereka sangat cepat sehingga sulit diikuti mata. Westi Ningtyas menghadapi serangan kedua perampok bersenjata golok itu dengan tenang. Tubuhnya yang semampai berkelit ke sana kemari dengan gerakan cepat namun tetap terkendali. Tidak ada rasa panik sedikit pun. “Gila! Dia ternyata bukan pendekar sembarangan!” gumam Taraksa.
Dari balik batu besar muncul sosok pendekar berpakaian dan berikat kepala serba putih. Ikat pinggang warna hitam berhiaskan kepala rajawali melingkari pinggangnya. ”Suro Joyo alias Suro Sinting...!” gumam Westi Ningtyas lebih terbelalak lagi. Tak menduga bahwa bekas musuh bebuyutannya itu kini telah menyelamatkan jiwanya. Olengpati, Taraksa, dan Rubasa saling berpandangan. Mereka pernah mendengar tentang tokoh persilatan berwatak aneh bernama Suro Joyo. Namun mereka belum pernah melihat bagaimana wajah pendekar antik itu. Baru sekarang ini mereka melihat dengan mata kepala sendiri sang pendekar yang berjulukan Pendekar Rajah Cakra Geni. ”Suro Joyo cecurut busuk! Kenapa kamu usil? Mengapa kamu mencampuri urusan orang lain?” bentak Taraksa tidak sabar lagi. ”Cepat kabur dari tempat ini sebelum kusingkirkan! Cepat menyingkir sebelum kuinjak seperti cacing!” ”Hehehehehe..., ada cecurut teriak cecurut,” ejek Suro Joyo dengan tawa kocaknya. ”
Segera Suro Joyo membopong tubuh Westi Ningtyas. Dia bawa tubuh si gadis ke depan mulut goa. Cepat-cepat gadis itu diterlentangkan. Beberapa saat Westi Ningtyas seperti sudah mati, walau tubuhnya panas. Bahkan serasa sangat panas untuk ukuran suhu tubuh manusia.Suro Joyo kebingungan setelah menelentangkan tubuh molek itu di depan mulut goa. Bingung untuk berbuat apa. Bingung mau melakukan apa.Apa yang mesti kulakukan untuk menolong Westi Ningtyas? Begitu Suro Joyo bertanya-tanya dalam hati. Apalagi aku tidak tahu apa yang menyebabkan tubuh Westi Ningtyas panas dan pingsan seketika.Beberapa saat Suro Joyo mondar-mandir kebingungan di depan goa. Semetara Westi Ningtyas sangat membutuhkan pertolongannya. Saking paniknya, dia terduduk di dekat Westi Ningtyas sambil berpikir keras.”Apa yang harus kulakukan sekarang? Memijit-mijit tubuhnya? Ah, nanti dikira mau berbuat mesum!” gumam Suro Joyo sendirian
CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa
Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.
Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M
Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk
Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.
Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks
Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian
Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia
Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis