Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.
Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!
“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”
“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”
Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks
Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.
Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk
Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M
Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.
CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa
Suro Joyo harus bisa mendapatkan Bunga Puspajingga. Kalau sampai tidak bisa memetik bunga itu, maka seumur hidupnya bakal merasa gagal berbakti kepada ibundanya. Juga merasa gagal berbakti kepada ayahanda. Sang ayahanda yang memerintahkan Suro Joyo untuk memetiknya.“Aku akan memetik bunga itu walau harus menempuh resiko apa pun!” tekat membaja di dada sang pemuda sambil memandang puncak Gunung Sumbing. Gunung yang kokoh berdiri menantang para pendekar untuk menaklukkannya.Sudah beredar kabar di kalangan pendekar bahwa Bunga Puspajingga yang ada di tebing Gunung Sumbing telah mekar. Bunga itu menjadi incaran para pendekar dari delapan penjuru mata angin karena memiliki banyak khasiat yang sangat hebat.“Setelah kupetik, Bunga Puspajingga akan kubawa pulang ke Istana Kerajaan Krendobumi untuk menyembuhkan Ibunda Niken Sari,” gumam Suro Joyo.Pendekar tampan berpakaian serba putih itu berdiri di kaki gunung yang segera
Beberapa jurus berlalu, tak satu pun pukulan berhasil menyentuh Suro Joyo. Pendekar berpakaian serba putih itu terus berkelit. Tak ada kemauan untuk menangkis atau balas menyerang.Perilaku Suro Joyo membuat Garjitalung semakin murka. Dia secara cepat mencabut tombak pendek yang terselip di pinggangnya.Mata tombak menyala merah membara, menimbulkan hawa panas di sekitarnya. Garjitalung menusukkan tombak pendek ke dada lawan.Sontak Suro Joyo berjumpalitan di udara. Tombak hanya mengena angin, terus meluncur sehingga menghantam batu sebesar gajah.Bhral!Batu hancur berkeping-keping disertai ledakan yang memekakkan gendang telinga. Batu-batu berhamburan ke segala penjuru. Mencelat bersama tubuh Suro Joyo yang ramping.Garjitalung celingukan ke segala arah mencari-cari lawannya. Sosok yang berpakaian serba putih itu lenyap seperti siluman. Ke mana dia? Apakah telah hancur bersama batu-batu itu?“Ah, paling dia kabur kare
Orang yang sejak tadi mengawasi Banawa, nangkring di dahan pohon yang tinggi. Dia adalah sosok pendekar yang berpakaian serba ungu. Dengan sekali gerakan meluncur dan menginjak tanah tepat di depan Banawa.Gerakan pendekar wanita berparas cantik itu tentu saja mengejutkan Banawa. Lebih-lebih setelah Banawa tahu sosok gadis yang berdiri di depannya, maka lebih terkejutlah dia.”Westi Ningtyas!” teriak Banawa.”Banawa!” gadis itu balas teriak.Kedua pendekar itu pun saling bergerak mendekat. Saling berpelukan dengan erat. Erat sekali. Seolah-olah tak mau lepas untuk selama-lamanya.”Aku rindu sekali, Banawa..., rindu sekali,” kata Westi Ningtyas, masih memeluk Banawa.”Aku pun juga demikian, Westi,” balas Banawa. ”Siang malam aku selalu memikirkan dirimu. Hampir tiap malam aku sulit tidur karena rindu padamu.””Selama ini kamu kemana, Banawa?””Memperda